Raka Dirgantara, Pewaris tunggal Dirgantara Group. Tinggi 185 cm, wajah tampan, karismatik, otak cemerlang. Sejak muda disiapkan jadi CEO.
Hidupnya serba mewah, pacar cantik, mobil sport, jam tangan puluhan juta. Tapi di balik itu, Raka rapuh karena terus dimanfaatkan orang-orang terdekat.
Titik balik: diselingkuhi pacar yang ia biayai. Ia muak jadi ATM berjalan. Demi membuktikan cinta sejati itu ada,
ia memutuskan hidup Miskin dan bekerja di toko klontong biasa. Raka bertemu dengan salah satu gadis di toko tersebut. Cantik, cerewet dan berbadan mungil.
Langsung saja kepoin setiap episodenya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky_Gonibala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Lindungi Lagi
Setelah Tiar dan temannya di karikan ke rumah sakit, Intan, Siffa dan Gusti mengikuti Pak Bobi masuk ke ruangannya.
Nampak Siffa dan Gusti merasa ketakutan karena mungkin akan di pecat, sementara itu Intan tetap merasa tenang dan santai karena dia merasa tidak bersalah dan hanya memberikan pelajaran yang pantas pada dua laki-laki bertulang sidat yang suka membully.
dalam fikiran Intan ia berfikir, tidak apa-apa jika harus di pecat dan harus kembali menjadi pegawai toko kelontong, dia hanya sedikit merasa akan mengecewakan orang-orang yang percaya padanya.
"Sekarang kalian jelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Tanya pak Bobi sambil duduk di kursi kerja mewahnya
"Begini Pak-" Ucap Intan Terpotong
"Kamu diam, Gusti kamu jelaskan." Ucap pak Bobi menunjuk Intan dan Gusti.
"Kalau permasalahannya saya tidak tahu pak, saya hanya melihat, Darma menumpakan secangkir kopi panas di atas meja Intan yang di penuhi lembar kerja dengan sengaja." Jawab Gusti.
"Kamu, Tahu penyebabnya apa?" Tanya Pak Bobi menunjuk Siffa.
"Saya tidak tahu pak, saya saja kaget tiba mbak Intan ngepiting leher Darma." Jawab Siffa.
"Kamu Intan, bagaimana bisa badan semungil kamu punya kekuatan menghajar dua laki-laki sampai babak belur dan masuk rumah sakit begitu?" Tanya Pak Bobi pada Intan
"Sebelumnya saya minta maaf karena sudah membuat keributan pak, saya menghajar mereka karena tingkah mereka membuat kesabaran saya habis, kalau hanya di bully, di hina, di gosipin ane-ane, itu sudah hal biasa, tapi kalau sudah secara fisik menyentuh atau merusak properti saya yang dimana adalah dokumen-dokumen penting untuk proyek pengembangan administrasi perusahaan, saya berhak untuk membela diri atau memberikan pelajaran." Jawab Intan
"Tapi, apa harus kamu membuat mereka babak belur sampai mempiting leher Darma hingga tak sadarkan diri begitu?" Tanya pak Bobi lagi
"Dokumen itu penting bagi saya, itu adalah hidup saya, ada banyak yang saya pertaruhkan agar proyek ini berhasil, saya tidak akan mentolelir sedikitpun jika ada orang yang berusaha menyetuh apalagi merusak sesuatu yang berharga bagi saya." Jawab Intan tegas.
"Kamu kan bisa mengatakan dengan baik-baik pada Darma, tidak perlu membuat hingga semua giginya berserakan di lantai." Ucap pak Bobi.
"Pak, saya mau bertanya, bisa?" Ucap Intan
"Apa?" Ucap Pak Bobi.
"Kalau rumah babak di rampok dua orang laki-laki, terus memperkosa istri dan anak bapak, menyiksa lalu membunuh mereka, kemudian disamping bapak ada senjata AK47, apa bapak mau mebunuh mereka saat itu juga atau mau berdiskusi dulu dengan mereka, menanyakan baik-baik kenapa mereka memperkosa dan membunuh istri bapak dan juga anak bapak?" Tanya Intan.
"Maksud saya itu-" Ucap Pak Bobi terpotong.
"Mungkin bagi bapak dokumen dan proyek ini hanya hal biasa dan tidak berharga, tapi bagi saya ini adalah hidup dan mati." Ucap Intan
Siffa dan Gusti yang mendengar pernyataan Intan hanya bisa saling menatap dan yakin bahwa mereka pasti akan di pecat.
Tak lama kemudian, suara telepon kantor berdering.
Pak Bobi lalu mengangkat telepon itu.
"Halo"
"Saya sudah melihat semua kejadian lewat CCTV kantor, selesaikan urusan dengan korban, lalu pecat mereka tanpa membuat keributan dimana-mana, jangan sampai kejadian ini di ketahui media, jika sampai kesebar, kamu yang saya pecat." Ucap Raka yang menelepon pak Bobi.
"Tapi pak, ini harus-" Ucap Pak Bobi terpotong
"Jangan berdebat dengan saya, atau segara tulis surat pemunduran diri kamu dan tinggalkan perusahaan itu dengan tenang." Ucap Raka lagi tegas.
"Maaf pak, saya akan lakukan yang terbaik sesuai arahan bapak." Ucap pak Bobi lalu terdengar suara telepon yang di tutup.
"Huuufffff" Suara nafas pak Bobi.
"Kalian bertiga, kembali bekerja seperti biasa, soal Darma dan Tirta biar saya yang mengurus mereka. Dan Kamu Intan, saya tidak tahu latar belakang kamu bagaimana, tapi saya mohon, tolong katakan pada pimpinan pusat saya akan berusaha sebaik mungkin menyelesaikan masalah ini." Ucap pak Bobi sembari berdiri dan mendekati Intan sambil tersenyum manis.
Intan, Siffa dan Gusti pun keluar dari ruangan pak Bobi dengan wajah heran dan seolah tidak percaya mereka masih bisa bekerja di perusahaan ini tanpa di pecat setelah membuat keributan.
"Mbak, Kamu sebenarnya siapa sih?" Tanya Siffa dengan wajah heran
"Iya, Mbak Intan sebenarnya siapa, Kok bisa setelah pak Bobi nerima telpon dia tersenyum sumbringah gitu ke mbak." Tamba Gusti bertanya
"Aku Avengers, Aku Black Widow tapi versi mungil." Jawab Intan sambil tersenyum dan terus berjalan meninggalkan Siffa dan Gusti.
Siffa dan Gusti hanya bisa saling bertatapan mendengar jawaban Intan yang tidak masuk akal.
"Gusti, kalau kamu perna buat kesalahan baik ucapan atau tindakan, baik yang kamu sadar atau tidak, cepat-cepat minta maaf ke mbak Intan." Ucap Siffa sambil menatap Gusti
"Untungnya aku nggak perna buat salah sama mbak Intan. Tapi aku penasaran, Mbak Intan itu sebenarnya siapa." Ucap Gusti.
"Kamu tau Nggak pimpinan pusat itu siapa?" Tanya Siffa
"Iyalah tahu, Pak Raka Dirgantara anak tunggal dan pewaris PT.Dirgantara Corp." Jawab Gusti
"Apa Mbak Intan berteman atau kenal baik sama Pak Raka yah, makanya dia aman-aman aja sekalipun udah ngebuat Tiar sama Darma babak belur." Ucap Siffa.
"Atau, Mbak Intan pacarnya Pak Raka." Ucap Gusti sambil menatap Siffa.
Merekapun saling menetapa.
"Oh my gods" Ucap Siffa dan Gusti bersamaan.
...*********...
Sementara itu Intan sudah berada di meja kerjanya lagi. ia kembali merapikan lembaran kerjanya yang berserakan dimana-mana.
Intan juga melirik darah Tiar dan Darma yang sedang di bersihkan OB perusahaan.
"Apaku aku beneran Black Widow yah, Terus hilang ingatan. Kok aku bisa kuat bangat ngepiting dua pria. Yah sekalipun mereka bertulang lunak tapi kan tetap saja mereka laki-laki." Ucap Intan yang duduk di kursi kerjanya sambil menatap langit-langit kantor.
Tapi setelah kejadian itupun masih ada saja yang berusaha sok kuat dan menunjukan bahwa mereka masih lebih baik dari Intan.
Lalu ada seorang wanita tinggi mungkin 180cm berkacamata menatap Intan
“Halo…” sapa Intan sambik tersenyum manis.
Tak ada balasan. Wanita itu bangkit dari kursinya dan menghampiri. Wajahnya tegas, dengan riasan tipis namun menusuk.
“Kamu Intan ya?” suaranya datar.
“Iya, Saya yang baru pindahan dari Jakarta.”
“Aku Vanya. sayangnya kejadian tadi aku lagi di toilet. aku kasih peringatan ke kamu, jangan sok jagoan, disini aku yang berkuasa.” Ucap Vanya sambil menunjuk Intan
Intan mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. Ia berdiri, sebua bolpoin di genggamnya kuat sambil di mainkan, dan semua mata kembali tertuju padanya. Ada yang berbisik. Ada yang tertawa pelan. Ada pula yang menatap sinis dari balik komputer mereka.
tiba-tiba intan menikam meja kerjanya dengan bolpoin yang sedang di mainkan, bolpoin itu menancap lurus masuk setengahnya. Intan tidak berbicara hanya menatap mata Vanya, seoalah berkata "Kalau tidak mau bernasib sama seperti meja ini, lebih baik diam dan jangan usik saya."
Vanya yang menatap wajah Intan dan bolpoin yang menancap di meje kerja, seketika raut wajahnya berubah, ia ketakutan. kaki kanannya mundur, ia hampir jatuh seolah tak mampu menahan tekanan yang di berikan Intan.
Intan lalu menarik napas dalam-dalam. Tak ada waktu untuk meladeni manusia-manusia seperti inj. Ia mencabut bolpoin itu, duduk di kursi kerjanya dan mulai merapikan kembali dokumen itu satu per satu.
Vanya hanya berbalik perlahan, keringat bercucuran mulai menghapus riasan cantik Vanya. Ia ketakutan setengah mati, ia berjalan penuh awas kembali ke meja kerjanya sembari berpaling ke arah Intan tetap waspada kalau-kalau Intan akan menikamkan bolpoin itu padanya.
Saat sampai di meja kerjanya, Vanya hanya duduk dan terdiam seribu bahasa. Pegawai kantor yang menyaksikan Vanya yang ketakutan seolah tidak percaya sosok yang di takuti itu bisa gemetar di hadapan Intan, Wanita yang mereka anggap remeh dan lemah ternyata berani melawan Vanya.
“Mbak Intan, masih bingung ya?” tanya suara yang cukup ramah dari balik meja
Intan menengok ke balik meja. Seorang pria berkacamata duduk di kubikel seberangnya. Namanya Dimas, berdasarkan lencana yang terpasang di dadanya.
“nggak juga sih, udah biasa soalnya." Jawab Intan sambil tersenyum
“Tenang aja. Di sini nggak ada yang mau ngajarin sih. Semua harus bisa sendiri. Kalau kamu salah, nanti pasti dimarahin sama mbak Vanya. Tapi kayaknya dia udah kena mental duluan.”
Intan hanya tersenyum
Waktu makan siang tiba. Semua pegawai tampak pergi bersamaan. Intan berdiri dari mejanya dan berusaha mengikuti kerumunan. Namun ketika ia sampai di kantin, semua meja sudah penuh. Ia berdiri sambil membawa nampan berisi nasi, telur balado, dan air mineral.
Tiba-tiba suara cekikikan terdengar dari pojok ruangan.
“Eh, itu si pegawai pindahan dari jakrta yang sok. Duduknya di mana tuh?” kata salah satu perempuan berambut pirang keperakan. Bajunya mencolok, riasannya lebih mirip artis TikTok yang sudah di full filter.
“Ngapain juga dia ikut ke sini? Makan aja sendiri aja sana. Kampungan,” celetuk yang lain sambil tertawa pelan.
Intan hanya ikut tersenyum. Ia melangkah mundur perlahan dan akhirnya memilih duduk di meja sudut sendirian. Ia makan sendiri, mencoba menahan air mata. Satu sendok demi satu sendok terasa hambar. Bukan karena rasa masakannya buruk, tapi karena perasaan ditolak begitu menyakitkan. Tapi perasaan itu tidak bertahan lama karena Siffa dan Gusti tiba-tiba duduk di meja yang sama dengan Intan.
Intan menatap mereka berdua.
"Makan mbak." Ucap Gusti
"Udah mbak nggak usah di fikirin, nanti juga mereka nyesal kalau udah kena piting." Ucap Siffa sambil tersenyum
Intan pun ikut tersenyum, lalu mereka bertiga makan bersama sambil bercanda.
Sementara itu para pembenci merasa tidak senang jika Intan punya teman.
"Itu nasib Tiar sama Darma gimana yah?" Tanya salah seorang wanita
"Masih di rawat, kayaknya sih Intan bakalan di laporin ke polisi deh." Ucap wanita satunya lagi.
"nggak usah ngurusin urusan orang, fokus aja kerja nyari uang." Ucap wanita lainnya.
Bersambung.