NovelToon NovelToon
Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa Fantasi / Time Travel / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Wira Yudha Cs

Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 MEMANJAKAN PUTRA

Hari berikutnya, Max disibukkan dengan melakukan pencatatan terhadap uang pengeluaran dan pemasukannya bulan ini. Dia tidak mempunyai tangan kanan untuk menyelesaikannya. Terlebih, Max juga tidak dapat mempercayakan siapapun dalam mengurus keuangan. Secara alami, dia sendiri yang mengolahnya.

Meski sebenarnya dia tidak terlalu memikirkan seberapa banyak uang yang dikeluarkan maupun yang didapatkan, Max tetap ingin mengorganisirnya dengan baik.

Siang itu Max masih berkutat dengan buku catatan keuangannya di ruang kerja. Setelah selesai pun, dia langsung melanjutkan dengan memeriksa kertas-kertas laporan mengenai penjualan gula bulan ini. Selain itu, Max juga meninjau surat permintaan gula pasir yang dikirim khusus dari salah satu rumah makan terbesar di kekaisaran negeri seberang.

Max cukup puas dengan jumlah pesanan yang diminta. Dia tidak menyangka gula pasir akan sangat diminati oleh berbagai kalangan. Max pernah mendengar dari salah satu rekan kerja samanya yang membeli gula darinya. Beliau mengatakan bahwa gula pasir sangat cocok digunakan untuk membuat beranekaragam kue bertekstur lembut maupun keras. Selain itu, juga dapat menggantikan penggunaan gula madu yang terlampau mahal harganya.

Max sendiri sebenarnya tidak begitu memikirkan para pembeli mau menggunakan gula pasirnya seperti apa. Hal terpenting ialah gula pasir tersebut sangat laris di pasaran maupun toko-toko besar.

---

“Ayah, apakah kamu sibuk?”

Max yang sedang fokus meninjau kertas di tangannya menolehkan pandangan ke arah pintu masuk. Suara kecil Ansel terdengar dari balik pintu. Akhir-akhir ini, Max memang jarang menemani bocah itu. Dia cukup sibuk dengan urusannya. Dalam hati, Max diam-diam merasa bersalah karena tidak memperhatikan sang putra.

“Tidak. Masuklah,” ujar Max sembari meletakkan kertas di tangannya ke atas meja.

Pintu masuk pun didorong begitu pelan. Saat sosok kecil itu masuk ke ruang kerjanya, Max dapat melihat raut kesedihan di wajah sang putra. Meski selama dua tahun ini Ansel sudah cukup berkembang dengan baik, tetap saja dia masih anak-anak yang membutuhkan kasih sayang orang tua.

Hati Max selalu sakit tiap kali melihat bocah itu bersedih. Jadi, sebelum Ansel mencapai meja kerjanya, dia segera bangkit dan melangkah mendekati sang putra. Tanpa berkata, Max segera membawa bocah kecil itu ke dalam gendongannya.

Wajah Ansel tersenyum kecil dan dia segera memeluk leher ayahnya dengan erat. Sungguh, dia sudah menahan diri selama beberapa hari ini. Namun, bocah itu benar-benar tidak dapat menahan rasa rindunya terhadap ayah. Maka dari itu, dia memberanikan diri hari ini untuk mengunjungi ruang kerja sang ayah.

---

“Apa kamu makan dengan baik?” tanya Max dengan lembut. Dia bahkan mendekap bocah itu dengan penuh kasih sayang. Sebelah tangannya terangkat dan mengusap punggung Ansel dengan lembut.

“Aku makan dengan baik, Ayah. Bagaimana dengan Ayah? Apakah akhir-akhir ini Ayah merasa lelah?”

Suara kecil Ansel benar-benar mampu membuat semua beban berat di pikiran Max menghilang dalam sekejap mata. Rasa bersalah karena tidak memperhatikan sang putra selama beberapa hari belakangan ini semakin menyeruak ke permukaan hatinya.

“Tidak lelah. Ayah hanya sedikit sibuk akhir-akhir ini.”

“Apa saat ini aku mengganggu pekerjaanmu, Ayah?” Ansel tidak berani menatap mata sang ayah. Dia hanya bisa membenamkan wajah di dada ayahnya.

“Tidak. Ayah sudah selesai bekerja. Mau ikut Ayah jalan-jalan ke pasar ibu kota?” tawar Max sembari melangkah meninggalkan ruang kerja.

Mendengar hal ini, Ansel sangat senang luar biasa. Dia tersenyum sumringah sembari mendongak menatap sang ayah dengan mata berbinar.

“Mau! Aku mau, Ayah! Aku ingin jalan-jalan bersamamu!”

Max tersenyum samar ketika mendapatkan tanggapan antusias dari sang putra. Dengan dorongan hati, untuk pertama kalinya pemuda itu mendaratkan ciuman di dahi putranya. Sungguh, meski Max masih meraba-raba mengenai identitas sang putra, dia sangat menyayangi Ansel segenap hatinya.

“Kalau begitu, haruskah kita pergi sekarang?” tanya Max usai mencium dahi putranya.

Ansel mengangguk dengan sangat gembira. Bocah kecil itu bahkan tersenyum lebar hingga menampakkan gigi-gigi mungilnya. Max tidak bisa mengendalikan tangannya. Tangan itu mengusap puncak kepala Ansel dengan penuh kasih.

Segera, ayah dan anak itu pun pergi meninggalkan mension dengan berjalan kaki. Tak lama, mereka sudah masuk di tengah hiruk-pikuk keramaian pasar ibu kota.

---

Hari ini tidak seperti biasa. Pasar ibu kota sangat ramai, baik yang berjualan maupun pembeli. Suasana benar-benar meriah dan berlangsung dengan tertib. Sama sekali tidak ada keributan. Hampir di setiap lapak pinggir jalan, terdengar interaksi tawar-menawar.

Max membawa Ansel ke lapak makanan yang memancarkan aroma menggugah selera. Segera dia membeli beberapa tusuk daging panggang dan manisan buah. Di tengah keramaian, keharmonisan ayah dan anak itu sangat kentara. Bahkan mereka menarik perhatian orang yang sedang berlalu-lalang di sekitar.

Max tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Dia hanya memperhatikan wajah gembira sang putra yang sedang lahap menyantap daging panggang.

“Apakah itu enak?” tanya Max tanpa mengalihkan pandang dari wajah sang putra.

“Ini sangat enak, Ayah. Apakah kamu mau?”

Ansel pun dengan sigap menyodorkan daging tusuknya ke depan mulut sang ayah.

Max terkekeh kecil sebelum menggigit kecil daging itu dengan gerakan canggung. Ansel yang melihat sang ayah menerima makanan darinya tersenyum lebar. Sisa bumbu daging yang menempel di sudut bibir bocah itu membuatnya tampak semakin menggemaskan.

Tanpa Max sadari, seorang wanita cantik dengan gaun putih sederhana sedang menatap punggungnya dengan tatapan sendu. Wanita itu bahkan tersenyum samar dan mengepalkan tangan. Dia mencoba sekuat tenaga untuk mengendalikan diri agar tidak berlari menghampiri sosok yang sudah lama dia rindukan.

Mungkin karena insting yang begitu tajam, Ansel merasakan adanya tatapan sedih yang sedang mengarah padanya. Tanpa sadar bocah itu menoleh ke belakang dan hanya mendapati orang-orang yang sedang berlalu-lalang.

“Apa yang kamu lihat?”

“Huh?” Ansel menatap ayahnya dengan linglung. “Apa Ayah tidak merasakannya? Kupikir, beberapa waktu lalu ada seseorang yang menatap kita cukup lama.”

Mendengar hal ini, Max mengernyitkan dahi samar. Tanpa sadar, dia menoleh ke belakang untuk mencari orang yang mencurigakan. Namun, dia tidak dapat menemukannya. Semua orang di sekitar sibuk dengan urusan masing-masing.

“Mungkin hanya perasaanmu saja,” ujar Max dengan tenang. Ansel pun hanya bisa mengangguk menyetujui perkataan sang ayah.

---

Ayah dan anak itu pun kembali melanjutkan perjalanan. Sesekali mereka singgah ke lapak dagang makanan untuk mencicipi makanan. Selama periode ini, Ansel sangat gembira. Bahkan dia minta dilepas untuk berjalan sendiri.

Max pun menurunkan bocah itu dari gendongan dan menggandeng tangan mungil itu dengan hati-hati. Max takut sang putra akan berlari dengan antusias hingga terpisah darinya. Untung saja bocah kecil itu membalas pegangan tangan ayahnya dengan sangat erat.

Selain mencicipi makanan, mereka juga pergi ke alun-alun ibu kota. Di sana suasananya lebih ramai dari pasar. Di tengah alun-alun berdiri sebuah panggung kayu cukup besar. Panggung itu memiliki latar belakang seperti penampakan hutan. Namun, jika dilihat lebih teliti, latar belakang itu tak lain dan tak bukan adalah sebuah lukisan yang sangat menawan.

Di atas panggung tersebut, sekelompok penghibur memainkan sebuah sandiwara yang mengundang tawa. Sandiwara tersebut bercerita tentang sekumpulan orang yang berebut hewan buruan dengan sikap konyol masing-masing, hingga akhirnya mereka menjadi teman.

Sandiwara di panggung pun berakhir diiringi tepuk tangan menggema dengan sangat meriah. Hiburan seperti ini memang cocok untuk orang-orang yang sedang ingin melepaskan rasa penat dan kebosanan dengan aktivitas sehari-hari.

Setelah pertunjukan selesai, seorang dari kelompok penghibur memungut biaya dari para penonton. Tentu saja para penonton dengan senang hati melemparkan uang karena telah berhasil menghibur mereka. Tak terkecuali Max. Pemuda itu juga ikut melemparkan beberapa keping perak sebelum meninggalkan alun-alun ibu kota.

---

Sesampainya di mension, matahari sudah terbenam. Max meminta Theo untuk memandikan Ansel, sementara dia kembali pergi ke ruang bawah tanah yang merupakan tempatnya memproduksi gula pasir.

Di sana ada beberapa pekerja yang masih fokus dengan pekerjaan masing-masing. Mereka dengan kompak menyapa Max ketika pemuda itu datang.

Max juga membalas sapaan mereka dengan anggukan dan senyuman kecil. Beruntung, dia menemukan para pekerja yang dapat dipercaya. Mereka juga cepat dalam mempelajari pekerjaan masing-masing. Jadi, Max hanya perlu meninjau dan memberikan saran kepada mereka yang mengalami kesulitan.

Setelah berbincang singkat dengan beberapa pekerjanya, Max kembali ke kamar. Namun, sebelum mencapai tujuan, pekerja yang bertugas menerima surat datang kepadanya.

Pekerja itu mengatakan ada seekor merpati putih yang mengantarkan surat. Pekerja itu tidak berani membuka surat tersebut, maka dari itu dia langsung memberikannya kepada sang tuan.

Max mengambil surat itu dengan dahi berkerut. Itu adalah surat yang ditulis pada selembar kulit binatang yang sangat elastis. Ukurannya juga sangat kecil. Setelah meminta pekerjanya kembali ke tempat, Max memasuki kamarnya dengan tenang. Dia pun membuka surat itu secara perlahan.

---

[Putra Mahkota Julius sedang dalam perjalanan menuju utara.

Tujuannya adalah untuk mewakili Yang Mulia Kaisar menghadiri upacara kedewasaan Putri Duke Froger.

Tuan, apa yang harus saya lakukan?]

---

1
Silla Okta
lanjutkan Thor
Pektam110
🙏
Silla Okta
semoga max dan Anna bisa bersama di kehidupan ini,,,, next Thor
Silla Okta
next Thor,,,,, kutunggu selalu update dari mu
Pektam110
luv yu tu😍
Silla Okta
next Thor,,,,,, kutunggu up mu selalu luv yu
Silla Okta
next Thor
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!