Ayah kandung yang tega menjadikan putra keduanya bayang-bayang untuk putra pertamanya. Menjerumuskan putra kedua menuju lembah kehancuran yang menimbulkan dendam.
Ayah dan saudara yang di cari ternyata adalah sosok manusia namun tak berperasaan. Sama seperti iblis yang tak punya hati.
"Rahmat Rahadian"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neng Syantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EGOMU MENGABAIKAN HATI & PERASAANMU!
“Hallo, Mbah Utie. Apa kabar di sana?” tanya seorang bocah melalui sambungan telpon.
“Mbah Utie, baik. Nina di sana baik-baik ya, sama ibu. Mbak Utie di sini cari uang yang banyak buat, Nina beli obat. Biar cepat sembuh,” kata seseorang yang di panggil Mbah Utie itu.
“Nina, menelpon Mbah Utie karena ingin memberi tahu. Bahwa Nina sudah sembuh,” kata anak yang ada di seberang telpon.
“Benarkah?” tanya Mbah Utie.
“Benar, ini Mbah Utie berbicara sama Ibu. Nina juga lagi di rumah sakit sekarang, tinggal nunggu pulih saja,” kata anak itu.
Anak itu, memberikan ponsel yang ia pegang kepada ibunya.
“Hallo, Mbok!” kata ibu dari Nina.
“Hallo, Nduk. Apa yang terjadi? Kenapa Nina bilang kalian di rumah sakit?” tanya Mbah Utie.
“Benar, Mbok. Kami di rumah sakit, Nina sudah di operasi,” kata ibu Nina.
“Di operasi?” Mbah Utie terkejut “Dari mana kamu mendapatkan biaya untuk mengoperasi Nina?” tanya Mbah Utie.
“Dua hari yang lalu, ada beberapa pria yang berpakaian serba hitam. Membawa aku dan Nina dengan paksa, Mbok. Awalnya kami takut, tapi aku tetap membawa Nina pergi bersama mereka, karena takut mereka akan membunuh kami. Tapi gak di sangka, mereka membawa kami ke rumah sakit,” jelas Ibu Nina.
“Jadi begitu? Tapi apa kamu ingat ciri-ciri mereka, terus apa yang mereka katakan?”
“Enggak, Mbok. Tapi, aku ingat. Salah satu dari mereka memakai topeng,” jelas ibu Nina. “Dan pria bertopeng itu di sebut sebagai Bos oleh pria yang lainnya,”
“Sudah jelas, tuan muda yang melakukannya,” guman Mbah Utie yang ternyata adalah Mbok Jum.
“Ya, sudah kalau begitu. Kamu urus anakmu, Mbok akan kirimkan uang besok,” kata Mbok Jum, lalu menutup sambungan telpon tersebut.
Yang sebelumnya terjadi, “Nina, cepat habiskan makanan mu, ibu mau menyapu halaman dulu ya,” kata ibu Nina pada Nina yang sedang duduk di kursi dengan memangku piring yang berisikan nasi dan juga sekeping tempe goreng.
“Iya, bu!” anak itu patuh, lalu segera meyendok nasinya.
Belum lagi anak itu selesai menghabiskan sarapannya, sekelompok pria berbaju serba hitam dan juga kacamata hitam, datang seperti hendak merampok.
“Siapa kalian?” tanya ibu Nina yang terkejut, sapu yang ada di genggaman tangannya terjatuh begitu saja.
“Bawa, mereka!” perintah seseorang kepada anak buahnya tanpa basa-basi.
“Baik, Bos!” para anak buah pria itu segera bertindak.
“Ada apa ini? Apa yang kalian lakukan, tolong lepaskan kami,” kata ibu Nina sambil memberontak.
“Siapa kalian? Tolong jangan sakiti ibu Nina, Nina mohon, huhuhuu.” Anak itu menangis.
Tapi, para pria berbaju hitam itu tidak mendengarkan, salah satu dari mereka segera menggendong Nina, dan yang lain nya membawa paksa ibu dari Nina.
Mobil mewah melaju, memecah jalanan kampung yang berbatu itu, satu setengah jam kemudian. Mobil yang membawa paksa ibu dan anak itu, tiba di sebuah rumah sakit Kota.
“Apa yang ingin kalian lakukan? Kenapa membawa kami kesini?” ibu Nina berteriak-teriak.
“Kau bisa diam tidak?” bentak salah satu pria berbaju hitam itu, sambil menodongkan pistol kepada ibu Nina.
Ibu Nina ketakutan dan langsung terdiam dengan tubuh bergetar dan juga berkeringat dingin.
Tapi sesaat kemudian, ibu Nina menjadi heran. Pasalnya, Bos pria yang menolongnya itu membawa Nina berjalan memasuki rumah sakit itu.
“Urus anak ini, segera lalukan operasi pada jantungnya,” ucap pria itu kepada Dokter.
“Baik, Tuan Jackson!” balas dokter itu kepada pria yang membawa Nina, yang ternyata adalah Jackson.
“Lalukan yang terbaik, jangan sampai membuatku kecewa. Atau rumah sakit ini akan aku hancurkan,” Jack menekan kata hancurkan, membuat dokter separuh baya yang ada di hadapannya itu ketakutan.
“Kami semua, akan melakukan yang terbaik,” kata Dokter itu.
“Kalian semua, segera urus anak itu! Beri dia suntikan penenang,” perintah Dokter kepada perawat yang ada bersamanya.
Sedangkan di luar ruangan, Ibu Nina masih terus menangis. Ia takut terjadi sesuatu kepada putrinya, apalagi kondisi putrinya itu sangat lemah. Tidak sama dengan anak seusianya.
“Tolong aku, kalian apakan putriku? Aku ingin melihatnya,” kata Ibu Nina, terus memohon kepada anak buah Jack yang menahannya.
“Sebentar lagi, kau bisa menemui putrimu yang lemah itu!” suara Jackson menghentikan teriakan Ibu Nina.
“Kau, kau apakan putriku? Apa yang kau lakukan?” Ibu Nina mendekati Jack lalu memegang lengan Jack. Tapi Jack tidak diam saja, ia menepis tangan itu dengan kasar.
“Jangan berani-beraninya menyentuh kulitku, apalagi tubuhku!” Jack menatap tajam kepada Ibu Nina, membuat Ibu Nina melangkah mundur dari hadapan Jack.
Dua jam kemudian, dokter keluar daru ruangan operasi, ia mengatakan pada Jack, bahwa operasi berjalan dengan lancar. Dan Nina sudah boleh di pindahkan keruangan lain.
“Tuan Jackson, pasien sudah selesai di operasi, operasi juga berjalan dengan sangat lancar dan juga sudah kami pindahkan, sebentar lagi akan siuman,” jelas Dokter itu.
“Bagus, pergilah dari hadapanku!” usir Jack dengan tatapan tak bersahabatnya itu.
“Kau, sudah boleh menemui putrimu,” kata Jack kepada Ibu Nina. Setelah berkata seperti itu, ia pun segera mengajak anak buahnya pergi.
“Kalian berdua, tetaplah berjaga di sini sampai keadaan anak itu pulih. Dan sisa nya ikut aku kembali,” kata Jack.
Ibu Nina segera berlari ke arah ruangan Nina di rawat. Melihat putrinya baik-baik saja, Ibu Nina segera menemui dokter.
“Dokter, bagaimana dengan biaya operasi anak saya, saya belum memiliki uang untuk saat ini,” kata Ibu Nina kepada Dokter.
“Ibu tidak usah khawatir, semua biaya rumah sakit ini sudah di bayar oleh orang tadi,” orang yang di maksud dokter itu adalah Jackson.
.
.
.
“Tuan Muda, terimakasih sudah mau membantu, Mbok,” kata Mbok Jum saat menyiapkan makan malam di atas meja.
“Apa maksudmu?”
“Maksud, Mbok. Terimakasih sudah membiayai operasi cucu, Mbok.”
“Aku tidak melakukan apapun!” Jack mencoba berkilah.
“Anak, Mbok. Di kampung, sudah menceritakan semuanya kepada, Mbok,” kata Mbok Jum sambil menundudukan kepalanya.
“Baguslah kalau begitu,” kata Jack datar. “Kalau begitu, kau akan lebih tahu diri bekerja di tempat ini,”
“Iya, Tuan Muda. Mbok tidak akan melakukan kesalahan, Mbok, akan mengabdikan sisa hidup Mbok, pada Tuan Muda,” Mbok Jum berkata seperti itu, ia sangat bersyukur cucunya bisa sembuh.
“Cepatlah, siapkan makanan untuk ku!” perintah Jack. Mbok Jum segera bergegas kembali menuju lemari makanan, ia segera menyelesaikan meyusun makanan di atas meja makan itu.
Setelah semua siap, Jack segera menyantap makan malam nya seorang diri. Karena Dean dan Sam berada dirumah utama, yaitu rumah kakek.
Mbok Jum terus menatap Jack yang sedang fokus pada makanan yang ada di piring nya.
“Mbok, tau. Kamu masih Rahmat yang sama, yang selalu perduli pada orang lain. Hanya saja, Egomu selalu mengabaikan hati dan perasaanmu,” batin Mbok Jum.