Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 34
“Sak! Saka!"
Kerumunan Saka dan circle-nya terpecah dengan kehadiran seorang yang masuk secara rusuh ke ruangan itu. Debam sepatunya sampai menggema di seluruh ruang.
“Pandu!" Alfa mengenali anak itu. "Ngapa lu ampe ngos-ngosan gitu?” tanyanya seraya berdiri.
Pandu bukan anak kelas mereka, tapi Alfa mengenali karena anak itu tetangga tempat tinggalnya.
"Anu ... itu ...." Pandu setengah linglung, tangan dan jari bergerak ngaco. Wajahnya cemas sampai sulit berkata.
Saka berdiri lalu mendekati Pandu, karena namanya yang tadi dipanggil-panggil anak itu. "Lu tenangin diri dulu. Tarik napas, baru jelasin pelan-pelan."
Pandu mengangguk lalu melakukan apa yang Saka sarankan, setelahnya ... “Deja ... Deja, Sak!"
Saka menoleh Alfa dengan kening berkerut.
"Deja anak kelasnya," terang Alfa, lalu bertanya pada Pandu. "Kenapa sama Deja, Pan?"
Segera tanpa babibu Pandu menjelaskan detailnya, "Ada dua orang abang-abang cari Saka. Tapi Deja malah ngaku-ngaku jadi elu trus dibawa sama mereka," ungkapnya, mengarah lurus ke wajah Saka. “Gua sempet liat logo sweater yang dipake salah satu tu dua abang, mereka dari 'Monster'."
Saka tak paham, mengerut kening. "Monster itu jenis grub apaan?"
"Monster itu kelompok mafia, Sak. Mereka nguasain sebagian pasar-pasar di Jakarta, stasiun, bandara, sama mafia lahan juga." Yang menjelaskan Yudistira, cukup jelas dia tahu banyak poin tentang geng mafia itu.
Diangguki cepat oleh si Pandu.
"Kalo gitu mereka kelompok mafia non abal-abal, dong? Kenapa cari gua?"
Semua serempak menggeleng dan mengedik bahu, tidak ada yang tahu.
"Gua takut Deja kenapa-napa." Pandu mengutarakan kecemasannya.
"Emang, ngapa Deja ampe ngaku-ngaku kalo dia Saka?" Kali ini Ibrahim yang bertanya.
"Nah, bener tuh!" Alfa mengacungkan telunjuk, ikut serta dalam pertanyaan Ibrahim.
"Itu ..." Pandu kelihatan bingung sekarang, seperti tahu sesuatu tapi sulit menjelaskannya. "Itu Deja ... aduh gimana gua jelasinnya, ya ...."
"Ngomong aja, Pan," kata Alfa. "Siapa tahu kitaーkhususnya Saka, bisa bantu Deja."
Yang lain mengangguki.
Perlahan, Pandu pun menceritakan ....
Deja memiliki seorang kakak perempuanーDesi Aprila, yang masih duduk di semester tiga bangku kuliahnya. Namun sudah setahun ini, Desi menghilang, kuliahnya terbengkalai. Tapi setelah ditangani polisi, mereka tidak bisa menindak lanjut karena rekaman cctv kampus tempat terakhir kali Desi terlihat, tidak menunjukkan adanya penculikan seperti yang dilaporkan keluarga Deja.
Desi dijemput seorang lelaki dengan motor sport. Tidak ada paksaan, wajahnya bahkan terlihat senang. Polisi mengasumsikan itu kekasihnya, tapi baik Deja maupun semua anggota keluarga tidak satu pun mengenali siapa lelaki itu.
Sampai seorang teman ayahnya Deja mengenali logo di punggung jaket yang dikenakan lelaki yang membawa DesiーMonster.
"Jadi maksud lu, Pan ... Deja ikutin dua abang itu buat cari kakaknya?" Saka memastikan.
Yang langsung diangguki Pandu. "Kurang lebih gitu, Sak."
Jelas dan terhubung.
"Tapi yang gua bingung, kenapa mereka cari gua?"
Itu dia. Tidak satu pun memahami situasinya, semua menggeleng.
"Jadi gimana, Sak? Lu bakal gimana?" Alfa bertanya ingin tahu.
Saka belum menjawab karena belum tahu apa yang akan dia lakukan.
"Tolong, Sak. Lu kan hebat kelahi, tolongin Deja," Pandu memohon. "Kalo mereka terkenal dengan kekasarannya, berarti Deja dalam bahaya, 'kan? Apalagi kalo sampe ketahuan kalo ternyata dia bukan elu beneran."
Sekarang mereka bingung.
Lalu Saka bertanya, "Emang lu tahu, Pan, di mana markas Monster itu?"
"Gua bisa lacak GPS hapenya Deja," jawab Pandu, yakin. Artinya harapan selalu ada.
Sesaat Saka diam, lalu .... "Oke, gua coba, tapi gua gak janji buat hasilnya."
Pandu mengagguk cepat. "Gak apa, Sak. Yang penting kita usaha."
"Eh, tapi ...." Ibrahim sedikit ragu.
"Kenapa, Im?" tanya Alfa.
"Apa gak sebaiknya minta tolong polisi juga?"
"Lu mau nunggu 24 jam?!" sembur Alfa, mengingat jelas aturan kepolisian. "Bisa bonyok duluan si Deja."
"Bener," Gibran yang sedari tadi diam saja, mulai suara. "Ditambah Deja ikut dengan kemauannya sendiri."
Yang lain mengangguki.
“Hooh, ya?” Baim.
"Iya. Sekali pun libatkan polisi setelah 24 jam, gua yakin Monster itu punya jutaan alibi. Buktinya selama ini mereka aman dari hukum negara. Keterkenalan mereka yang keras dan bengis itu cuma stigma yang berkembang di kalangan masyarakat, bukan di kepolisian. Jadi mereka mulus secara hukum." Yudistira menambah dengan persepsi intelek-nya. Di kelas dia adalah nomor satunya.
Merenungkan semua info dari mulut teman-temannya, pada akhir Saka membuat keputusan, "Gua akan datang sendiri jemput Deja."
Semua melebarkan mata ke arahnya.
"Sak! Sendiri?! Yakin lu?!"
"Kalo memang mereka aman secara hukum, berarti gak terlalu bahaya. 'kan?"
Isi hati Saka lebih kepada cemas pada teman-temannya jika terlalu ramai terlibat.
Saka benar dengan ucapannya tadi, tapi ...
"HEY, KALIAN! KENAPA MASIH DI SINI! JAM ISTIRAHAT UDAH ABIS DARI TADI!" Seorang petugas kebersihan berdiri di ambang pintu membawa sapuーuntuk nyapu, bukan untuk mukuli bokong mereka. "CEPETAN MASUK KELAS!"
Anak-anak itu bubar kelabakan.
"Kita obrolin lagi pulang sekolah," kata Saka pada Pandu di tengah jalan.
"Oke."
.
.
Siang hari seperti yang direncanakan, Saka dan anak-anak tadi berkumpul di belakang sekolah.
Pandu yang masih ditunggu datang beberapa saat kemudian. Dia tidak sendiri, seseorang mengikutinya dari belakang.
Pandangan Saka dan teman-temannya jatuh pada mereka berdua, terutama cowok yang datang bersama Pandu.
"Kenalin, ini Jill Ardian, nama panggilan Jill aja, temen gua dari jurusan AP," Pandu memperkenalkan. "Dia orang yang nawarin diri masuk ke sarang Monster bareng lu, Sak. Anak sabuk item taekwondo."
"Waaa." Ibrahim dan Alfa mengagumi visual anak itu. Selain yang dikatakan Pandu bahwa Jill seorang atlet taekwondo, anak itu juga tampannya kelewat batas.
"Lu blasteran ya, Bro?" tanya Alfa, biasa ... iklan dulu.
Jill tersenyum. "Ya, Belanda Jawa Timur," jawabnya.
"Ajip! Keliatan banget, mata lu oren, Bro!”
Yudistira mengepruk kepala Alfa. "Oren! Lukata jeruk keliwat mateng!"
“Kan fakta, yud.”
"Udah udah." Saka mengambil bagian dirinya. "Hallo, Jill. Gua Saka. Udah siap masuk ke sarang kuman?"
"Si Anyeng!" Alfa terkikik.
Dengan senyum simpul, Jill menerima uluran jabat tangan Saka. "Siap!"
*
*
Seperti kata Pandu, GPS ponsel Deja menyala, sekarang posisinya sudah terlacak.
Letaknya cukup jauh, kurang lebih tujuh kilometer dari sekolah.
Tidak semua anak ikut. Ibrahim, Gibran dan Yudistira pulang karena sudah ada rencana lain dan mereka tidak seberani itu untuk ikut serta dalam misi yang cukup berat, seperti yang teman-teman mereka lakukan sekarang ini.
Alfa, Pandu, Jill dan Saka yang meluncur menggunakan mobil yang dikendarai Jill, mereka sampai di sebuah titik.
Negeri Konoha tidak masalah selama tidak ketahuanーanak-anak tanpa SIM berkendara sendiri. Sudah turun menurun walau bukan tradisi.
Scene ....
Seperti di film-film, geng mafia punya markas khusus.
Tidak jauh berbeda, bangunan yang dipilih mereka kusam dan suram.
“Lu berdua hati-hati, ya.” Pandu mengingatkan.
“Iyak, jangan ampe kecomot. Gua mohon.” Alfa menimpal sok memelas.
“Iye, Munah!”
“Gua serius, Saka!"
“Serius udah bubar!”
“Si anyer!”
“Baek-baek dah lu berdua di sini.”
“Iyeee.”
“Tolong jagain mobil nyokap gue," pesan Jill pada dua anak yang tetap di dalam mobilnyaーPandu dan Alfa.
“Siap!" tanggap Alfa, sementara Pandu hanya mengacungkan jempol.
Mobil terparkir di jarak tidak terlalu dekat dari titik keberadaan Deja.
Saka dan Jill berbagi pandang lalu saling mengangguk. Saat itu juga keduanya memasuki area yang kata orang-orang ... “jangan kesana!”