Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Terbuka
Setelah tahu kebenaran tentang Luna, Arya semakin bersemangat untuk mendapatkan janda perawan itu. Dia yakin kedua orang tuanya pasti akan merestuinya. Luna bukanlah wanita biasa; dia adalah cucu Kakek Darma, pria tua yang sering menjahilinya. Arya tahu kedua orang tuanya pasti mengenal Kakek Darma, salah satu pemegang saham mayoritas di perusahaan mereka.
Kini, tugas Arya adalah mengambil hati Luna dan meyakinkannya bahwa dia berbeda dari Rafi, pria yang sudah menyakitinya. Arya memulainya dengan melakukan hal-hal yang tidak biasa baginya.
Pagi itu, Arya bangun lebih awal dari biasanya. Dia mengenakan kemeja kasual yang rapi dan celana jeans, lalu mengambil kunci mobilnya. Wajahnya berseri-seri, dipenuhi tekad. Dia tahu ini adalah langkah pertama untuk merebut hati Luna. Dia menekan klakson di depan rumah Luna, menunggunya keluar.
"Luna, apa kabar?" sapa Arya dengan senyum lebar saat Luna membuka pintu mobil.
Luna sedikit terkejut, tapi senyum tipis terukir di bibirnya. "Pak Arya? Kok sudah di sini?"
"Aku ingin menjemputmu, ayo kita berangkat bersama." kata Arya dengan senyuman yang terus tersungging di bibirnya.
"Tapi... "
"Sudahlah, ayo cepat naik. Nanti kita terlambat. "
Karena merasa tidak enak, Luna pun segera naik ke mobil mewah Arya. Dan mereka berangkat bersama.
Sejak saat itu, Arya mulai melakukan hal-hal kecil untuk menunjukkan perhatiannya. Dia sering menjemput Luna, mengajaknya makan siang di kafe di depan perusahaan, dan memberikan kejutan-kejutan kecil yang membuat Luna tersenyum. Arya hanya ingin Luna merasa nyaman di sisinya.
Suatu hari, Luna tidak sengaja bertemu Rafi di perusahaan. Perdebatan sengit pun terjadi antara mereka tentang kompensasi yang diminta Luna sebagai salah satu gugatan perceraian yang belum di bayar Rafi.
"Luna bisakah kamu memberiku waktu? Aku tidak bisa membayar langsung uang sebesar itu. " kata Rafi meminta tenggat waktu pembayaran di tambah.
"Kenapa tidak jual saja rumah ibumu. " kata Luna enteng, dia masih merasa sakit hati, karena di rumah itu dulu dia perlakuan semena-mena oleh ibu mertuanya.
"Itu rumah kami Satu-satunya, tidak mungkin kami jual. Tinggal dimana kami nanti.
"Bodo amat, "
"Luna, Kau–, "
"Luna, ada apa ini?" tanya Arya dengan suara tenang dan tegas yang tiba-tiba muncul.
Rafi menatap Arya dengan tatapan tajam. "Maaf Pak, ini urusan kami berdua. "
Arya tersenyum sinis, "Sekarang urusan Luna menjadi urusanku. Ayo Luna, kita pergi. "
Luna setuju dan meninggalkan Rafi begitu saja bersama dengan Arya yang merangkul pundaknya. Rafi hanya bisa melihat kepergian mereka dengan tatapan tak suka. Ada rasa cemburu yang dia resakan, tapi Luna sudah sangat jauh, tak mungkin lagi bisa dia gapai.
***********
Sementara itu, di rumah Rafi, Saras hanya duduk diam menonton televisi. Dia sesekali mendapat omelan dari ibu mertuanya, namun dia selalu mengabaikannya. Dia bersikap seolah tuli dan masa bodoh dengan semua yang terjadi di rumah itu. Sikapnya membuat Bu Endah semakin kesal dan kehilangan kesabaran.
"Saras! Apa kamu dengar apa yang Ibu katakan?" seru Bu Endah. "Kamu ini cuma nonton TV saja! Bantuin kek Ibu di dapur!"
Saras tidak bergeming. "Sudah aku bilang aku tidak masak. " jawabnya enteng.
"Alasan saja! Kalau Luna yang ada di sini, dia pasti sudah membantu Ibu," gerutu Bu Endah. "Andai Luna tetap di sini dan anakku tidak menikahi benalu sepertimu..."
Bu Endah menghentikan perkataannya dan menatap Saras dengan tajam. Dia sangat tidak menyukai istri anaknya ini. Benar-benar merepotkan
"Kenapa sih, Rafi menikahi wanita tidak berguna seprti mu. "
Dia tahu Saras akan mendapatkan karmanya sendiri. Di balik sikap cueknya, Saras mulai merasa tidak nyaman. Omelan yang terus-menerus dan tatapan penuh kebencian dari ibu mertuanya membuatnya merasa tertekan.
Saras akhirnya tidak tahan. Dia berdiri dan menatap Bu Endah. "Ibu! Kenapa sih selalu membandingkan aku dengan Luna? Apa Ibu pikir aku mau hidup seperti ini? Suamiku bahkan tidak peduli padaku!"
Bu Endah terkejut mendengar Saras melawan. "Kamu pikir Ibu yang salah? Kamu yang salah! Kamu yang sudah merebut anak Ibu dari Luna!"
Saras tertawa getir. "Merebut? Apa Ibu lupa? Rafi yang datang padaku. Dan memintaku menikah dengannya, salahkan anak ibu yang tudak bisa menahan nafsunya. "
Bu Endah menolak argumen itu. "Dia hanya khilaf! Dia akan kembali ke Luna."
Saras menggeleng. "Tidak akan, Bu. Tidak akan."
*********
Sementara itu, Arya terus berusaha mendekati Luna. Dia mulai menceritakan tentang kehidupannya. Luna, yang pada awalnya menutup diri, mulai terbuka sedikit demi sedikit. Mereka sering menghabiskan waktu bersama tidak hanya sekedar tentang pekerjaan tapi tentang hal yang lebih bersifat pribadi.
Suatu siang saat mereka sedang makan siang di sebuah restoran, Rafi tak sungkan lagi menanyakan tentang perasaan Luna.
"Luna, apa kamu masih sering memikirkan Rafi?" tanya Arya dengan hati-hati.
Luna menghela napas. "Tidak, aku sudah benar-benar melupakannya. "
"Maaf jika pertanyaan ju mengganggu mu. "
"Tidak apa-apa karena aku memang sudah tidak memiliki perasaan apapun kepadanya. "
"Baiklah kalau begitu, besok aku jemput ya. Hari ini orang tuaku baru pulang dari luar negeri. "
"Terserah kamu saja, memangnya aku bisa menolak." jawab Luna sambil terkekeh. Arya ikut tersenyum melihat tawa Luna yang semakin membuatnya jatuh cinta setiap hari.
Di sisi lain, Saras semakin merasa tidak nyaman. Rafi, suaminya, semakin dingin kepadanya. Dia sering pulang larut malam dengan aroma alkohol, dan terkadang ia akan memanggil nama Luna dalam tidurnya.
Malam itu, Saras menunggu Rafi pulang. Pukul 2 dini hari, Rafi masuk dengan langkah gontai.
"Kamu dari mana saja?" tanya Saras.
Rafi tidak menjawab, dia langsung menuju kamar mandi. Setelah keluar, dia duduk di sofa dan menyalakan televisi.
"Mas, aku tanya," ulang Saras.
"Diamlah, Saras!" bentak Rafi. "Aku lelah!"
Saras tidak tahan lagi. "Kamu lelah? Aku lebih lelah! rumah ini sudah seperti neraka bagiku. "
Rafi mematikan televisi dan menatap Saras. "Kenapa lagi, kamu sudah tinggal di rumah dengan enak, nggak kerja. Belajar bantu ibu sana, jangan bisanya cuma makan tidur aja. Kamu pikir uang bisa datang gitu aja. " bentak Rafi yang benar-benar terlihat kesal.
Saras terkejut. "Apa maksudmu? sudah ku bilang aku nggak bisa melakukan pekerjaan rumah. "
"Makanya belajar. Aku menyesal menikahimu. Seharusnya aku tidak pernah meninggalkan dia," kata Rafi pelan.
Saras merasakan jantungnya hancur. "kamu–, "
"Sudahlah, nggak usah sandiwara lagi. "
Perkataan Rafi membuat Saras terpukul. Dia menangis sendirian di kamar. Dan menyadari, kebahagiaan yang dia rasakan hanya ilusi sesaat. Dia sudah mengorbankan segalanya untuk seseorang yang tidak pernah benar-benar mencintainya.