NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1. ARUNA

Siang itu, matahari merayap cukup terik membanjiri seluruh permukaan bumi, mengirimkan cahaya keemasan yang menelusup di antara jendela kaca tinggi rumah sakit peninggalan Belanda itu. Bangunan tua bercat putih gading dengan pilar-pilar kokoh bergaya neoklasik masih berdiri anggun, meski beberapa sisinya telah retak dimakan usia. Di halaman depan, pepohonan trembesi menjulang, menaungi tanah yang dahulu sering dilewati para dokter Belanda dengan mantel panjang dan sepatu kulit mengilap. Kini, di abad ke-21, jejak itu digantikan oleh derap langkah dokter dan perawat muda berseragam putih, yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Di antara hiruk pikuk itu, berdirilah seorang perempuan muda dengan wajah tegas namun lembut: Aruna Prameswari. Usianya baru 27 tahun, namun namanya telah menjadi perbincangan banyak kalangan medis. Sejak menempuh pendidikan kedokteran, Aruna dikenal sebagai sosok jenius yang cepat memahami teori sekaligus piawai memeraktikkan keahliannya. Banyak profesor yang kagum pada ketajaman analisanya, bahkan beberapa menyebutnya sebagai 'dokter masa depan' karena idealismenya yang bersinar terang.

Bagi Aruna, menjadi dokter bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa. Ia percaya ilmu kedokteran bukan milik segelintir orang, melainkan jalan untuk menolong sebanyak mungkin manusia. Ia memandang sumpah dokter bukan hanya serangkaian kata, tetapi sebuah janji suci. Dan janji itu, baginya, harus ditepati tanpa kompromi.

Namun, idealisme itu perlahan diguncang.

Sejak pertama kali resmi bekerja di rumah sakit peninggalan Belanda di Jakarta ini, Aruna menemukan kenyataan yang berbeda dari yang ia bayangkan. Ia menyaksikan permainan kotor, dokter-dokter senior yang lebih sibuk mengejar proyek, mengutamakan pasien kaya daripada yang miskin, bahkan terkadang mengulur-ulur penanganan demi keuntungan pribadi. Hal-hal itu membuat dadanya sesak. Ia mencoba menegur, mengingatkan, bahkan melaporkan, tetapi sering kali suaranya dipandang sebagai keluguan seorang anak muda yang belum paham 'dunia nyata'.

Hari itu, amarahnya benar-benar memuncak. Seorang dokter senior sengaja menunda operasi seorang pasien miskin dengan alasan ruang operasi penuh, padahal ruangan itu justru digunakan untuk pasien lain yang berani membayar lebih mahal. Aruna menahan gemetar di tangannya ketika ia menyaksikan si pasien miskin, seorang bapak tua, menahan sakit dengan wajah pucat.

"Apa gunanya kita bersumpah untuk menolong siapa pun tanpa membeda-bedakan, kalau begini? Dasar para tikus gila uang," gumamnya lirih, hampir tak kuasa menahan air mata.

Aruna akhirnya melangkah keluar dari rumah sakit, mencari udara segar. Halaman depan dengan bangku-bangku tua peninggalan Belanda menjadi pelariannya. Ia duduk, meletakkan stetoskop di pangkuan, lalu menatap kosong ke arah langit yang sudah mulai dipenuhi awan putih tipis.

Dadanya penuh sesak. Rasanya, seluruh dedikasinya hancur terinjak-injak oleh keserakahan orang-orang yang seharusnya menjadi teladan. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan, membiarkan rasa frustasi itu mengalir begitu saja.

"Waarom zit zo'n mooi meisje hier alleen met zo'n boos gezicht?" (Mengapa gadis cantik duduk sendirian di sini dengan wajah kesal?)

Suara itu datang tiba-tiba, lembut namun penuh keingintahuan. Aruna terkejut, menurunkan tangannya, lalu menoleh. Di hadapannya berdiri seorang wanita paruh baya, berambut pirang pucat yang mulai dipenuhi uban. Pakaian yang ia kenakan sederhana, namun jelas terlihat bahwa ia bukan orang Indonesia. Dari sorot mata biru cerahnya dan juga bahasa yang digunakannya, Aruna langsung mengenali: wanita ini orang Belanda.

Aruna tersenyum tipis, meski wajahnya masih muram. Ia menguasai banyak bahasa, termasuk Belanda, sehingga tanpa kesulitan ia menjawab dengan lancar.

"Ach, Mevrouw, ik ben gewoon moe en een beetje teleurgesteld." (Ah, Nyonya, saya hanya lelah dan sedikit kecewa.)

Wanita itu tersenyum hangat, lalu duduk di sampingnya tanpa diminta. "Teleurgesteld? Waarom? Je bent dokter, nietwaar? Dat is toch een prachtige roeping." (Kecewa? Kenapa? Kau seorang dokter, bukan? Bukankah itu panggilan yang indah?)

Aruna mengangguk pelan. "Ja, maar soms voelt het alsof velen vergeten wat die roeping werkelijk betekent." (Ya, tapi kadang rasanya banyak orang lupa apa arti sebenarnya dari panggilan itu.)

Wanita itu menghela napas panjang. Matanya menerawang seakan terseret oleh kenangan jauh. "Dat is niet alleen van nu. Zelfs vroeger ... mensen vergeten vaak het hart van hun plicht." (Itu bukan hanya terjadi sekarang. Bahkan dulu pun ... orang sering lupa akan hati dari kewajibannya.)

Wanita itu memandang Aruna lekat, seolah melihat sanak keluarga yang dekat.

Aruna memandang wanita itu lebih dekat. "Bent u toerist?" (Apakah Anda turis?)

Wanita itu tersenyum, lalu menggeleng. "Niet zomaar toerist. Ik ben hier om de sporen van mijn voorouders te zien. Mijn familie leefde ooit hier, in dit land." (Bukan sekadar turis. Saya datang untuk melihat jejak leluhur saya. Keluarga saya pernah tinggal di sini, di negeri ini.)

Aruna mengerutkan dahi, rasa ingin tahunya bangkit. "En uw voorouder ... wie was hij?" (Lalu leluhur Anda ... siapa dia?)

Wanita itu menoleh, menatap Aruna dengan sorot mata yang dalam, seakan kalimat yang akan ia ucapkan bukanlah sesuatu yang remeh.

"Van der Capellen," jawab wanita itu dengan senyum yang luar biasa lembut. Seolah nama itu adalah nama dari orang yang paling ia kasihi sepanjang hidupnya.

Nama yang meluncur dari bibir wanita itu membuat Aruna terdiam. Sebuah nama yang pernah ia baca sekilas dalam catatan sejarah: seorang Gubernur Jenderal Belanda pada masa kolonial.

Wanita itu melanjutkan dengan suara lirih, "Mijn voorouder hield van dit land, van de mensen hier. Hij stichtte scholen, probeerde hun leven te verbeteren. Maar in zijn tijd werd hij door zijn eigen mensen gehaat. Ze noemden hem zwak, omdat hij te veel van dit land hield. Uiteindelijk werd hij gedwongen teruggestuurd, na tien jaar." (Leluhur saya mencintai negeri ini, mencintai orang-orang di sini. Ia mendirikan sekolah, berusaha memperbaiki kehidupan mereka. Tapi di masanya, ia justru dibenci oleh kaumnya sendiri. Mereka menyebutnya lemah karena terlalu mencintai negeri ini. Akhirnya, ia dipaksa pulang, setelah sepuluh tahun berkuasa.)

Aruna tertegun. Kisah itu menyentuh hatinya. Ia membayangkan seorang pejabat kolonial yang seharusnya menindas, justru memilih mencintai negeri jajahannya, hingga akhirnya ia sendiri dianggap pengkhianat oleh bangsanya. Ya, Aruna pernah membaca tentang Gubernur ini. Aruna bahkan tahu kalau Gubernur itu adalah satu-satunya pimpinan Hindia-Belanda yang paling manusiawi di antara semua Gubernur Belanda yang pernah berkuasa di negeri ini pada era kolonial dulu.

Namun sebelum Aruna bisa bertanya lebih jauh, terdengar suara laki-laki dari kejauhan. "Moeder! Het is tijd voor uw onderzoek!" (Ibu! Sudah waktunya pemeriksaan Anda!)

Aruna menoleh, mendapati seorang pria tinggi berwajah khas Eropa melangkah mendekat. Sorot matanya tajam, tubuhnya tegap, jelas bahwa ia bukan sekadar pengunjung biasa.

Wanita itu bangkit perlahan. Ia menepuk bahu Aruna lembut. "Ik moet gaan. Maar Meisje ... je lijkt echt op haar." (Aku harus pergi. Tapi gadis ... kau benar-benar mirip dengannya.)

Aruna terdiam, kebingungan. "Op wie, Mevrouw?" (Dengan siapa, Nyonya?)

Wanita itu hanya tersenyum samar, lalu melangkah pergi bersama pria itu.

Aruna masih duduk terpaku di bangku, mencoba mencerna kata-kata terakhir wanita itu.

Mirip dengan siapa? Pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban.

Aruna akhirnya berdiri, menghela napas panjang, lalu kembali melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Ia mencoba menyingkirkan rasa penasarannya, berniat melanjutkan pekerjaan. Namun baru beberapa langkah ia ambil, suara retakan keras terdengar dari atas bangunan tua itu.

"Aruna! Awas!" teriak seseorang.

Ia menoleh, namun terlambat. Salah satu bagian atap tua yang lapuk mendadak runtuh, menimpa tubuhnya. Segalanya menjadi gelap.

Rasanya Aruna seperti berada di dalam air yang dalam. Pengang, sepi, menyesakkan dan gelap. Samar-samar suara terdengar seperti radio yang mencari sinyal.

Saat Aruna membuka mata, ia tidak lagi berada di rumah sakit itu.

Yang pertama ia rasakan adalah tanah yang lembut dan aroma rerumputan basah. Ia terbaring di area terbuka, dengan langit biru membentang luas di atasnya. Udara terasa jauh lebih segar, lebih murni, seolah tak tercemar polusi. Ia terengah, mencoba bangkit, namun pandangannya teralihkan oleh sosok seorang wanita tua di sampingnya.

Wanita itu mengenakan kebaya lusuh berwarna cokelat, kain panjang sederhana melilit pinggangnya. Wajahnya keriput, namun matanya jernih penuh ketegasan. Ia menatap Aruna seolah sudah lama menunggunya.

"Anak muda ... kau akhirnya terbangun."

Aruna terpaku. Suaranya lirih, namun membawa sesuatu yang tak bisa dijelaskan, seakan sebuah cerita panjang akan segera terungkap.

Dimana aku? batin Aruna.

1
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Archiemorarty: Jomblo gigit jari aja pokoknya mah 🤣
total 1 replies
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
Archiemorarty: Van der Capellen aslinya di dunia nyata memang baik, sayang sma pribumi, sampe buatin sekolah khusus buat pribumi agar lebih maju. Sampe dikatain sma pejabat Belanda zaman itu kalau Van der terlalu lemah untuk seorang pemimpin hindia belanda /Grimace/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!