NovelToon NovelToon
Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Status: tamat
Genre:Ibu Mertua Kejam / Misteri / Tumbal / Poligami / Harem / Era Kolonial / Tamat
Popularitas:260.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: Hayisa Aaroon

Di Era Kolonial, keinginan memiliki keturunan bagi keluarga ningrat bukan lagi sekadar harapan—melainkan tuntutan yang mencekik.
~
Ketika doa-doa tak kunjung dijawab dan pandangan sekitar berubah jadi tekanan tak kasat mata, Raden Ayu Sumi Prawiratama mengambil jalan yang tak seharusnya dibuka: sebuah perjanjian gelap yang menuntut lebih dari sekadar kesuburan.
~

Sementara itu, Martin Van der Spoel, kembali ke sendang setelah bertahun-tahun dibayangi mimpi-mimpi mengerikan, mencoba menggali rahasia keluarga dan dosa-dosa masa lalu yang menunggu untuk dipertanggungjawabkan.

~

Takdir mempertemukan Sumi dan Martin di tengah pergolakan batin masing-masing. Dua jiwa dari dunia berbeda yang tanpa sadar terikat oleh kutukan kuno yang sama.

~

Visual tokoh dan tempat bisa dilihat di ig/fb @hayisaaaroon. Dilarang menjiplak, mengambil sebagian scene ataupun membuatnya dalam bentuk tulisan lain ataupun video tanpa izin penulis. Jika melihat novel ini di

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hayisa Aaroon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adu Jotos

Soedarsono kemudian terdiam, mencoba mengingat beberapa hari terakhir dengan lebih teliti. 

Tanda menggelap seperti itu jelas masih baru, paling tidak kemarin atau kemarinnya lagi. Pikirannya mulai merekonstruksi kejadian-kejadian yang mencurigakan.

Lalu ia teringat saat dua malam lalu ia pulang malam dari kadipaten dan mendapati istrinya tak di rumah. 

Abdi dalem mengatakan bahwa istrinya menengok bayi yang baru lahir milik saudaranya, sedang malam itu adalah gilirannya tidur di kamar Pariyem. Ia tak menaruh curiga saat sang istri belum juga pulang hingga larut.

Saat sarapan keesokan harinya, Sumi beralasan roda kereta rusak sehingga terlambat pulang. Sekarang Soedarsono mengambil kesimpulan bahwa malam itu mungkin juga dihabiskan bersama Martin.

Sedangkan semalam, Sumi izin pulang lebih cepat, beralasan tidur di rumah saudaranya karena tidak enak badan. 

Dan di pesta kemarin, jelas tergambar bagaimana Martin sangat tertarik pada istrinya. Pemuda itu juga pergi lebih dulu dari pesta—jelas mereka bersama lagi semalam.

Apalagi dari percakapannya dengan Martin, ia tahu sang istri juga berkunjung ke kediaman van der Spoel siang harinya.

Dengan langkah tergesa, Soedarsono memanggil salah satu abdi kadipaten yang berjaga malam, memerintahnya untuk memastikan apakah Sumi semalam benar menginap di rumah saudaranya atau tidak.

Abdi itu membungkuk dan segera berangkat. Soedarsono masih sabar menunggu, ia perlu bukti yang kuat sebelum bertindak.

Pria itu duduk di kursi rotan di beranda, menatap langit yang masih gelap. Rokok demi rokok ia habiskan, tangannya gemetar menahan amarah yang membara. 

Satu jam kemudian, utusan itu kembali dengan membawa kabar yang semakin membakar amarahnya.

"Ampun Ndoro," lapor abdi itu dengan gugup. "Penjaga rumah berkata, kusir Ndoro memang mengantar Raden Ayu ke sana kemarin, tapi Ndoro Ayu meminta kusir di sana untuk mengantar pulang."

Soedarsono mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jadi Sumi berbohong. Ia tidak tidur di rumah saudaranya. Lalu di mana ia menghabiskan malam?

Amarah semakin bergemuruh di dadanya mendapati istrinya bermain dengan pria yang lebih muda darinya. 

Pria itu kembali ke kamar, duduk di kursi di samping tempat tidur, memandangi perempuan yang begitu dipujanya.

Rasanya masih sulit dipercaya Sumi mengkhianatinya dengan seorang pemuda Belanda. Jika itu pemuda biasa, sudah barang tentu dia akan menghabisinya tanpa pikir panjang. Tapi ini adalah seorang tuan muda dari keluarga kaya raya, bahkan lebih kaya darinya.

Pikiran jahat mulai merasuki benaknya. Mungkinkah istrinya ini licik sekali? Mungkin ia sengaja menggoda seorang pemuda yang masih polos untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak setelah menjadi janda?

Sampai pagi Soedarsono duduk di kursi itu, ditemani cerutu yang entah sudah berapa batang ia habiskan. 

Sepanjang malam itu juga, hanya nama "Martin" yang terus keluar dari mulut Sumi yang tertidur, semakin membakar amarahnya.

Fajar mulai menyingsing saat Sumi mulai menggeliat bangun. Matanya terbuka perlahan, kilatan mimpi panas bersama Martin membuat sekujur tubuhnya meremang. Ia mengusap wajah dan bangkit sembari menggelung rambutnya yang panjang.

Namun ia agak terkejut mendapati kancing kebayanya terbuka. Buru-buru ia membetulkannya dengan dada berdebar, bertanya-tanya apakah sang suami yang membukanya atau tanpa sengaja terbuka sendiri.

Kakinya turun dari ranjang dan ketika menyibak kelambu, ia terkejut bukan main mendapati sang suami duduk dengan tatapan dingin, mata yang merah karena tidak tidur semalaman.

"Bersiaplah," ucap Soedarsono dengan suara datar. "Kita pulang pagi ini. Keadaan Romo sudah membaik."

Itu saja yang diucapkannya. Soedarsono bangkit dan keluar dari kamar tanpa menatap istrinya sama sekali.

Sumi ketakutan, tapi fakta bahwa suaminya tidak marah besar sedikit membuatnya tenang. Pikirnya mungkin suaminya belum melihat tanda-tanda itu di tubuhnya.

Ia membersihkan diri dan berdandan seperti biasa, bersiap untuk pulang. Suaminya tidak terlihat lagi di kamar, dan seorang abdi berkata bahwa sang suami menunggu di kereta.

Sumi bergegas ke beranda utama di mana kereta suaminya sudah menunggu. Suaminya sudah duduk di dalam, diam dengan tatapan kosong. Di tangannya, cerutu menyala dengan asap yang mengepul.

Sumi berdiri di depan pintu kereta. "Ini masih pagi sekali, Kangmas. Apa tidak menunggu nanti dan berpamitan dengan Ibu juga Romo?"

Soedarsono berkata tanpa melihat wajahnya, "Tidak perlu. Semalam Ibu berkata tidak sudi melihat wajahmu lagi."

Mendengar itu, Sumi patuh memasuki kereta. Sang suami yang biasa membantu naik, kini hanya diam. Pandangannya masih terlihat pilu ke arah depan.

Di sepanjang perjalanan, suaminya sangat diam. Semua jendela dibiarkan terbuka, sedang pria itu hanya sibuk merokok. 

Sumi berdebar, tapi tak berani membuka percakapan. Suaminya yang diam terasa selalu lebih mengerikan.

Sumi melihat ke jendela. Matahari perlahan naik, terang. Tapi ia yang sudah hafal jalan agak heran melihat kereta tidak berbelok ke arah rumah mereka, dan sang suami masih sangat diam.

Yang lebih membuatnya berdebar, mulai tampak pagar tinggi kediaman van der Spoel. Kereta memasuki halaman rumah mewah itu dan suaminya masih sangat diam, tapi ada aura berbahaya yang mulai menguar darinya.

Martin dan ayahnya sedang minum teh pagi di beranda saat pelayan mengatakan bahwa Raden Mas Soedarsono datang berkunjung.

Martin berdebar kencang, firasat buruk menghinggapinya. Sedang Johan tampak bingung dengan kunjungan pagi yang tidak lazim ini.

"Selamat pagi, Raden Mas," sapa Johan sopan seperti biasanya. "Ada keperluan penting hingga datang sepagi ini?"

Soedarsono mencoba tetap ramah pada Johan. "Selamat pagi, Tuan van der Spoel. Maaf mengganggu pagi-pagi."

Tapi begitu melihat Martin yang terpana melihat Sumi berdiri di belakangnya, amarah yang sudah ia pendam seharian sudah tidak bisa dibendung lagi.

Tanpa peringatan, sebuah tinju keras langsung menghantam wajah Martin, membuat pemuda itu terhuyung ke belakang.

"Berani-beraninya kau menodai istriku!" teriak Soedarsono dengan suara menggelegar.

Johan dan Sumi terkejut bukan main. Johan langsung mencoba melerai, "Raden Mas! Ada apa ini?"

Tapi Martin yang tak terima dipukul, membalas pukulan Soedarsono. Keduanya kemudian terlibat adu jotos yang sengit.

"Berhenti!" teriak Johan panik, mencoba memisahkan keduanya. "Ada apa sebenarnya?"

Sumi berdiri membeku, wajahnya pucat pasi melihat suaminya dan Martin saling pukul. Rahasia yang ia kira tersembunyi rapi, ternyata sudah terbongkar. Dan sekarang, badai yang ia takutkan akhirnya tiba.

Para pelayan berteriak-teriak, berusaha melerai. Namun kemarahan kedua pria itu begitu besar, sulit untuk dihentikan. 

Soedarsono dengan amarah seorang suami yang dikhianati, dan Martin dengan harga diri seorang pemuda yang merasa direndahkan di kandangnya sendiri.

"Cukup!" teriak Johan akhirnya dengan suara yang memekakkan telinga, berhasil membuat keduanya berhenti sejenak. "Semuanya masuk ke dalam rumah! Sekarang!"

Dengan napas terengah-engah dan pakaian yang berantakan, ketiga pria itu akhirnya masuk ke dalam rumah, disusul Sumi yang berjalan dengan lutut lemas, tahu bahwa malapetaka dalam hidupnya baru saja dimulai.

1
Kustri
yo pantes yn pariyem diadohne ro anak'e...karo ibune sak enak'e ngunu
Kustri
jayeng mejelma jd wasiem kala itu
krn putus asa
Kustri
sumi jg lancang, tamu koq g sopan, ngucluk meh ng dapur
Kustri
anak polah bopo kepradah kui
jayeng sg berulah bapa'e sg nanggung
Kustri
mesakno ki joyo, difitnah
Kustri
si jayengrana ra muleh ra digolek i
mosok ra curiga
Kustri
sejarah terulang, beda'a ini jayeng
Kustri
kui lg sekuku balesn soko perbuatanmu, drg kabeh yo
Kustri
jiwamu ng wadah sg salah jayeng, ra bakal mulus rencanamu
Kustri
energi'a bedalah, martin beragama lha kamu pemuja setan👻
Kustri
oowh pates si dar ws sadar, saiki dadi martin palsu
tambah bahaya, tp yakin sg salah tetep kalah💪👍
Kustri
dar... dar... sadar o, sumi ws mbok culke, entukmu opo sumi malah soyo gething
Kustri
hahaa... ada dukungan tak terduga u sumi, bumerang u mu Dar👻
Kustri
cemen kowe Dar, munafik🖕👊👎
Kustri
kuwe kalah pengalaman ttg bisnis, okol mbok GD ke Dar... Dar
Kustri
ayo tangi tangi!!! ojo ngimpi Dar...
Kustri
dgn martin akhir'a bs punya anak
krn kutukan sm sudar tdk bs punya anak
Kustri
othor'e luar biasa👍👍👍
Kustri
nasi sdh mjd bubur... buatlah bubur yg enak Tin !!!
susi susilowati
sangat bagus karyamu thor... semoga jadi pelajaran bagi kita semua
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!