Mei Lan, seorang gadis cantik dan berbakat, telah hidup dalam bayang-bayang saudari kembarnya yang selalu menjadi favorit orang tua mereka. Perlakuan pilih kasih ini membuat Mei Lan merasa tidak berharga dan putus asa. Namun, hidupnya berubah drastis ketika dia mengorbankan dirinya dalam sebuah kecelakaan bus untuk menyelamatkan penumpang lain. Bukannya menuju alam baka, Mei Lan malah terlempar ke zaman kuno dan menjadi putri kesayangan di keluarga tersebut.
Di zaman kuno, Mei Lan menemukan kehidupan baru sebagai putri yang disayang. Namun, yang membuatnya terkejut adalah gelang peninggalan kakeknya yang memiliki ruang ajaib. Apa yang akan dilakukan Mei Lan? Yuk kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jamuan Makan
Malam harinya.
Kekaisaran Giok Surgawi tampak berkilau diterangi lentera-lentera emas yang tergantung di sepanjang jalan menuju istana. Kereta kuda keluarga Mei bergerak perlahan di antara dua barisan prajurit istana yang berjaga.
Suara langkah kaki kuda berpadu dengan dentingan lembut lonceng kereta.
Begitu kereta berhenti di pelataran megah istana, para pengawal istana segera menyambut mereka dengan hormat.
“Selamat datang, keluarga Nona Mei,” kata salah seorang pengawal sambil menunduk.
Wei dan Dao turun lebih dulu dari kuda mereka. Dengan sigap, keduanya membantu sang ibu, Nyonya Rong, turun dari kereta.
Sementara itu, Chen, dengan wajah bersih dan rapi mengenakan hanfu biru muda, segera melangkah ke depan dan mengulurkan tangan pada Mei.
“Pelan-pelan, A-Mei,” katanya lembut.
Mei menatap Chen sebentar, lalu tersenyum tipis dan menerima uluran tangannya. “Terima kasih, Chen.”
Begitu kaki Mei menyentuh tanah, suara berat namun ramah terdengar dari arah tangga istana.
“Salam hormat, Nona Mei, Tuan Muda Wei, Tuan Muda Dao, dan Nyonya Rong,” sapa Jenderal Ying, pria berumur sekitar lima puluhan dengan janggut rapi dan mata tajam. Ia mengenakan hanfu kebesaran dan tampak sangat berwibawa. “Apa kabar kalian setelah perjalanan panjang dari Selatan?”
Mei menunduk hormat diikuti oleh keluarganya. “Senanng berjumpa lagi dengan Jenderal Ying. Kami baik-baik saja, Jenderal Ying. Terima kasih sudah menyambut kami.”
Jenderal Ying tersenyum ramah. “Bagus. Mari, Yang Mulia Kaisar telah menunggu di aula utama.”
Sebelum melangkah masuk, Mei menoleh pada Chen dan berbisik lembut, “Chen, jangan pergi kemana-mana. Tetap di dekatku, mengerti?”
Chen menatapnya dengan wajah serius lalu mengangguk cepat. “Chen akan diam dan tidak membuat masalah.”
Mei tersenyum kecil. “Baik, itu baru pintar.”
Mereka berjalan menyusuri jalan batu putih yang berkilauan di bawah cahaya lentera giok. Istana Giok Surgawi berdiri megah dengan pilar-pilar tinggi, atap emas, dan ukiran naga di setiap sudutnya.
Mei diam-diam menarik napas kagum. Dalam hatinya ia berbisik, Jadi beginilah wujud istana masa kuno sungguh megah dan penuh aura spiritual.
Wei yang berjalan di sampingnya tersenyum kecil. “Kaisar Zhu Wan benar-benar tahu cara menunjukkan kekuasaannya.”
Dao terkekeh pelan. “Hati-hati bicara, Kak. Dinding di sini mungkin punya telinga.”
Nyonya Rong menatap kedua putranya dengan tatapan lembut namun tegas. “Kalian berdua, tetap jaga wibawa. Kita tamu adalah tamu.”
Kini mereka tiba di depan sebuah pintu besar. Begitu pintu besar aula dibuka, suara tabuhan musik lembut terdengar, dan aroma dupa mewah memenuhi udara.
Di ujung aula, Kaisar Zhu Wan duduk di singgasana berlapis giok, mengenakan jubah emas berhias naga berkepala dua. Di sisi kanan berdiri Permaisuri Hua Lin, berwajah lembut dan anggun, sementara di sisi kiri tampak Selir Agung Lian Mo dan Selir Utama Kan Mui, keduanya dengan ekspresi angkuh.
Tak jauh dari sana, duduk Putra Mahkota Zhu Jin, seorang pemuda tampan dengan tatapan tajam, serta tiga putri kekaisaran yang mengenakan busana mewah dan satu pangeran muda yang terlihat santai.
Rong, Wei, Dao, dan Mei segera berlutut dan memberi hormat.
“Salam hormat kami untuk Yang Mulia Kaisar Zhu Wan, Permaisuri Hua Lin, Selir Agung, Selir Utama, Yang Mulia Putra Mahkota, serta keluarga kekaisaran,” ucap mereka serempak dengan suara tegas.
Kaisar Zhu Wan tersenyum tenang dan mengangguk. “Bangunlah. Tidak perlu terlalu formal. Kalian adalah tamu kehormatanku malam ini. Selamat datang di istana Giok Surgawi.”
“Terima kasih, Yang Mulia,” jawab mereka serempak.
“Silakan duduk,” ujar Kaisar sambil mengisyaratkan tangan.
Saat mereka duduk, mata Kaisar Zhu Wan sempat berhenti menatap Chen. Wajahnya berubah sekejap sorot matanya terkejut, seolah melihat sesuatu. Namun, sesaat kemudian, ekspresi itu lenyap, berganti senyum tipis yang tenang.
Chen yang polos menatap balik tanpa takut. “Yang Mulia, kenapa melihat Chen seperti itu?”
Kaisar Zhu Wan tertegun sepersekian detik, lalu tersenyum tipis. “Ah, tidak ada apa-apa, wajahmu hanya mengingatkanku pada seseorang.”
Mei menatap Chen sekilas, lalu kembali menunduk hormat. Terlihat Kaisar Zhu Wan terlihat tersenyum canggung.
Permaisuri Hua Lin menatap mereka dengan tatapan lembut, terutama pada Mei. “Nona Mei, sungguh mempesona. Tak heran namamu banyak dibicarakan di seluruh kekaisaran.”
Mei membungkuk sedikit. “Permaisuri terlalu berlebihan memuji. Hamba hanyalah gadis biasa.”
Selir Lian Mo mendengus pelan sambil berbisik ke Kan Mui, “Gadis biasa, katanya, tapi seluruh kekaisaran seolah menjadikannya legenda.”
Kan Mui tersenyum miring, ikut berbisik, “Kita lihat saja sampai sejauh mana ‘legenda’ itu bertahan.”
Kaisar kembali menatap ke arah Mei dan berkata dengan suara yang penuh wibawa namun tulus, “Sudah lama aku mendengar tentangmu, Nona Mei. Bahkan Zhen sangat penasaran dan ingin bertemu.”
Mei menunduk, Kaisar Zhu Wan kembali melanjutkan ucapannya. “Berkat saran dan pengetahuan Nona Mei, kekaisaran ini terbebas dari kemarau panjang. Rakyatku tidak lagi menderita, sawah kembali hijau, sungai mengalir deras. Bahkan kejeniusanmu dalam ujian masuk Akademi Surgawi membuat seluruh negeri gempar. Sungguh beruntung Giok Surgawi memiliki bakat sepertimu.”
Mei kembali membungkuk sopan, suaranya tenang dan merendah. “Yang Mulia terlalu memuji. Hamba hanyalah melakukan apa yang seharusnya. Semua itu karena bimbingan langit dan kemurahan hati Yang Mulia yang mencintai rakyatnya.”
Kaisar tersenyum kecil. “Kata-katamu indah seperti air yang menyejukkan. Kalau begitu, biarlah malam ini menjadi malam kebahagiaan. Mari kita mulai jamuan makan malam.”
Para pelayan segera masuk membawa hidangan mewah di atas piring giok. Makanan mewah tersaji di depan mereka semua.
Ketika percakapan ringan dimulai, Kaisar Zhu Wan beberapa kali masih melirik ke arah Chen. Matanya tampak menyimpan sesuatu keheranan, mungkin juga rasa takut yang samar.
Chen yang duduk di samping Mei tampak biasa saja, tapi sesekali matanya menatap Kaisar dengan dingin, berbeda dari sifatnya yang polos.
Mei sempat memandang ke arahnya, tapi Chen cepat-cepat tersenyum lembut dan berkata pelan, “A-Mei, makanannya enak sekali.”
Mei tersenyum tipis. “Iya, Chen. Nikmati saja.”
Mereka menikmati hidangan yang ada, meski baru pertama kalinya datang ke istana. Mereka terlihat sangat rapi dan tenang.
Di sisi putra mahkota Zhu Jin, terlihat seorang gadis yang berusia 15 tahun seusia Mei yaitu putri Zhu Shu, terus menatap Mei dengan tatapan penasaran.
Putra Mahkota Zhu Jin juga terlihat terus menatap Mei, dengan tatapan yang kagum dan penasaran.
Mei menyadari kedua tatapan bersaudara itu. Tapi Mei hanya terlihat tenang dan santai, seolah-olah tidak tahu sama sekali.
Di samping putri Zhu Shu, dua saudaranya yaitu putri Zhu Phi dan Zhu Li menatap tajam ke arah Mei.
.
ksiham ya knp si mei lan sllu di bully apa slah mei lan.coba