Bias Masa Lalu

Manik hitam Arga menatap lekat wanita yang tertidur lelap di dalam pelukannya. Tampak jelas sisa-sisa air mata yang membekas di pipi putihnya.

Beberapa kali Arga mengecup kening wanita itu. Lalu tersenyum geli saat melihat Gita yang mengernyit kesal karena terganggu olehnya. Arga merasa senang seolah menemukan permainan baru yang lebih mengasyikkan.

Di dalam hatinya, Arga sempat merasa sedikit bersalah. Tapi itu tak sebanding dengan kepuasan yang didapatkannya dari wanita ini.

Gita memang berbeda dari wanita-wanita yang selama ini menghangatkan ranjangnya. Ada sesuatu yang membuat Arga terus ingin menyentuh wanita ini.

Walaupun Gita sempat menolak dan memberontak di awal, tapi ketika wanita itu mendesah pasrah di bawah kukungan nya justru membuat Arga semakin terbuai dan hanyut. Suara yang keluar dari bibir mungilnya terdengar mengalun dengan indah.

Membuat darahnya semakin bergejolak dan jantungnya bahkan berdebar lebih kuat dibandingkan sebelumnya.

Arga memejamkan matanya sejenak, mengingat kembali panasnya percintaan mereka.

Bahkan Arga baru menyadari jika dia mengucapkan terima kasih pada Gita sebelum dirinya jatuh tertidur karena kelelahan mengulangi beberapa kali kegiatan panas itu.

Hatinya sempat berbunga saat menyadari jika Gita bukan wanita sembarangan yang mudah disentuh oleh lelaki. Arga yakin, jika Gita tak pernah berhubungan intim dengan lelaki lain setelah suaminya meninggal.

Arga tak pernah menyentuh wanita hingga sepanjang malam seperti ini. Hanya bersama Gita, hanya dengan wanita yang meringkuk di ranjang bersamanya ini, Arga melakukan hal yang diluar kebiasaannya.

Ditambah dia tadi malam tak menggunakan pengaman, sesuatu yang tak pernah dia lupa. Apalagi benda itu ada di saku celana yang dipakainya kemarin.

Tapi Arga tidak mau menggunakan benda itu. Hati dan otaknya bekerja sama membuat Arga tak bisa berpikir realistis.

Setelah ini, Arga yakin jika Gita bisa saja mengandung anaknya mengingat apa mereka tak hanya sekali saja melakukannya.

Walaupun tak ada niat untuk menikahi Gita, tapi dia juga tak bisa membiarkan anaknya begitu saja.

Ditengah kusutnya pikiran Arga, terdengar suara dering ponselnya. Arga yang tak ingin Gita terganggu tidurnya segera bergerak mengambil ponselnya.

Ternyata Alana, adiknya yang menghubunginya.

Arga bergegas memakai celananya dan berjalan ke luar kamar. Dia tak ingin suaranya membangunkan Gita.

"Halo, Al... Ada apa?" tanya Arga yang langsung bertanya tujuan adiknya menghubunginya.

"Kaak...!! Kakak ini gimana sih, malam ini acara pertunangan kakak, tapi kakak malah ngilang. Gimana sih? Mami udah uring-uringan ini. Kakak tau kan kalau mami udah marah, aku yang bakalan jadi sasaran mami. Kakak banget tega sama aku." Alana terisak saat mengeluarkan keluh kesahnya tanpa jeda. Terdengar sekali jika ibu muda itu tampak tertekan.

"Hmmm... Kakak akan tiba di sana tepat waktu. Kalian jangan khawatir. Kakak tidak akan ingkar janji sama kamu."

Arga mencoba menenangkan Alana agar tidak semakin tertekan dan berdampak buruk pada kesehatannya.

Alana baru saja selesai melahirkan, Arga tak ingin adiknya mengalami goncangan mental setelah beberapa kejadian buruk yang dialaminya sebelum melahirkan.

"Kakak beneran bakalan datang, kan? Jangan membuat malu mami kak, cukup aku saja dan juga.... laki-laki itu."

Alana sedikit enggan dan terdengar kebencian samar memanggil Rizal yang meninggal bersama selingkuhannya.

"Iya, kakak tau."

Arga kemudian menatap pintu kamar yang ditempati oleh Gita. Seketika saja perasaannya menjadi tak enak.

"Baiklah... Kalau begitu aku akan sampaikan ke mami kalau kakak akan langsung datang ke tempat acara." kata Alana terdengar semangat kembali.

"Ya..." ucap Arga lalu mematikan panggilan telepon itu.

Arga memijit pelipisnya, karena tiba-tiba saja kepalanya menjadi pusing.

Dia bertindak kejauhan, sempat melibatkan perasaan saat berhubungan badan dengan Gita.

Seharusnya itu tidak boleh. Gita adalah putri dari selingkuhan dan pembunuh ayahnya. Kedua orangtuanya yang tak tau malu dan hina itu tak pantas mendapatkan ucapan terima kasih dan simpatinya.

Seharusnya dia mencampakkan wanita itu setelah puas menidurinya. Bukan malah memeluk dan memberikan kehangatan pada Gita.

Arga menggeram kesal dan marah pada dirinya sendiri. Sempat-sempatnya dia merasa senang saat memeluk dan menggoda wanita yang sedang tidur itu.

Dengan langkah cepat dia pun segera berjalan ke kamarnya. Sebaiknya dia segera bersiap-siap meninggalkan tempat ini sebelum kewarasan hilang kembali.