Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
APA PERASAAN KU SALAH?
Di ruangan itu mendadak berubah menjadi kecanggungan. Jarum jam seperti merasa melambat, udara makin panas.
Namun, saat Seo Ryeon hendak keluar, pergelangan tangannya ditahan oleh Seo Han. Cengkeraman Seo Han tidak kuat, tapi cukup untuk menghentikan langkahnya.
"Tunggu."
Seo Han menatap lurus ke mata Seo Ryeon. Senyum usilnya menghilang, digantikan oleh ekspresi serius yang dingin. Suara rendahnya memecah keheningan ruangan:
"Tidak perlu berbohong lagi. Aku tahu kamu menyukaiku. Benar?"
Seo Ryeon terdiam membeku, seolah seluruh udara telah ditarik keluar dari paru-parunya. Wajahnya yang tadi memerah kini terasa dingin dan kaku. Tas makanan yang ia pegang jatuh lemas ke samping. Ia tidak mampu berkata-kata, seluruh keberanian dan kegembiraannya pagi ini lenyap seketika. Hanya rasa malu, terkejut, dan terkoyak yang tersisa.
Ryeon berusaha menertawakan itu, mencoba mengembalikan kontrol atas dirinya sendiri. Tawa kecilnya terdengar sangat dipaksakan dan serak. "Tidak lah, mana mungkin aku menyukaimu setelah tidak sengaja lihat badanmu tadi!" Ia mengambil tasnya yang jatuh dan buru-buru melangkah keluar.
Tepat saat Seo Ryeon keluar, ia berpapasan dengan Jae Hyun di pintu.
"Lho, kamu mau ke mana, Ryeon? Cepat banget?"
Seo Ryeon bahkan tidak menoleh. "Aku tunggu di mobil saja, ya! Cepat, lambat aku tinggal!"
Jae Hyun tidak sempat menjawab. Ia hanya menggeser pintu, dan melihat Seo Han berdiri diam seperti patung di tengah ruangan, tatapannya kosong.
"Yuk pulang, Han. Aku sudah urus semua," kata Jae Hyun, mengacuhkan keanehan yang ia rasakan.
"Terima kasih, Hyun." Jawab Seo Han datar, hampir tanpa emosi.
"Kamu kenapa? Tidak enak badan lagi?"
"Tidak. Ayo pulang."
Jae Hyun memperhatikan punggung Seo Han yang berbalik, mengambil tas ransel kecilnya. Udara di ruangan itu terasa tebal, jauh berbeda dari suasana ringan yang ditinggalkannya tadi. Seo Han bergerak lambat, ada kekakuan yang tampak jelas.
"Seriusan, kamu kenapa sih?" desak Jae Hyun, menutup pintu geser. "Tadi di luar Seo Ryeon juga aneh. Bilang mau nunggu di mobil, mukanya merah padam kayak habis lari maraton, terus langsung mengancam mau ninggalin kita. Kalian berdua... habis ngapain?"
Seo Han memasang ranselnya, ekspresinya kembali datar. "Tidak ngapa-ngapain. Dia cuma kaget pas masuk tadi."
Jae Hyun menyipitkan mata, tahu ada yang disembunyikan. Seo Han terlalu pandai menyembunyikan emosi. Tapi ini bukan saatnya memaksa. "Ya sudah, yuk. Kasihan tuh mobil si Ryeon kalau ditinggal bapaknya."
Mereka berjalan beriringan menuju lift. Sepanjang lorong, suasana di antara mereka hening. Seo Han tenggelam dalam pikirannya sendiri, memutar ulang detik-detik penolakan Seo Ryeon yang terkesan sangat tergesa-gesa.
— * "Tidak lah, mana mungkin aku menyukaimu setelah tidak sengaja lihat badanmu tadi!" *
Seo Han tahu itu adalah kebohongan yang buruk, tapi nada bercanda Seo Ryeon berhasil menciptakan tameng yang kuat—tameng yang membuatnya bisa melarikan diri tanpa merasa sakit. Kenapa dia merasa kecewa? Dia yang memulai permainan. Dia yang melontarkan pertanyaan serius itu, tahu persis dia tidak punya hak untuk mengharapkan jawaban yang jujur, apalagi jawaban yang positif.
Pintu lift terbuka. Mereka berdua berjalan cepat menuju lobi rumah sakit.
"Jujur sama aku," tuntut Jae Hyun saat mereka mencapai pintu keluar.
"Apa? Aku tidak ngapa-ngapain sama Ryeon. Dia tadi masuk pas aku tidak pakai baju saja, sudah itu doang," jawab Seo Han, sedikit lebih cepat, seolah ingin segera mengakhiri interogasi ini.
Jae Hyun belum sempat menjawab, sebuah klakson nyaring sudah terdengar.
"Tint!..."
Mobil Seo Ryeon sudah datang.
Jae Hyun bergegas mendekat ke sisi pengemudi. "Ryeon, biar aku saja yang menyetir. Kamu bisa duduk di belakang, temani si Han."
Seo Ryeon menatapnya dengan raut terkejut. Ha, sama dia? Kenapa aku tidak mau? batinnya memberontak hebat. Duduk berdua di belakang setelah insiden memalukan tadi? Tidak mungkin.
"Kenapa aku tidak mau," jawab Seo Ryeon, mempertahankan kendali di kursi pengemudi.
Jae Hyun tak menjawab, tapi nadanya berubah tak terbantahkan. "Sudah, kamu nurut deh. Dia baru keluar dari rumah sakit, dia perlu didampingi. Cepat."
Jae Hyun langsung mengambil alih kursi pengemudi, membuat Seo Ryeon tidak punya pilihan selain menyerah. Ia berjalan mengitari mobil, perasaannya campur aduk antara jengkel pada Jae Hyun dan ketakutan menghadapi Seo Han.