Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Xander terbangun saat sore menjelang. Setelah membersihkan diri, ia berlatih dengan mengelilingi pinggiran pantai. Sampai saat ini, ia belum mendapatkan rencana apa pun untuk menyelamatkan keluarganya dan Evan Krest.
Langit sudah bersolek senja. Matahari nyaris berada di ufuk barat. Suara perahu terdengar dari kejauhan, disusul suara kawanan burung yang akan kembali ke sarang. Suasana indah ini seakan berbanding terbalik dengan suasana hati dan pikiran Xander.
Xander berhenti di tengah pantai, membiarkan air laut membasahi kakinya yang bercampur pasir. Selama beberapa waktu, ia memandangi langit yang sudah bersiap menyambut malam. Tubuhnya terdiam, tetapi pikirannya berkelana untuk mencari rencana terbaik.
Govin mendekat pada Xander. "Tuan, mata-mata kita di pasukan Edward kembali memberikan informasi mengenai Caesar dan Franklin. Mereka berdua ikut dalam pencarian Tuan Evan Krest."
Xander seketika berbalik, terkejut, mengepalkan tangan erat-erat.
"Caesar dan Franklin mulai mengumpulkan pasukan mereka dan membaginya ke dalam beberapa kelompok untuk memulai pencarian. Di sisi lain, kita juga mendapat kabar jika Tuan Dalton dan Tuan Jasper baru saja pergi ke luar kota untuk melakukan pelatihan."
"Kita tidak punya pilihan lain untuk cepat bertindak." Xander terdiam, memejamkan mata. Begitu membuka mata, langit sudah sepenuhnya gelap. "Makan malam tinggal menghitung menit, tapi aku belum menemukan rencana apa pun."
Xander berbalik, berjalan ke sisi laut. Tatapannya memindai keadaan sekeliling. Pantulan bulan terlihat terombang-ambing di air laut yang bergerak-gerak. "Caesar dan Franklin ikut dalam pencarian Evan Krest. Kelompok-kelompok kuat lain juga tidak akan melewatkan hal ini. Mungkin jika keluarga kelas atas juga ...."
Xander seketika terdiam, tersenyum. Sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya, menyinari kegelapan pikirannya. "Aku tahu rencana yang bisa aku lakukan.”
Xander menatap Govin. "Govin, bagaimana dengan Evan Krest dan yang lain?"
"Mereka sudah berada di rumah mereka, Tuan."
"Kita sebaiknya segera menemui mereka untuk makan malam. Aku sudah mendapatkan rencana untuk melindungi keluargaku sekaligus melindungi Evan Krest dan keluarganya."
Govin terdiam sesaat. "Baik, Tuan."
Dua puluh menit kemudian, Xander sudah berada di tengah-tengah Evan Krest, Bernard, Darren, dan Kelly untuk makan malam. Selama waktu tersebut, tidak ada obrolan apa pun sampai sajian di meja habis tak bersisa.
Kelly dan Darren segera membereskan piring dan gelas kotor, mencucinya.
"Kau sepertinya sudah mendapatkan rencana, Alexander. Aku tidak sabar untuk mendengarnya," kata Evan Krest seraya berdiri dari kursi. "Aku akan menunggumu dan pasukan intimu di ruang berkumpul lima menit lagi."
Bernard menatap Xander sebelum akhirnya menyusul Evan Krest ke ruangan.
"Jujur saja, aku semakin tegang dari waktu ke waktu," ujar Darren, "semakin lama berpikir, semakin yakin jika bahaya yang besar sedang menunggu kami."
"Ya, aku setuju dengan hal itu," sahut Kelly.
"Tapi, kami tentu saja tidak boleh berdiam diri seperti pengecut dan menyerahkan semuanya padamu, Alexander." Darren tersenyum. "Kami juga akan melindungi keluarga kami."
"Memang sudah seharusnya kita melindungi keluarga kita dengan sebaik mungkin dan saling melindungi satu sama lain," ujar Xander dengan kepalan menguat.
Xander, Govin, Miguel, dan Mikael bergabung dengan Evan Krest, Bernard, Darren, dan Kelly di dalam ruangan.
"Aku akan membicarakan lebih dulu rencanaku," kata Bernard, "melihat banyak dan kuatnya musuh yang sedang mengincar ayahku, aku berencana untuk mengamankan ayahku ke negara tetangga Caldora jika keadaan bertambah buruk ditandai dengan masuknya sebuah kelompok ke pulau Tuzon. Negara Caldora adalah negara yang relatif lebih aman dan netral. Di sana, kami akan mengganti identitas kami dan memulai kehidupan baru dengan bantuan darimu, Alexander. Selama masih dalam keadaan aman, aku akan tetap melatihmu sesuai dengan permintaan ayahku."
"Aku setuju dengan rencana pelarian ke negara Caldora. Aku juga akan membantu sesuai dengan yang sudah aku janjikan. Hanya saja, aku dan keluargaku tidak memiliki banyak koneksi besar di negara tersebut sehingga akan cukup sulit bagiku untuk memberikan bantuan jika suatu saat terjadi sesuatu negara itu, terlebih jarak dari Vistoria dan Caldora terbilang cukup jauh dan memakan waktu lama."
"Lalu, apa rencanamu Alexander?"
"Aku akan membentuk kelompok untuk berpura-pura memburu Tuan Evan."
"Berpura-pura memburu?" Evan Krest terkejut, tersenyum setelahnya. "Katakan."
Xander mengangguk. "Seperti yang sudah kita ketahui bersama, jika keluarga Ashcroft akan ikut terseret ketika pemerintah ketiga negara mengetahui hubunganku dengan Tuan Evan. Jika hal itu benar-benar terjadi, maka aku dan keluargaku akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Hal itu juga berpengaruh pada bantuan yang aku berikan nantinya. Aku membentuk kelompok untuk ikut andil dalam memburu Tuan Evan guna mengecoh pemerintah ketiga negara dan kelompok-kelompok lain dan menarik perhatian mereka."
"Selama dalam masa pencarian, kelompokku akan memberikan petunjuk-petunjuk palsu untuk membingungkan mereka. Jika mereka tidak terjebak dengan petunjuk palsu, maka kelompokku akan mengumumkan bahwa kelompokku sudah mendapatkan Tuan Evan tiruan dan beserta keluarga tiruannya. Untuk mensukseskan hal itu, aku akan bekerja sama dengan sekutuku yang ahli dalam bidang kedokteran dan penyamaran."
"Bagaimana jika pemerintah Vistoria curiga pada kelompokku, Alexander?" tanya Darren, "dalam informasi yang aku terima, kekayaan keluargamu bahkan bisa membeli negara Vistoria. Hadiah dari pemerintah Vistoria tentu tidak akan berarti apapun untukmu.”
"Kau benar. Tapi tetap saja aku akan diuntungkan. Dengan aku menyerahkan tiruan Tuan Evan pada pemerintah negara Vistoria, posisiku dan wewenang keluargaku akan semakin tinggi di negara Vistoria." Xander menjeda sejenak. "Pihak ketiga negara pasti akan berlomba-lomba mendekatiku untuk menyerahkan tiruan tuan Evan dan tiruan keluarganya."
"Lalu, bagaimana jika rencanamu gagal, Alexander?" Bernard bertanya. "Pemerintah dari ketiga bisa saja tidak langsung percaya padamu dan justru mulai melakukan penyelidikan untuk memastikan kebenaran mengenai sosok tiruan ayahku. Mereka justru bisa menyerangmu bersamaan. Dan jika itu terjadi, kau akan mengalami kesulitan. Hal itu juga akan merembet pada keselamatan ayahku."
"Kita tidak boleh membiarkan rencana itu gagal." Xander menunduk sesaat. "Jika pihak pemerintah dari ketiga negara mengumumkan jika sosok tiruan Tuan Evan yang berhasil kelompokku tangkap bukan Tuan Evan sebenarnya, aku hanya tinggal mengakui kekeliruan dan pencarian akan kembali dilakukan."
"Ada kemungkinan jika pihak pemerintah ketiga negara, khususnya pemerintah negara Vistoria mencurigai kelompokmu dan keluargamu. Hal itu dibuktikan dengan mereka yang mengunjungi Tuan Marcus dan berusaha mencari informasi dengan menempatkan beberapa kamera pengawas. Jika mereka berani bertindak seperti itu, mereka tentunya memiliki sesuatu untuk bisa mengalahkanmu dan keluargamu, Alexander," kata Kelly.
Xander terdiam agak lama. "Satu-satunya di keluargaku yang mengetahui informasi mengenai Tuan Evan secara pasti adalah kakekku. Bahkan, ayahku tidak mengetahui soal Tuan Evan sebelum kakekku yang menceritakannya.”