Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Reyver terhuyung-huyung saat Carlo melepaskan cengkeramannya. Darah segar mulai mengalir dari pelipis, yang tergores peluru panas dari pistol milik Carlo. Walaupun dirinya berhasil menghindar dan tidak mendapatkan luka fatal, tetapi goresan tersebut cukup untuk membuatnya merasakan pening ekstrem.
Demi menopang tubuhnya agar tidak ambruk, Reyver bertumpu pada tepian meja yang tidak jauh dari ranjang. Sekeras mungkin ia hempaskan rasa sakit yang mendera, ia selimuti hati dengan ambisi untuk menghabisi Carlo.
Sampai kemudian, Reyver berhasil mendapatkan kembali tenaganya. Menangkis hantaman demi hantaman yang dilayangkan Carlo padanya.
"Kau tetap tidak akan bisa melawanku, Rey!" bentak Carlo. Lama-lama muak juga menghadapi Reyver yang benar-benar memberontak, sedikit pun tak bisa diluluhkan.
Padahal, Carlo masih berkeras hati ingin menundukkan Reyver dan membuatnya menjadi bawahan yang paling patuh. Sialnya, semua itu sekadar angan yang tak mungkin tersampaikan. Karena buktinya, sampai di ambang maut pun, Reyver masih terus melawan.
"Kau ... ah!"
Carlo meringis kesakitan saat hantaman Reyver berhasil mengenai wajahnya. Tepat di sudut mata, dan itu membuat pandangannya sedikit buram dalam beberapa saat.
Tanpa banyak bicara, Reyver yang merasa mendapatkan celah langsung melayangkan pukulan kedua. Kali ini tepat di pangkal hidung dan sukses membuat tubuh Carlo sedikit limbung.
Reyver tak ingin melewatkan kesempatan emas tersebut. Dengan gerak kilat dia acungkan pistolnya, lantas ia lepaskan tembakan tepat ke arah kepala Carlo.
Sialnya, Carlo yang menyadari itu langsung menghindar dengan cekatan. Sehingga hanya bahu kirinya yang menjadi sasaran peluru Reyver.
Andai hanya anak buah, pasti langsung terkapar dan tewas saat itu juga, karena peluru Reyver sudah dilumuri racun yang mematikan. Namun, ini adalah Carlo, pimpinan dari farmasi gelap yang berpengaruh di kelas dunia. Maka tak heran jika racun tersebut tak sepenuhnya bekerja, sekadar menyisakan ngilu yang tak seberapa.
"Sialan!" geram Carlo ketika Reyver kembali melepaskan tembakan. Meski tak melukainya, tetapi nyaris saja lengan kiri yang menjadi sasaran.
Menyadari bahwa Reyver sudah menyerang secara membabi buta, Carlo pun melangkah cepat meninggalkan ruangan tersebut. Bukan untuk kabur, melainkan mencari tempat lain sembari menunggu Reyver lelah dan lengah.
Setibanya di lobi, Carlo menghentikan langkahnya. Ia lihat Reyver yang masih mengejar, dan kemudian ikut berhenti dan terdiam sesaat.
Menyaksikan itu, Carlo tersenyun puas. Memang ini tujuannya membawa Reyver ke lobi, agar lelaki itu melihat sendiri bagaimana kondisi Robert. Pria kekar yang sebelumnya menjadi pendukung terkuat Reyver, kini terkapar bersimbah darah dengan lengan dan kaki yang nyaris terpisah dari tubuhnya.
Meski darah bukan lagi hal asing bagi Reyver, tetapi melihat kondisi Robert yang mengenaskan, bohong jika hatinya tidak bergetar. Secara otomatis, pikiran Reyver langsung membayangkan dirinya yang ada di posisi itu setelah ini. Bukan mustahil. Sangat mungkin itu terjadi.
"Belum terlambat jika kau ingin menyerah. Aku akan membunuhmu dengan lebih manusiawi." Carlo tertawa. Terdengar menjijikkan dan memuakkan. Namun sialnya, itu seolah memenuhi ruangan.
"Mati pun akan lebih baik, daripada menyerah pada iblis gila ini," batin Reyver. Sekali lagi dia melakukan penyerangan, dengan melepaskan tembakan secara cepat dan beruntun.
Namun, kelihaian Carlo dalam baku hantam juga tak bisa diremehkan. Berkali-kali Reyver menembak, belum ada lagi yang berhasil melukai bagian tubuh Carlo.
Justru nahas, sekali Carlo membalas tembakan, langsung tepat sasaran dan mengenai perut kiri Reyver. Sontak lelaki itu ambruk sambil memegangi lukanya yang mulai berdarah.
"Sudah kubilang kau bukan tandinganku!" Carlo tertawa lagi, sembari mendekati Reyver dan menginjak pahanya.
Reyver yang sudah kesakitan hanya bisa menatap penuh kebencian.
Sementara Carlo, dengan senyum penuh kemenangan, dia membungkuk dan mencengkeram kerah kemeja Reyver, tak peduli meski lelaki itu makin kesakitan karena kesulitan bernapas.
"Anda tidak menjadi pembangkang, sekarang kau pasti sudah mendapatkan kekuasaan yang tinggi. Aku sudah memberimu jalan emas, tapi kau malah memilih jalan berduri yang pada akhirnya akan membunuhmu. Reyver ... malang sekali nasibmu," ucap Carlo sambil menatap hina.
Namun, Reyver tidak terpengaruh dengan kata-kata tersebut. Ia fokus mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk menggerakkan tangan kanannya, yang kebetulan masih menggenggam pistol.
Lantas di saat Carlo masih bercakap angkuh seputar kemenangannya, diam-diam Reyver mengangkat tangan dan kembali melepaskan tembakan.
"Ahh!" Carlo mengerang, seiring tubuhnya yang terguling ke samping.
Detik-detik terakhir ketika Reyver hampir hilang kesadaran, ia justru berhasil melukai bawah dada Carlo. Pria itu meringkuk dan meringis beberapa saat, seolah merasakan sakit yang begitu hebat.
"Kau akan mati, kau ... juga akan mati," ucap Reyver dengan terbata-bata dan diiringi deru napas yang tersengal-sengal. Namun, Carlo masih bisa mendengarnya dengan jelas.
Carlo juga paham ke mana arah ucapan Reyver, pasti militer Negara Y, yang dia yakini akan menyerang Eclipse.
Menyadari bahwa ucapan Reyver tak mungkin dusta, Carlo mulai berpikir keras. Tubuhnya sudah terluka, dan ia pun bisa merasakan bahwa peluru tersebut beracun. Sementara di sisi lain, ia juga harus menyelamatkan Eclipse.
Atas pertimbangan itu, Carlo pun berusaha bangkit dan tak lagi menyerang Reyver. Di matanya, Reyver sudah sekarat, dalam beberapa detik ke depan pasti lelaki itu juga mati. Sekarang saja, napasnya hanya tersisa di tenggorokan. Kalaupun Martha atau yang lain membawanya ke rumah sakit, itu juga akan percuma. Jarak tempuh yang jauh, akan membuat Reyver meninggal dalam perjalanan.
Itu pula yang membuat Carlo masa bodoh dengan Martha, Emily, atau juga ibu Martha. Mereka tidak sehebat Reyver, andapun nanti mereka membangkang, tak akan sulit menghabisinya. Pikir Carlo.
Kemudian Carlo yang mulai terseok-seok langsung menyeret langkahnya dan keluar dari laboratorium tersebut.
Bersambung....