" Aku akan membiayai sekolahmu sampai kamu lulus dan jadi sarjana. Tapi kamu harus mau menikah denganku. Dan mengasuh anak-anak ku. Bagaimana?
Aqila menggigit bibir bawahnya. Memikirkan tawaran yang akan diajukan kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai_va, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Yang Berhasil
"Ke mana??"
"Ikut aja. Pakai rok aja."
"Hmm??"
"Pakai kaos sama rok saja sayang."
"Ah iya."
Pagi itu secara tiba-tiba di saat Aqila tidak ada jadwal kuliah, Abizam mengajak Aqila pergi. Dan sesuai permintaan Abizam, Aqila sudah bersiap mengenakan kaos putih dan rok berwarna biru muda yang terlihat cantik melekat di tubuh Aqila.
"Udah??"
"Udah kak."
"Ayo kita pergi."
Mereka berdua turun ke lantai bawah. Masih ada nenek Nurma dan juga kedua orang tua Abizam di bawah. Sejak kejadian Aqila sudah lulus ujian dari nenek Nurma, Aqila sudah menjadi kesayangan nenek Nurma. Setiap hari yang ditunggu oleh nenek Nurma adalah Aqila pulang kuliah. Bahkan saat anaknya yang lain mengajak tinggal di rumahnya, nenek Nurma menolaknya karena Aqila.
"Kalian mau ke mana??"
Mama Abizam pun bertanya saat melihat Abizam dan Aqila hendak pergi.
"Pergi dulu bentar ma. Mau pacaran."
"Kakak ih.."
"Pulang jam berapa Bi??"
Nenek Nurma langsung bertanya saat Abizam hendak keluar dari rumah.
"Secepatnya nek. Nanti Abi akan segera mengembalikan cucu mantu nenek. Tenang saja."
"Jangan lama-lama."
"Iya neeeeekk."
Mereka pun meninggalkan kediaman Abizam. Mereka menggunakan mobil Abizam dan tanpa menggunakan sopir. Tidak berapa lama kemudian mereka sudah sampai di rumah sakit.
"Mau ngapain kak di sini?? Mau jenguk orang sakit?? Siapa yang sakit?? Kita nggak bawa apa-apa lo kak."
"Tenang saja sayang. Yuk kita masuk."
Mereka menuju ke tempat praktek dokter kandungan. Aqila semakin dibuat bingung karenanya.
"Kita kenapa ke sini kak??"
"Sudah ikut kakak saja ya."
Abizam menuju ke tempat pendaftaran.
"Atas nama Abizam."
"Abizam....Antrian nomor tiga ya pak. Karena yang nomor satu sama nomor dua belum ada, lebih baik bapak masuk dulu saja."
"Wah ini namanya mujur."
Abizam menggandeng tangan Aqila masuk ke dalam tempat praktek dokter kandungan.
"Selamat siang dengan saya dokter Sari ada yang bisa saya bantu??"
Dokter Sari menatap ke arah Aqila yang terlihat kebingungan.
"Saya hanya mau memeriksa kan istri saya dok.
"Hah?? Qila kenapa?? Qila nggak sakit kok."
"Kakak hanya memastikan. Ayo sayang. Kakak bantu."
Abizam pun membawa Aqila masuk ke sebuah ruangan untuk melakukan usg. Dokter pun membuka kaos bagian atasnya dan mengoleskan gel yang digunakan untuk melakukan usg di perut Aqila. Dokter memasang alat dan menggerakkan di atas perut Aqila.
"Sudah kelihatan kantong janinnya. Jadi ini kira-kira usianya kurang lebih tiga atau empat minggu ya mom."
"Mak..maksud dokter??"
"Ini anda hamil bu."
"Hah??"
Aqila meremas tangan Abizam yang berada di samping nya.
"Ibu ngak merasakan apa-apa??"
"Nggak sama sekali."
"Pusing?? Mual??"
"Sama sekali nggak dok. Lemas pun nggak. Hanya saja kayak lapar terus gitu."
"Ini bisa jadi salah satu tanda nya Bu. Bagus semuanya kok. Dijaga ya di trisemester pertama rawan terjadi sesuatu."
"Iya dok."
Aqila dapat merasakan cengkeraman di tangannya. Setelah itu mereka pun kembali ke ruangan dokter kandungan tadi.
"Saya resepkan vitamin ya. Dan susu untuk ibu hamil ini sangat disarankan. Untuk makanannya ibu hamil, jangan lupa banyak konsumsi sayur dan buah ya."
"Iya dok. Saya boleh melakukan pekerjaan sehari-hari saya dok??"
"Maksudnya??"
"Saya masih kuliah. Dan saya juga harus mengurusi suami dan anak saya."
"Boleh tapi jangan sampai kelelahan ya bu. Jangan dipaksakan juga."
"Iya dok."
"Papanya juga ikut jaga ya. Jangan melakukan hubungan suami isteri dulu minimal selama tiga bulan. Bisa menahan kan pa??"
"Hahaha. Bisa dok. Demi anak semua bisa dilakukan."
"Bagus kalau begitu. Kita ketemu lagi satu bulan lagi ya pak..bu.."
"Baik dok. Terima kasih."
Abizam membantu Aqila keluar dari rumah sakit. Abizam memeluk dan menuntun Aqila.
"Kok kakak tahu kalau Qila hamil??"
"Tadinya parno dikit sih. Bagaimanapun juga kita baru melakukannya dan kamu masih terlalu muda untuk melakukannya. Jadi kakak takut terjadi sesuatu. Makanya kakak ajak ke sini dulu."
"Maksud kakak??"
"Tanggal tujuh kemarin kamu harusnya masuk masa menstruasi kan?? Tapi kakak lihat kamu nggak dapat menstruasi. Kakak tunggu sampai akhir bulan. Dan pas sekarang baru kakak bawa kamu ke sini. Itupun karena kamu kemarin sensitif karena kakak nggak mau melakukan hubungan suami istri sama kamu. Kakak sebenarnya mau nunggu pertengahan bulan biar yakin. Tapi karena lihat kamu kemarin udah overthinking, jadinya kakak ajak hari ini."
Aqila mendekati Abizam dan memeluknya.
"Maaf kak. Qila bener-bener nggak ingat masa menstruasi Qila. Qila hanya merasa kalau Qila nggak ada masalah di menstruasi dulu. Jadi Qila nggak nandai udah menstruasi atau belum."
Abizam mengurai pelukannya dan melihat Aqila.
"Untung kakak mu ini suami yang peka. Jadi nggak sampai kecolongan."
Abizam berjongkok di depan perut Aqila dan menempelkan bibirnya di perut Aqila yang masih datar.
"Hallo sayang. Terima kasih sudah hadir di sini. Mami sama papi akan jaga kamu dan kamu juga harus jaga mami ya."
Abizam mencium perut Aqila. Aqila hanya mengusap-usap kepala Abizam.
"Malu ah kak."
"Kenapa mesti malu?? Orang akan memaklumi karena ini anak pertama kita. Buah cinta kita."
Abizam mengecup kening Aqila.
"Apa ada sesuatu yang kamu inginkan??"
"Nggak ada. Qila nggak pengen apa-apa."
"Kalau kamu mau pengen sesuatu kabari kakak. Kakak akan jadi suami siaga yang akan siap mencari apa yang diinginkan oleh istrinya."
"Iya kak. Qila pasti akan hubungi kakak."
"Ayo kita pulang."
Abizam menuntun Aqila menuju ke mobil. Dengan berhati-hati Abizam mengenakan sabuk pengaman untuk Aqila.
"Kalau kekencangan bilang ya."
"Perut Qila masih kecil kak."
"Hahaha iya."
Abizam pun melajukan mobilnya ke menuju ke rumah.
"Berhenti di mini market depan ya kak."
"Ada apa?? Apa ada yang kamu perlukan??"
"Qila hanya mau beli susu untuk bekal sekolah Leon."
"Mau yang rasa apa?? Nanti biar kakak yang carikan. Kamu tunggu di mobil saja."
"Qila juga mau cari-cari kalau ada yang Qila butuh kan."
"Sayaaangg..."
"Kakak dengar sendiri kan apa kata dokter kalau Qila boleh melakukan aktivitas asalkan Qila nggak terlalu capek."
"Oke..oke...kakak kalah. Kita turun bersama oke."
"Iya."
Abizam pun menghentikan mobilnya di depan minimarket yang dekat dengan pintu masuk perumahan mereka, lalu kemudian Abizam membantu Aqila keluar dari dalam mobil. Sepanjang berada di dalam minimarket Abizam sama sekali tidak melepaskan pegangannya dari Aqila.
"Kak..malu ah kak dilihat orang-orang."
"Ngapain juga malu??"
Abizam menatap ke arah orang-orang yang melihat mereka berdua.
"Maaf kalau saya berlebihan istri saya sedang hamil muda, jadi saya berusaha untuk melindunginya supaya tidak jatuh atau terluka."
Orang-orang yang ada di minimarket itu pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya mereka juga ada yang mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Suami hebat."
"Aku juga ingin suami seperti anda."
"Aku jadi ingat istri ku di rumah."
Berbagai komentar positif mengiringi ucapan Abizam. Abizam dan Aqila pun menganggukkan kepalanya dan mengucapkan terima kasih.
"Kakak ini.."
Abizam terkekeh saat Aqila mencubit perutnya. Mereka pun kemudian pergi ke yang menyediakan susu dan puding. Aqila mengambil beberapa macam rasa susu kemasan dan memasukkan ke dalam keranjang. Lalu diambilnya puding rasa cokelat dan strawberry masing-masing satu buah.
"Kok cuma satu ambilnya, ambil yang banyak dong."
"Qila mau coba dulu rasanya enak apa nggak kalau enak nanti kita beli yang banyak. Kalau nggak enak ya kita cari merk yang lain biar nggak banyak uang yang terbuang."
"Istri cerdas. Kalau kayak gini lama-lama kakak bisa jadi orang kaya."
Aqila mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Abizam.
"Kenapa??"
"Memang sekarang kakak nggak kaya??"
"Ya kaya sih. Maksudnya lebih kaya lagi. Kalau bisa yang sampai bisa beli pulau pribadi untuk kita berdua."
"Nggak mau."
"Hmm?? Kenapa nggak mau??"
"Maunya yang bisa untuk kita berdua dan juga anak-anak kita serta Leon dan juga Atlas."
"Hahaha itu juga maksud kakak."
Setelah mengambil berbagai macam bahan masakan dan juga belanjaan mereka, Aqila dan juga Abizam menuju ke kasir untuk melakukan pembayaran. Setelah itu mereka pun pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Abizam masih menuntun Aqila pelan-pelan memasuki rumah dimana sudah ada nenek Nurma, papa dan juga namanya di ruang tengah.
"Qila kenapa??"
Mama Abizam langsung bertanya kepada Abizam saat melihat Abizam menuntun Aqila pelan-pelan.
"Leon sudah pulang ma??" Tanya Aqila kepada mertuanya.
"Sudah. Lagi main di belakang sama Atlas."
"Biar kakak panggil."
Setelah memastikan Aqila duduk dengan posisi yang nyaman maka Abizam pun pergi ke halaman belakang untuk memanggil Leon.
"Mamiii..."
Leon datang dengan tubuhnya yang penuh dengan keringat.
"Aduuhh keringat kamu. Sini mami bersihkan."
Dengan menggunakan tisu Aqila pun mengusap keringat yang ada di wajah Leon.
"Ada yang mau Abi sampai kan."
"Apa itu Bi??"
Raut kecemasan terlihat jelas di wajah mama Abizam. Apalagi melihat Aqila dituntun oleh Abizam saat masuk ke dalam rumah tadi.
"Tadi Abi sama Qila pergi ke dokter."
"Lalu??"
Nenek Nurma terlihat tidak sabar melihat Abizam.
"Sebentar lagi mama sama papa akan dapat cucu. Leon akan punya adik. Dan nenek akan segera punya cicit lagi."
Mama Abizam menutup mulutnya tidak percaya. Butiran kristal bening mengalir di kedua pelupuk matanya.
"Beneran Bi??"
"Iya Ma. Baby dan maminya sehat. Dan Qila pun sama sekali nggak mengalami mual dan lainnya."
Mama Abizam pun mendekati Aqila dan kemudian memeluk menantu kecilnya.
"Terima kasih Qila. Terima kasih sudah mau kasih mama cucu."
"Sama-sama Ma. Qila juga senang."
"Jadi sebentar lagi Leon akan punya adik papi??"
"Iya." Jawab Abizam sambil terkekeh melihat Leon berlari ke arah Abizam dan memeluknya.
"Mana adik bayi nya??"
"Kurang lebih delapan bulan lagi adik bayinya baru akan lahir."
"Delapan bulan lama papi??"
"Lumayan sih. Leon ikut jaga mami ya."
"Siaaap..Dengar Atlas. Aku akan punya adik bayi. Kamu dengar??"
"Guk... guk..."
Gonggongan Atlas membahana di kediaman Abizam.