Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34 ~ Papi Atau Abimanyu
Bab 34
Adel masih tidak percaya dengan penjelasan Abi tentang jati dirinya. Bahkan saat ini mereka sedang berada diruang kerja Abi. Kotak bekal yang dibawa Adel sudah dihabiskan Abi.
“Hm, enak.”
“Apanya yang enak, Cuma omelet dingin dengan capcay.”
“Tapi enak, aku suka makanan rumahan begini,” ujar Abi sambil menyeka bibirnya dengan tisu. “Tapi ini makan siang kamu, terus kamu makan apa dong?”
Adel mengedikan bahu sambil memandang sekeliling ruang kerja Abi. Terdengar ketukan pintu, ternyata Kemal.
“Eh, ada Nyonya. Waduh, saya bawa dua box doang ini,” ucap Kemal langsung duduk di sofa tunggal dan meletakan makan siang ke atas meja.
“Aku sudah kenyang, ini untuk kamu. Biar aku suapin ya.” Abi langsung mengambil salah satu box dan memeriksa menunya, memastikan masih layak makan. “Oke, aman. Aaa.”
Adel melirik ke arah Kemal yang terpaku memandang pasangan itu.
“Ayo makan, bekal kamu sudah aku habiskan. Jam istirahat sebentar lagi habis, harus balik ke meja kamu. Walaupun istri direktur, tidak ada pengecualian.”
“Aku bisa sendiri." Adel ingin mengambil alih makanan dari tangan Abi, tapi ditolak. Bukan hanya canggung karena niat sang suami menyuapi makan, tapi ada Kemal di sana. Mana mungkin pamer kemesraan pada pria itu dan heran juga karena sikap Abi yang semakin perhatian. Mungkinkah Abi mulai mencintainya, tapi Abel tidak ingin terlalu percaya diri. Fakta bahwa Abi bukan orang biasa membuat perasaannya semakin kerdil, perbedaan mereka terlihat semakin jauh.
“Anggap aja Kemal nggak ada di sini. Buka mulutnya.”
Sendok berisi makanan sudah berada di depan bibir Abel, perlahan ia membuka mulutnya, menerima suapan dari sang suami dan mengunyah pelan. Rasa mualnya mendadak hilang. Entah karena masih terkejut dengan kenyataan atau menikmati perhatian Abi.
“Ampun dah, kayak obat nyamuk gue. Makan di luar ajalah.” Kemal beranjak sambil membawa makan siang miliknya. “Silahkan dilanjutkan mesra-mesranya, Pak Indra minta bertemu dengan Nyonya muda,” ungkap Kemal sebelum membuka pintu.
“Gue ada rapat setelah ini,” sahut Abi masih memandang Adel dan menyuapi wanita itu.
“Sebentar aja katanya. Dari pada dia yang sidak ke divisi marketing. Malah makin heboh. Oke, jangan lupa ya. Permisi, Nyonya Abimanyu.”
Adel mengangguk sopan pada Kemal.
“Abaikan saja dia.”
“Mas Abi ih, malu tahu.” Adel mengunyah dengan menutup mulut karena sambil bicara.
“Ngapain malu. Jangan bilang kamu malu punya suami kayak aku,” seru Abi.
“Apaan sih, bukan itu. Maksudnya ngapain suapin aku depan Pak Kemal. Ini ‘kan kantor, seharusnya ….”
“Kita suami istri, wajar kalau suap-suapan. Ayo, buka lagi!”
“Sudah mas, kenyang aku. Yang ada nanti mual,” keluh Adel.
“Ya sudah. Kita ke ruangan papi.”
Abi membuka botol air mineral dan disodorkan pada Adel, tidak lupa dengan sehelai tisu untuk menyeka bibir. Padahal semua itu ada di meja dekat mereka dan Adel bisa melakukannya sendiri.
Tidak mungkin menolak. Wajah Adel merona dan hatinya menghangat dengan perhatian Abi.
“Harus sekarang?” tanya Adel setelah meneguk air dan menyeka bibirnya.
“Hm. Sebenarnya Papi minta ketemu kamu dari kemarin-kemarin, tapi aku yang larang.”
“Pak Indra tahu kamu menikah dengan aku, Mas?”
“Mana mungkin dia tidak tahu. Bahkan apa yang aku makan pun dia pasti tahu.”
Adel menarik nafas, merasa semakin kecil. Banyak hal berkecamuk di pikirannya. Bagaimana kalau Indra menolak pernikahan mereka, lebih parah meminta mereka bercerai. Papa pasti sedih dengan kenyataan itu, pikir Adel.
“Kamu kenapa?” tanya Abi mendapati istrinya terlihat resah.
“Aku takut kalau Pak Indra tidak setuju Mas menikah denganku.”
“Bukan Pak Indra, tapi Papi.” Tangan Abi terulur menyentuh pipi Adel, hal yang begitu dia suka. Menyentuh wajah dan rambut wanita itu, bukan karena penampilan Adel yang menggemaskan dan terlihat lebih muda dari usianya. Mungkin karena ia mulai menyukai atau malah mencintai.
“Jangan takut, Papi pasti setuju. Kalau tidak, aku kabur dan bawa kamu yang jauh biar dia tidak bisa bertemu dengan kita lagi. Paling nangis bombay di makam mami.”
“Kamu yakin Pak Indra, ehm, maksud aku papi setuju dengan pernikahan kita? Apalagi aku sedang hamil anak ….”
“Ssttt.” Abi menyentuh bibir Adel agar tidak melanjutkan ucapannya. “Jangan bicarakan itu, cukup percaya denganku. Biar itu aku yang urus.”
Jarak dari ruangan Abi ke ruang kerja Indra tidak jauh dan saat itu suasana lantai dua belas tidak ramai. Namun, Adel merasa perjalanan mereka sangat jauh bahkan ada rasa takut membuatnya memeluk lengan Abi.
Sampai di tujuan, sekretaris Indra langsung berdiri menyambut kedatangan mereka. Berbeda dengan Kemal yang masih menikmati makan siangnya.
“Siang Mas Abi.”
“Bapak,” tegur Kemal lalu menggeleng pelan mendapati Abi melepaskan pelukan Adel lalu me
“Eh, iya, Pak Abimanyu.”
“Hm. Papi di dalam?” tanya Abi.
“Iya, Pak. Baru selesai makan siang.” Sekretaris Indra sigap langsung menuju pintu, mengetuk dan membukakan dan mempersilahkan pasangan itu masuk.
Indra berada di sofa, fokus dengan layar ponsel. Dengan dahi berkerut, tampak begitu serius dan belum menyadari siapa yang datang.
“Mas,” bisik Adel dan Abi mengangguk seakan mengatakan semua akan baik-baik saja.
“Pih, menantumu datang.” Abi dan Adel menghampiri pria paruh baya itu
Refleks Indra langsung menoleh dan melepaskan kaca matanya.
“Selamat siang, Pak Indra,” sapa Adel lirih.
“Pak Indra?” tanya Indra menatap Adel.
“Ehm, maksud saya … Papi. Papi Indra.”
“Papi aja,” ujar Abi.
Indra malah terkekeh. “Papi Indra, boleh Juga. Sebutan itu membuat Papi merasa masih muda. Ayo, duduk!”
Abi dan Adel duduk bersisian di sofa panjang. Jika Abi terlihat santai berbeda dengan Adel yang gugup dan khawatir. Tidak menduga kalau dia akan bertemu dengan mertua di situasi begitu. Bahkan tidak pernah terbayang kalau Abi adalah putra pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Menatap wajah Indra, ia baru menyadari ketika tidak asing saat menatap Abi sebelum menikah juga tadi pagi saat melihat kedatangan Indra di lobby. Ternyata wajah tidak asing itu karena Indra dan Abi memang ada kemiripan.
“Gimana, lebih tampan Papi atau Abimanyu?” tanya Indra menyadarkan lamunan Adel.
“Jelas akulah. Iya ‘kan, sayang?”
“Eh, itu ….”
\=\=\=\=\=\=
Zahir di next chapter ya,, pelan2 harus diberi shock terapi 😀😀
Lagi bucin²nya suamimu..
🥹🥹🥹🥹🥹
anak yang terlahir dan dididik dari seorang pelakor mank beda yaaaa...
ngeri bener...gak takut dosa ke orang tua...
ya mau gimana lagi,sepak terjang emaknya aja dia tau,jadi ya hilang rasa hormat anak ke ibunya...
ayooook cari cara lain lagi ...
yang lebih dahsyat rencana nya...
yang bisa sekali tepuk kamu dan moda langsung ikutan modar
ada aja ya pemikiran mu Del 😆😆😆