NovelToon NovelToon
Iparku

Iparku

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Beda Usia / Keluarga / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Khozi Khozi

"mbak meli ,besar nanti adek mau sekolah dikota smaa mbak "ucap lita yang masih kelas 1 SMP
" iya dek kuliahnya dikota sama mbak "ucap meli yang sudah menikah dan tinggal dikota bersama suaminya roni.

apakah persetujuan meli dan niat baiknya yang ingin bersama adiknya membawa sebuah akhir kebahagiaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khozi Khozi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 27 aneh

Sesampainya di kos Lita, Meli segera menekan bel. Tak lama, pintu pun terbuka, dan tampak seorang perempuan yang belum pernah ia kenal sebelumnya berdiri di ambang pintu.

“Siapa kamu? Dan kenapa ada di kos adik saya?” tanya Meli dengan nada penuh curiga.

Perempuan itu tersenyum tipis. “Perkenalkan, saya Vina. Saya yang menjaga nona Lita di sini,” jawabnya sopan. Vina tahu betul siapa perempuan di hadapannya—istri Roni—dan ia sudah diingatkan untuk berhati-hati dalam memilih kata.

“Saya Meli, kakaknya Lita,” ucap Meli sambil menatap lekat-lekat, memperkenalkan dirinya dengan tegas.

“Oh begitu, silakan masuk, Kak,” sahut Vina sambil sedikit menunduk. Ia tidak memanggil Meli dengan sebutan “nyonya” karena hanya Lita yang diperbolehkan menyandang panggilan itu, sesuai dengan perintah Roni.

Meli melangkah masuk dengan hati yang masih diliputi tanda tanya. Ada sesuatu yang terasa janggal dari keberadaan perempuan bernama Vina ini. Mengapa ia bisa tinggal di rumah kos adiknya? Siapa sebenarnya yang menyuruhnya?

“Silakan duduk dulu. Mau saya buatkan minum apa?” tanya Vina dengan ramah.

“Tidak usah, saya bisa membuat sendiri,” jawab Meli dingin, masih belum bisa menyingkirkan rasa curiganya.

“Kalau boleh tahu, ada yang menyuruh kamu tinggal di sini?” tanya Meli lagi, kali ini suaranya terdengar lebih menekan.

Vina sudah siap dengan jawaban yang sejak awal diajarkan oleh Roni. “Tidak ada yang menyuruh. Saya hanya seorang perantau yang sedang mencari tempat tinggal. Malam itu hujan deras, dan secara kebetulan saya bertemu dengan nona Lita. Dia begitu baik hati, mau menerima saya untuk tinggal di sini. Sebagai balasannya, saya membantu menjaga beliau.” Vina berusaha menuturkan dengan tenang, meski dalam hatinya ia gelisah.

Meli terdiam sejenak. Ia tahu betul sifat adiknya. “Adik saya memang orang yang terlalu baik. Saya bangga bisa menjadi kakaknya,” ucapnya dengan nada tulus, meski pikirannya masih bergulat.

Belum sempat percakapan itu berlanjut, suara langkah terdengar dari arah tangga. “Kak Meli!” seru Lita yang dengan cepat menuruni anak tangga. Awalnya ia berniat mengambil makanan, tapi begitu mendengar suara kakaknya, ia segera turun dengan wajah berseri.

“Adek…” ucap Meli lirih, langsung memeluk Lita erat-erat. Rasa rindu yang ia pendam seketika pecah. Ia merasakan tubuh adiknya kini tampak lebih berisi, wajahnya pun lebih segar. Hatinya dipenuhi rasa syukur karena Lita terlihat sehat dan bahagia.

“Kapan Kak Meli datang?” tanya Lita sambil tersenyum lebar.

“Barusan, Dek,” jawab Meli, masih belum melepaskan pelukannya.

“Kenapa Kakak nggak bilang dulu kalau mau datang? Biar aku bisa masakin sesuatu untuk Kakak,” ucap Lita penuh semangat.

Meli mengusap rambut adiknya lembut. “Kakak nggak mau kamu kecapekan. Apalagi kamu pasti sibuk kuliah. Jangan sampai kamu terlalu lelah hanya untuk menyiapkan Kakak makanan.”

Lita menggeleng cepat, memegang tangan kakaknya erat-erat. “Aku nggak akan pernah merasa capek kalau untuk Kakak. Apapun pasti aku lakukan demi Kakak,” jawabnya dengan suara penuh ketulusan.

Meli menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca, hatinya dipenuhi rasa haru

Meli meletakkan gelas yang baru saja diisinya dengan air di atas meja. Pandangannya jatuh pada Lita yang sejak tadi hanya duduk diam di kursi ruang tamu, memainkan ujung jilbabnya dengan gelisah. Ada sesuatu pada wajah adiknya itu yang membuat Meli merasa perlu bertanya. Dengan suara pelan, ia berkata, “Kuliah kamu gimana hari ini? Tidak ada yang jahatin kamu kan di sana?”

Pertanyaan itu membuat Lita seketika terdiam. Hatinya mencelos. Kenangan tentang ejekan dan dorongan kasar yang barusan ia alami di kampus kembali terbayang jelas. Kata-kata menyakitkan yang tadi dilontarkan teman-temannya masih terngiang-ngiang di telinganya. Namun ia segera menunduk, berusaha menutupi keresahan yang sedang menghantam dadanya. Ia tahu, jika ia bercerita, kakaknya pasti akan kepikiran. Dan Lita tidak ingin menambah beban perempuan yang selama ini sudah banyak berkorban untuknya.

“Aku baik-baik saja di sana, Kak,” jawabnya akhirnya. Suaranya terdengar pelan, hampir bergetar, tetapi ia memaksakan senyum agar terlihat meyakinkan.

Meli memperhatikan Lita lekat-lekat. Ada keraguan di matanya, seakan ia tahu adiknya sedang menyembunyikan sesuatu. Namun, ia memilih tidak mendesak. Ia mendekat, lalu duduk di sebelah Lita. Dengan nada lembut penuh kasih, ia berkata, “Kalau ada apa-apa, sekecil apa pun itu, jangan dipendam sendiri ya. Ceritakan sama Kakak. Kakak ingin kamu tahu kalau kamu tidak sendirian.”

Lita mengangkat wajahnya sebentar, menatap mata kakaknya yang penuh ketulusan. Hatinya terasa hangat sekaligus nyeri. Ada air mata yang hampir jatuh, namun cepat-cepat ia tahan. Ia menunduk kembali, berusaha menyembunyikan perasaannya.

“Iya, Kak,” ucapnya pelan.

Kalimat singkat itu meluncur begitu saja, meski sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia sampaikan. Dalam lubuk hatinya, Lita ingin berteriak, ingin menangis, ingin menceritakan semua luka yang ia bawa pulang dari kampus. Namun bibirnya terkunci rapat. Untuk saat ini, ia memilih menyimpan semuanya sendiri, berharap suatu hari ia punya keberanian untuk benar-benar bercerita.

“Kita keluar ke mal gimana? Sekalian kita bisa habiskan waktu berdua,” ucap Meli sambil tersenyum hangat.

Lita langsung mengangguk antusias. “Aku siap-siap dulu ya, Kak,” jawabnya, lalu bergegas menaiki tangga. Dari bawah, Vina yang sejak tadi memperhatikan hanya bisa mengikuti dengan tatapan waspada.

Setibanya di kamar, Lita membuka lemari dan mulai memilih pakaian yang menurutnya pas untuk dipakai jalan bersama kakaknya. Namun baru saja ia menurunkan sebuah gaun dari gantungan, suara dingin Vina terdengar dari ambang pintu.

“Maaf, Nyonya. Tapi ada larangan untuk pergi keluar.”

Lita menoleh cepat, wajahnya langsung mengeras. “Kamu gila ya? Siapa kamu berani melarang aku untuk bersama kakakku?” suaranya meninggi, penuh perlawanan.

Vina menarik napas panjang, berusaha menahan diri. “Ini semua perintah. Lebih baik Nyonya beristirahat di sini saja.” Kalimat itu terdengar pelan, hampir seperti gumaman, karena ia tahu ucapan tersebut tidak akan didengar Lita.

“Aku tidak mau! Minggir dari hadapanku,” bentak Lita sambil mendorong Vina agar memberi jalan. Dengan langkah cepat ia menuruni tangga, lalu menghampiri kakaknya yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu.

“Ayo, Kak, kita berangkat,” katanya mantap sambil meraih tangan Meli.

Meli tersenyum lalu bangkit berdiri. Tanpa curiga sedikit pun, ia berjalan bersama Lita menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Vina hanya bisa berdiri terpaku di belakang mereka. Ada rasa ragu di hatinya, tapi ia tahu ia tidak bisa berbuat banyak. Ia tidak mungkin melarang Lita di depan Meli, karena hal itu hanya akan menimbulkan kecurigaan.

Dengan berat hati, Vina akhirnya membiarkan mereka pergi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!