"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Kartika menyiapkan keperluan livenya agar nanti malam saat pukul 00.00 moment harbolnas tak akan terlewatkan dan disitulah momentum bagi oara penjual online untung besar sebab banyak customer yang sudah menantikan promo-promo ditanggal dan bulan cantik itu.
Saat Kartika sedang sibuk menyiakan lighting dan tak sadar pintu kamarnya yang memang sedikit terbuka, membuat perhatian Karim yang tadinya sekedar lewat selepas dari ruang kerjanya tergerak melihat apa yang sedang Kartika lakukan.
"Perlu bantuan?"
Kartika terkejut meski wajahnya biasa saja, "Boleh kalo gak ngerepotin Bapak Karim." Responnya santai masih tetap berberes keperluan live nanti.
Karim tidak sekedar basa basi, bahkan Karim mengambil kursi nyaman diruang kerjanya agar Kartika bisa duduk nyaman selama Live.
"Begadang nanti malam?" Karim tersenyum, Kamar Kartika sekarang sudah siap untuk digunakan live streaming jualan online.
"Ya, emang gitu biasanya. Kadang bisa sampe 3 jam lebih livenya. Setelah itu paling lanjut nulis."
"Boleh Mas temani?"
"Jangan!"
Saat tawaran itu meluncur dari mulut Karim, segera Kartika tolak.
"Oke. Mas ngerti. Mas juga gak mau ganggu kerjaan Kamu. Tapi, kalo perlu apa-apa kasih tahu Mas ya."
Tak enak hati, itulah yang Kartika rasakan. "Mau kopi?" Kartika memang selalu menjadikan Kopi sebagai tameng agar tahan melek saat live jualan online atas sedang menulis.
"Boleh."
Kini, di sofa ruang keluarga, Kartika dan Karim keduanya menyesap kopi dari cangkir masing-masing.
"Setiap malam begadang?"
Kartika meletakkan cangkir kopinya, meneguk hingga tersisa sepertiga cangkir kopinya, "Gak juga, tapi eh kayaknya iya juga sih belakangan. Gak bisa tidur."
Karim tersenyum, "Berarti Kamu itu kalong ya, betah melek kalau malem."
Kartika tertawa, "Sendirinya ngapain ngajakin ngopi sekarang? Kalo Lo gak bisa tidur jangan minta tanggung jawab Gue!"
"Maunya sih gitu, tapi ya nunggu ada aba-aba lah, baru gas!"
"Ish! Omongan Mantan Duda, gak jauh-jauh dari situ!"
"Kamu mikirnya apa? Mas itu maksudnya kalau Mas gak bisa tidur malam ini gara-gara ngopi ya Mas kan bisa bantuin Kamu Jualan Live, pikirannya tuh yang kemana-mana." Ledek Karim, membuat Kartika sukses mencebikkan mulutnya.
"Tik, Mas mau bilang sesuatu sama Kamu."
"Serius amat, emang mau ngomong apa sih, kayaknya penting."
"Mas cuma mau bilang terima kasih masih bertahan. Mas tahu, Kamu merasa banyak yang Mas sembunyikan ya selama ini. Tapi semua itu bukan hal yang penting dan bukan juga Mas diam-diam selingkuh, Mas hanya butuh waktu perlahan-lahan buat jujur sama Kamu."
Kartika meletakkan cangkir kopinya yang sudah tandas tak bersisa. Rupanya Karim menyadari apa yang selama ini Kartika rasakan.
"Kalau memang ada yabg mau Kamu tanyain sama Mas, gapapa. Tanya aja langsung sama Mas. Mas sebisa mungkin akan ceritain yang sebenarnya ke Kamu. Mungkin selama ini Kamu banyak bertanya-tanya soal ini dan itu yang terkait dengan Mas dan keluarga Mas, sejujurnya Mas sendiri bingung. Semua dalam hidup Mas curat marut. Gak ada yang bisa dibanggain. Kamu lihat sendiri gimana hubungan Mas sama Ayah Mas. Dan Ada duri dalam daging diantara Kami dan Kamu sudah ketemu langsung seperti apa Wanita yang sudah membuat Bunda Mas menderita. Mas gak tahu, kenapa sampai saat ini Mas masih sedak kalau ingat soal Bunda. Bunda itu cinta banget sama Ayah tapi kenapa Ayah tega ngelakuin dan mengkhianati kepercayaan Bunda. Mas sedih kalau inget bagaimana Bunda berjuang melawan sakitnya dan saat itu terjadi Atah malah membawa luka drngan menikahi Wanita yang sudah Bunda anggap sahabat."
Kartika menangkap raut kekecewaan dan kesedihan dalam wajah Karim.
"Dan soal Karina, Kamu jangan khawatir, sama sekali Mas gak ada kepikiran rujuk sama Dia. Kamu gak usah takut, karena bagi Mas Karina hanya sebuah masa lalu dan kesalahan yang seharusnya gak terjadi dalam hidup Mas."
"Tapi, Mas sama Karina, apa pernah punya anak?" Entah, sejak tahu kalau Karina masih membayangi hidup Karim, ada secuil rasa keingin tahuan dari hati Kartika bagaimana hubungan keduanya dulu.
"Tidak ada anak diantara Kami, dan itu adalah hal yang paling tidak mungkin."
Kalimat singkat Karim, terasa menggantung bagi Kartika.
"Mas, permisi ke kamar duluan ya. Kalau Kamu butuh sesuatu ketuk saja kamar Mas. Atau mau bobo bareng juga boleh."
"Makasi! Ga dulu deh! Masih sesuai komitmen aja ye!"
Karim meletakkan cangkir bekas Mereka ke wastafel di dapur kemudian memilih beranjak ke kamar, "Tika, terima kasih." Senyum Karim bersamaan kala mengatakan hal itu sebelum masuk ke kamarnya.
Kartika sejenak mencerna semua kata-kata yang Karim ucapkan. Meski masih banyak tanda tanya, namun saat Karim bercerita, Kartika bisa melihat ada sesuatu yang besar yang Karim sembunyikan namun entah apa, hanya raut kesedihan dan luka yang bisa Kartika tangkap saat Karim berbicara tadi.
"Maksudnya apa, soal Aku tanya anak Dia sama Karina? Ah! Mantan Duda bikin kepala Gue mumet! Dah lah! Mending Jualan dulu, Live aja dulu Kita! Biar Cuan Harbolnas sekarang! Semangat Tika!"
Sementara Tika dalam kamarnya sibuk live dan tentu saja tak memikirkan Karim seperti apa, Karim dalam kamar, saat masuk kembali berusaha tidur, dan masih seperti biasanya, mata Karim sulit terpejam.
Karim meraih botol kecil di laci nakas, meraih air putih dalam gelas dan meneguk dua pil yang biasa Ia konsumsi saat seperti sekarang.
Semua yang terjadi pada Karim, rupanya masih meninggalkan luka dan trauma.
Hingga kini, Karim masih dalam pengobatan dengan seorang Psikiater.
"Mas belum siap, kalau Kamu tahu sisi rapuh Mas yang ini Tika. Mas takut Kamu akan meninggalkan Mas." Karim berbaring di atas ranjang miliknya, membungkus dirinya dalam selimut tebal dan berusaha memejamkan mata.
Saat sendiri, bayangan-bayangan akan masa lalu, kepahitan yang Bundanya alami, dan bagaimana kejadian demi kejadian buruk yang menimpa dirinya membuat Karim sulit terpejam saat malam.
Karim meletakkan tangannya didahi, memejamkan mata, meski telinganya mendengar sekecil apapun suara yang terlintas pada indranya itu.
"Astaga! Gue kok bisa tidur disini! Nah, makhluk pemilik kamarnya kemana?"
Kartika menyingkap selimut yang membalut tubuhnya. Mencari si pemilik kamar yang tak terlihat keberadaannya.
Kartika menguap, menggeliat dan meregangkan rubuhnya. Nyaman. Memang beda ranjang dikamar Karim. Rasanya kok nyaman. Ups! Gak boleh! Jangan betah! Bahaya!
Kartika segera sadar, memeriksa pakaiannya, "Aman. Dia gak macam-macam kan pas Gue tidur? Tapi disitu juga aman. Gak ada tanda-tanda Gue abis di unboxing? Dih! Pikiran Gue ngeres amat! Ngarep gitu di obok-obok! Enggak lah!"
Klik!
"Sudah bangun?" Karim datang membawa nampan berisi makanan dan secangkir kopi.
"Mau makan atau mau mandi dulu?"
Kartika melihat pada nampan yang sudah berisi Nasi Goreng dengan telur mata sapi sempurna dan secangkir kopi.
"Lo masak? Kapan bangun?"
Karim tersenyum, "Banyak amat pertanyaannya. Makan dulu atau Mandi dulu? Atau mau Mas yang mandiin?"