Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Armando meninggalkan ruang rapat, berjalan menuju ruang kerjanya dengan menahan geram. Entah siapa sebenarnya yang sedang ingin mencari masalah dengannya. Beberapa kerjasama yang sudah terjalin bertahun-tahun tiba-tiba saja dibatalkan secara sepihak. Bukan untung rugi yang dia pikirkan. Tapi harga diri yang serasa terinjak.
Masuk ke ruang CEO bersama Esmeralda yang selalu siap siaga di belakangnya. Menyandarkan punggung pada kursi kebesaran, memejamkan mata rapat, meletakkan tangan di atas kening. Ingin sejenak saja melepaskan semua penat, tapi suara Esmeralda mengusik ketenangannya.
“Tuan, baru saja anda mendapatkan undangan untuk menghadiri pertunangan Tuan Muda Garcia.” Esmeralda mengulurkan tabletnya yang terbuka dan menunjukkan undangan digital khusus yang baru saja masuk.
Armando mendongak menatap Esmeralda. Tanpa memperhatikan tablet. Mengerutkan kening, Tuan Muda Garcia? Undangan pertunangan? Apa pria asing itu jadi juga bertunangan dengan Veronica? Bukankah saat berada di restoran waktu itu pria itu terlihat begitu membenci Veronica, dan bahkan menghina wanita itu dengan begitu kejam?
“Kapan undangan nya?” Armando menjawab sambil kembali memejamkan mata. Merasa enggan, tapi juga penasaran.
“Besok pukul delapan malam di hotel AMAZON,” jawab Esmeralda.
“Aku akan datang.” Armando benar-benar enggan membuka mata.
“Tuan, saya merasa ada yang aneh. Nama calon tunangan beliau adalah…”
“Aku sudah tahu,” potong Armando. Dalam pikirannya yang akan disebut oleh Esmeralda adalah nama Veronica Fernandez. “Keluar lah dan siapkan hadiah. Kamu juga persiapkan diri! Kamu yang menemaniku. Pergilah! Aku ingin sendiri.”
Kening Esmeralda berkerut. Tuan Armando sudah tahu jika nama calon Tuan Muda Garcia sama dengan almarhum istrinya? Dari mana bos nya itu tahu? Dan bagaimana bisa sikap tuan Armando hanya biasa saja?
…
Malam berikutnya, Armando benar-benar datang ke acara pertunangan dengan Esmeralda berjalan di sampingnya.
Esmeralda menghentikan langkahnya membuat Armando ikut berhenti juga. Mengerutkan kening. Mereka baru saja masuk ke dalam ballroom hotel.
Memandang heran ke arah Esmeralda, wanita itu tengah menutup mulut menggunakan telapak tangan. Matanya terbelalak lebar. Armando mengikuti arah pandang Esmeralda, dan betapa terkejut ketika matanya tertumbuk pada sebuah foto yang sangat besar yang terpampang di dinding. Itu adalah foto Alessandro dan Virginia.
“Tidak. Itu tidak mungkin. Bukankah Virginia sudah meninggal? Mana mungkin bisa bertunangan dengan orang lain? Ataukah itu hanya wajah yang mirip saja?
“Mana undangan yang kemarin?” Armando menatap ke arah Esmeralda. Sekretaris cantik itu pun segera membuka layar tablet dan menyerahkan pada Armando. Mata pria itu seketika terbelalak, melihat undangan digital itu. Wajah dan nama yang sama. Virginia Fernandez. Apa itu mungkin?
“Yang di foto, Bukankah itu nyonya Virginia Fernandez?”
“Apa hubungan antara nyonya Virginia dengan putra mahkota grup Garcia?”
“Kamu itu bicara apa? Jelas-jelas nyonya Mendoza sudah meninggal. Bagaimana mungkin bertunangan?”
“Benar, jangan asal bicara. Wanita di foto itu pasti bukan Nyonya Mendoza.”
Kasak kusuk para tamu undangan yang datang segera memenuhi indera pendengaran Armando.
“Jangan asal bicara!” teriak Armando. “Siapa yang berani membuat acara seperti ini?” Pria itu mengamuk tiba-tiba. “Siapa yang berani membuat acara ini? Bicaralah!”
Tirai di atas panggung perlahan terbuka, seiring sorot lampu yang mengarah ke sana. Perlahan dan semakin terlihat jelas. Di sebuah mahligai mewah, Alessandro Garcia sedang duduk bersanding dengan foto Virginia. Wanita itu tampak cantik, berbalut gaun pengantin yang indah, tersenyum bahagia.
Dengan sorot matanya yang dingin dan tajam, pria itu turun dari kursi, melangkah pelan mendekat ke arah Armando Mendoza.
“Selamat datang di acara pertunangan saya dengan Nona Virginia Fernandez.” Alessandro menunduk, mengambil sikap hormat. Namun seringai licik tercetak di sudut bibirnya. Sedetik kemudian mengangkat wajah, bukan menatap ke arah Armando, melainkan memperhatikan cincin yang melingkar di jari manisnya.
Armando terbelalak melihat cincin itu. Berjalan cepat ke arah Alessandro, menyerang untuk merebut. Alessandro dengan gesit menyembunyikan tangan di belakang punggung.
Armando mencengkram kerah pria itu. “Tuan Muda Garcia, apa maksudmu mengadakan pertunangan ini?”
Alessandro menatap jijik ke arah tangan Armando yang memegang jasnya.
Armando yang menyadari itu segera melepaskan cengkeramannya, membenahi jas pria itu yang terlihat kusut karena ulahnya. Memandang ke sekeliling dengan bingung.
“Apakah Virginia tidak meninggal? Apakah dia bersamamu?” tanya Armando penuh antusias
Alessandro mendekatkan mulutnya ke telinga Armando. “Armando Mendoza, Virginia Fernandez sudah lama meninggal. Kamu yang telah membunuhnya berkali-kali. Apa kamu lupa?”
Armando tertegun, tapi segera sadar. “Kalau dia memang sudah meninggal, kenapa mengadakan acara pertunangan seperti ini?”
“Karena hidup atau mati aku akan tetap menikahinya.” Alessandro menjawab tegas.
“Aku tidak mengizinkannya.” Armando hendak menyerang Alessandro, tetapi dengan cepat pria itu menangkap tangan Armando dan menghempaskannya hingga Armando terlempar mengenai meja kaca yang seketika pecah berhamburan.
Alessandro berjalan dengan tenang menghampiri Armando yang tampak kesakitan. Duduk berjongkok, menatap dengan seringai licik. “Armando Mendoza, kalian sudah bercerai. Kamu lupa lagi ya?”
Armando menggelengkan kepala. “Tidak. Kami tidak bercerai. Kembalikan cincin milikku dan Virginia.” Armando menangkap tangan Alessandro dan hendak merampas cincin itu. “Kembalikan!” Armando terus berusaha melepaskannya, tetapi dengan cepat Alessandro menarik tangannya dan menghempaskan Armando hingga pria itu kembali terjengkang.
Alessandro berdiri tegak, tinggi menjulang di hadapan Armando. “Tuan Mendoza selalu membawa surat cerai ke manapun, memang sengaja ingin memberitahu seluruh dunia bahwa kalian sudah bercerai? Bukankah benar seperti itu?” Alessandro berbicara penuh provokasi.
Armando menggeleng, mencoba bangkit, secepat kilat mengeluarkan surat cerai yang selalu dibawa. Menunjukkannya pada semua orang. “Aku dan Virginia tidak bercerai!” Dengan cepat Armando merobek kertas itu menjadi serpihan kecil-kecil.
“Surat cerai sudah tidak ada. Artinya aku dan dia tidak pernah bercerai selamanya. Virginia akan tetap menjadi milikku!” Armando kemudian melemparkan serpihan kertas itu ke udara.
Ha ha ha…
Alessandro tertawa dengan kencang. Sampai wajahnya menghadap ke langit-langit. “Tuan Mendoza, sepertinya aku ingat. Surat cerai itu adalah peninggalan terakhir dari Virginia untukmu. Benar bukan? Aku tidak percaya kau merobek nya.” kembali tertawa penuh kemenangan.
Armando seketika tersadar, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan, pria itu bergerak merangkak di lantai, mencari serpihan-serpihan kertas, mengumpulkannya.
"Tuan, ...?" Esmeralda menatap bingung sekaligus iba.
"Apa yang Tuan Mendoza lakukan?"
"Kenapa Tuan Mendoza jadi seperti itu?"
Kasak kusuk segera kembali terdengar. Para hadirin menganggap aneh tingkah Armando.
“Virginia aku tidak bermaksud membuangmu. Aku tidak bermaksud merobek nya.” Armando menangis tersedu-sedu.
“Tuan, ayo bangun. Jangan dikumpulkan lagi.” Esmeralda yang sejak tadi menyaksikan semua itu, mendekati bos nya sambil menghapus air matanya.
Alessandro menyeringai melihat apa yang dilakukan oleh Armando. “Perlahan tapi pasti, aku akan membuatmu menjadi benar-benar tidak waras.” Ternyata dia memang sengaja memprovokasi Armando untuk merobek surat itu.
“Besok aku akan membawa Virginia ke luar negeri. Jauh darimu, jauh dari keluarga Mendoza.”
“Apa hakmu membawanya pergi? Apa hakmu?” Armando berdiri dari tempatnya memunguti kertas dan seketika menghambur ingin menyerang Alessandro.
Dengan cepat Alessandro mengarahkan kakinya menendang Armando tepat di ulu hati. Tubuh Armando terlempar jauh.
“Tuan…!” Esmeralda mengejar mencoba menolong. Wanita itu begitu prihatin atas apa yang kini dialami tuannya.
Armando segera bangkit dan akan kembali menyerang. Namun, dengan cepat Alessandro menggerakkan telapak tangan hingga beberapa orang berjas hitam bergerak cepat menghadang. Dengan sigap mereka menangkap dan menyeret tubuh Armando keluar dari ballroom mewah hotel AMAZON.
Armando memberontak, apa daya ia tetap kalah tenaga.
Raut Alessandro kembali datar. “Armando Mendoza, seumur hidup kamu tidak akan bisa bertemu Virginia lagi.”
tapi akuh /Smirk//Tongue/