Kisah ini tampak normal hanya dipermukaan.
Tanggung jawab, Hutang Budi(bukan utang beneran), Keluarga, cinta, kebencian, duka, manipulasi, permainan peran yang tidak pada tempatnya.
membuat kisah ini tampak membingungkan saat kalian membacanya setengah.
pastikan membaca dari bab perbab.
Di kisah ini ada Deva Arjuno yang menikahi keponakan Tirinya Tiara Lestari.
Banyak rahasia yang masing-masing mereka sembunyikan satu sama lain.
____________
Kisah ini sedang berjuang untuk tumbuh dari benih menjadi pohon.
Bantu aku untuk menyiraminya dengan cara, Like, Komen dan Subscribe kisah ini.
Terimakasih
Salam cinta dari @drpiupou 🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Potongan masalalu Deva, Penjelasan
___
Sera membanting ponselnya ke sofa, matanya memancarkan api. "Kurang ajar! Setelah semua yang kulakukan, dia membentakku demi wanita itu!"
Kana mendekat, tangannya menenangkan Sera. "Sudah, Sera. Kita harus fokus pada rencana, Deva kurang stabil kamu sadar itukan?"
Wajah Sera melunak. Ia tahu, ingatan Deva tentang pembantaian 10 tahun lalu telah menghancurkan jiwanya. Peristiwa itu, di mana ia melihat ibunya dan seluruh keluarga Stafonso dibantai adalah trauma yang dalam. Deva, yang saat itu terguncang membuatnya melupakan malam itu. Walau berhasil selamat dengan bersembunyi, namun dia tak lagi sama.
"Aku akan mengurus ini," kata Sera, mengambil ponselnya lagi. "Aku akan mengumpulkan semua orang. Kita akan bertemu di tempat persembunyian."
___🌹🌹🌹__
Di mobil, Deva melirik Tuan Alfod yang masih syok. Tiba-tiba, sebuah kilasan ingatan melintas di benaknya. Aroma darah, jeritan, dan suara tembakan. Deva melihat seorang pria berpakaian serba hitam, dengan wajah tertutup, menusuk perut ibunya. Ia melihat tubuh ibunya jatuh, lalu pria itu berbalik dan menatapnya. Deva ingat, seorang wanita mengangkat tangannya, menikam ibu nya dengan wajah menyeringai meraihnya. Deva berlari menggenggam seorang gadis yang wajahnya tak terlihat jelas.
Ingatan lain muncul di kepalanya. Deva melihat seorang wanita itu tergeletak bersimbah darah. Lalu, wanita itu ditembak di kepala, wajah, dan dadanya. Itu adalah Wanita yang berlari bersamanya.
Keringat dingin membasahi wajah Deva. Ia menginjak rem, membuat mobilnya berdecit. Ia menoleh ke arah Tuan Alfod.
"Ayah... ayah... apa yang terjadi... dengan gadis itu?" bisiknya, suaranya bergetar.
Tuan Alfod terkejut. "Deva, apa yang kamu bicarakan?"
Deva menggelengkan kepalanya. "Aku... aku ingat. Gadis itu, Dia... dia dibunuh malam itu. Malam pembantaian di kediaman Stafonso—Ibu... Aku melihat siapa yang menusuknya."
Air mata mengalir di pipi Deva. "Aku ingat... aku melihatnya. Aku melihat mereka membunuh seluruh keluargaku."
Tiara yang melihat Deva seperti itu, meraih tangan Deva dan menggenggamnya. "Mas... Mas Deva... kamu harus kuat."
___🌑🌑🌑___
Setelah menempuh perjalanan yang menegangkan, Deva menghentikan mobilnya di sebuah rumah tua yang tersembunyi di tengah hutan.
Rumah itu tampak kosong dan tidak terawat, namun di dalamnya, terdapat bunker rahasia yang telah disiapkan oleh Sera.
"Deva, dimana ini?" tanya Tuan Alfod, matanya memancarkan kebingungan.
"Ini tempat aman, Ayah. Tidak ada yang akan menemukan kita di sini," jawab Deva. "Di bawah tanah ada bunker yang telah di rancang dengan sempurna."
Deva, Tuan Alfod, dan Tiara turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Tiara terus terdiam, gemetar. Ia tahu, kehadirannya membawa masalah bagi semua orang.
Tiba-tiba, sebuah pintu rahasia terbuka. Yasmin keluar dari sana, dengan wajah cemberut. "Lama banget sih! Gue udah nungguin dari tadi," keluhnya. Matanya melihat ke arah Tiara dan Tuan Alfod.
"Kau membawa wanita itu ke sini?" tanya Sera, suaranya dingin.
"Ya... dia tahu segalanya," jawab Deva. "Dia juga korban, Ser."
"Korban?" Sera tertawa sinis. "Korban seperti apa yang mau bersekongkol dengan pembunuh?" Sera yang kesal meninggalkan dua sejoli yang mulai memamerkan kemesraan mereka tanpa tahu malu.
Tiara menunduk, air matanya menetes. "Aku dipaksa," bisiknya, suaranya lirih. "Oma Barbara... dia mengancam akan membunuhku jika aku tidak mengikuti perintahnya."
Deva menyentuh bahu Tiara, mencoba menenangkannya. "Aku akan membantumu, Tiara. Aku janji."
Yasmin memutar bola matanya. "Terserah. Yang penting, Tuan Alfod aman." Ia melangkah pergi, masuk kembali ke dalam bunker.
Di balik pintu bunker, Kana menjelaskan semuanya kepada Tuan Alfod. Ia menceritakan bagaimana ia dan Sera merencanakan balas dendam, bagaimana Deva dan Yasmin ikut dengan mereka, dan bagaimana mereka akhirnya menemukan dalang di balik semua kejahatan.
"Jadi... kau melakukan semua ini... untuk membalas dendam?" tanya Tuan Alfod, tidak percaya. "Kau rela mempertaruhkan nyawamu dan juga nyawa keluarga Morgez yang lain?"
Kana tidak menjawab. Ia tahu, Tuan Alfod tidak akan mengerti. Ia tidak akan pernah mengerti betapa beratnya beban yang mereka pikul.
Pria itu mencintai Barbara, jadi sulit untuk menjelaskan semuanya.
Sera melirik Deva, lalu mendengus. "Baiklah. Sekarang, kita semua ada di sini. Kita harus bersembunyi sementara waktu, aku akan mengabari Robert dan Keluarga ku. Kana sebaiknya kau kabari Keluarga mu."
Kana mengangguk.
Lalu, Sera menunjuk ke sebuah layar besar di ruangan itu. Di sana, terdapat foto Barbara, Dimitris, dan Roselin. Di bawah foto mereka, terdapat foto-foto lain yang menampilkan orang-orang yang telah mereka bunuh, termasuk keluarga Stafonso.
"Mereka telah menghancurkan hidup kita. Mereka telah mengambil orang-orang yang kita cintai," kata Sera. "Sekarang, kita akan mengambil apa yang mereka miliki."
"Pembantaian itu di dalangi oleh Dimitris dan di eksekusi oleh Barbara."
"Tidak mungkin," bisik Tuan Alfod.
"Percayalah pada kami, Ayah," kata Deva.
"Kami punya bukti."
Sera menunjukkan sebuah dokumen rahasia. "Ini adalah rencana mereka untuk mengambil alih perusahaan Tuan Alfod. Di dokumen ini, ada nama Dimitris dan Barbara sebagai dalang."
Semua orang terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa Dimitris dari keluarga Trovic adalah dalang di balik semua ini.
"Lalu, apa rencana kita selanjutnya?" tanya Yasmin, matanya tajam.
"Kita akan membuat mereka saling bunuh," kata Sera, senyumnya dingin.
"Kita akan menaburkan benih keraguan di antara mereka, dan kita akan melihat mereka hancur dari dalam."
Dia dengan gemetar mengeluarkan sebuah foto, di sana terlihat Barbara sedang berbicara dengan Roselin. Di belakang mereka, terdapat sebuah ruangan yang sangat gelap.
"Ini adalah kamar rahasia yang Barbara gunakan untuk pertemuan rahasianya. Aku mengambil foto ini saat aku masuk ke sana, dan aku juga merekam semuanya."
Deva, Kana, Yasmin, Sera, dan Revan, Taun Alfod mereka semua menatap foto itu. Dan mulai berdiskusi tentang rencana mereka selanjutnya.
___🐎🐎🐎___
Setelah berjam-jam berdiskusi mereka semua bubar dan beristirahat.
Saat Deva ingin melangkah bersama Tiara sambil menggenggam tangan istri keduanya itu, Yasmin menghampirinya.
"Deva! Gue mau bicara sama Lo!" Ujar Yasmin. Matanya menatap nyalang ke arah Deva.
Deva mengangguk dan mengikuti langkah kaki Yasmin ke ruangan sebelah. Setelah sampai, Yasmin terdengar mengumpat lirih.
"Begoo banget sumpah! Sera nyuruh Lo cari petunjuk dari Tiara, korek informasi! Bukan bawa dia ke tempat persembunyian kita! Lo kalau tolol nggak nanggung Dev! 🐕 Lo!" Tangan Yasmin dengan santainya mendorong keras kepala Deva."
"Brengsek! Gila yah! Bagaimanapun dia istri gue! Lo nggak ada hak ngatur-ngatur gue! Diem Lo!" Bentak Deva yang tak terima diperlakukan kasar oleh Yasmin.
"YAUDAH! DASAR HAUS SELANGKANGAN!!!" Suara Yasmin menggelegar, membuat yang lain tersentak mendengarnya.
Kana memejamkan matanya, bibirnya menipis. Lalu terdengar hembusan nafas kasar. "Tenang Kana ini bukan saatnya."
___bersambung__
selamat atau gimana Thor ?