"Tidak heran ini disebut Jurang Neraka, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berpikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendrowidodo_Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Terdampar Di Reruntuhan Kuno
Evindro awalnya memang kaget namun dia cepat menjadi terbiasa, dia berusaha menikmati perjalanannya. Meskipun bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, nyatanya perjalanannya cukup panjang sampai membuat Evindro mulai khawatir sebab tenaga dalamnya tidaklah tanpa batas.
Ketika tenaga dalamnya terkuras lebih dari separuh, jantung Evindro mulai berdetak lebih cepat.
"Apa mungkin perhitungan Senior salah? Apakah sebanyak enam ribu lingkaran tenaga dalam masih tidak cukup?" Wajah Evindro sedikit memucat, untuk berjaga-jaga dia telah mengumpulkan beberapa ratus lingkaran lebih banyak dari target yang diberikan oleh Nacha. Sekarang dia mulai khawatir jumlah itu pun tidaklah cukup, dia mulai menyesal tidak menunggu dirinya mengumpulkan terlebih dahulu lebih banyak tenaga dalam.
Evindro mulai mengumpat saat tenaga dalamnya sudah terkuras sebanyak enam ribu lingkaran. Di tengah kepanikannya, dia melihat ujung dari lorong cahaya mulai terlihat. Lorong cahaya tersebut ternyata menuju ke arah sebuah benda yang berukuran bulat besar lainnya, semakin dekat semakin besar juga ukurannya.
Pandangan Evindro kembali menjadi gelap, tidak lama kemudian dia merasakan tubuhnya mendarat di sesuatu tempat yang padat.
Ketika Evindro kembali bisa membuka mata, dia melihat sekitarnya dan menemukan dirinya berada di reruntuhan kuno yang terasa asing baginya.
"Apa yang terjadi? Di mana aku..." Kata-katanya terhenti ketika menundukkan kepala dan menemukan formasi sihir serupa berada di bawahnya, "Apa-apaan..."
Evindro mencoba bangkit namun ternyata seluruh tubuhnya terasa sakit, selain itu tidak ada tenaga dalam yang tersisa di tubuhnya.
"Sepertinya aku kehabisan tenaga dalam di saat-saat terakhir..." Evindro menghela nafas, dia mengubah posisinya menjadi duduk bersila sebelum memulihkan diri menggunakan Nafas Tasawuf.
Luka yang Evindro alami ternyata cukup serius walaupun tubuhnya lebih kuat dari Pendekar Suci pada umumnya. Butuh waktu hampir satu jam sebelum kondisi tubuhnya kembali prima.
Evindro bangkit dan mengamati sekitarnya sekali lagi, dia tidak yakin ada reruntuhan kuno seperti ini di pemerintahan Batavia, "Apa Senior Arjun sungguh mengirim aku kembali ke dunia asalku? Aku tidak pernah mendengar tempat seperti ini."
Evindro menghabiskan beberapa menit untuk mempelajari tempat dia berada, selain formasi sihir yang terdapat di lantai reruntuhan, dia tidak menemukan petunjuk lainnya sehingga memutuskan meninggalkan reruntuhan tersebut.
Reruntuhan kuno tersebut ternyata berada di tengah hutan yang rindang, Evindro masih mengamati situasi sekitarnya ketika dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
Evindro mengeluarkan Pedang Penguasa Malam dari Cincin Samudra dan meletakkannya di pinggang. Memang kekuatannya sekarang bisa menjadikan Evindro sebagai jagoan nomor satu di dunia persilatan pemerintahan Batavia tetapi dia lebih memilih tetap waspada, terutama di tanah yang asing baginya.
"Kau yakin ada harta karun di tempat ini?"
"Tentu, pilar cahaya yang tiba-tiba muncul tadi pasti pertanda munculnya pusaka atau harta berharga."
Terdengar ada dua orang yang sedang berbincang satu sama lain, Evindro menghela nafas lega karena dia bisa mengerti bahasa kedua orang tersebut.
Dua orang itu akhirnya keluar dari pepohonan, langkah mereka langsung terhenti ketika berpandangan dengan Evindro. Di sisi lain, Evindro ikut mematung sambil mengerutkan dahi saat melihat dua orang tersebut.
Kedua orang itu masing-masing membawa pedang dan memakai baju pelindung dari besi namun yang menarik perhatian Evindro adalah bentuk wajah mereka yang berbeda, warna kulit yang putih pucat, hidung mancung dan rambut berwarna pirang serta coklat.
Pada saat yang sama, dua orang itu memiliki reaksi yang sama ketika memandang penampilan Evindro.
Dua pihak saling berpandangan selama beberapa waktu sampai akhirnya orang berambut coklat memecah keheningan. "Siapa kau? Mengapa kau ada disini?"
Evindro menggaruk kepalanya, dia masih berusaha mencerna situasinya. "Sebenarnya aku tidak yakin..."
"Jangan dengarkan dia! Pasti dia datang kemari karena melihat pilar cahaya." Pria berambut pirang memotong perkataan Evindro, dia menepuk pundak temannya yang berambut coklat.
Evindro mengerutkan dahinya, dia menebak pilar cahaya tersebut berkaitan dengan kedatangannya di tempat ini, mengingat dia melewati sebuah lorong cahaya sebelum tiba.
"Dengar baik-baik! Jika kau ingin keluar dari tempat ini hidup-hidup, serahkan semua harta berharga kamu!" Pria berambut pirang menarik pedangnya dan menghunuskan ke arah Evindro, pandangannya juga jatuh pada pedang di pinggang Evindro, "Sepertinya kau memiliki pedang yang bagus, jangan-jangan itu harta yang kau dapatkan dari pilar cahaya."
Evindro tersenyum tipis sebelum menggelengkan kepala pelan, dia bisa melihat kedua orang di hadapannya memiliki kekuatan pendekar kelas satu, Evindro bisa membunuh mereka tanpa mengangkat jarinya.
"Oh, kau tidak sayang dengan nyawamu?" Pria berambut pirang tersenyum lebar namun matanya menunjukkan kemarahan.
"Kawan, jangan gegabah, kita tidak mengenalnya..." Berbeda dengan rekannya, pria berambut coklat lebih hati-hati.
"Apa yang kau takutkan? Kita berdua, dia hanya sendirian."
Pria berambut pirang kembali mengancam Evindro, pria itu melangkah mendekatinya.
Evindro menghela nafas pelan sebelum tiba-tiba melepaskan Aura Pembunuh yang dahsyat, dia telah membunuh begitu banyak siluman setelah menjadi Pendekar Suci jadi tidak semua Aura Pembunuh sempat diubahnya menjadi Aura Tasawuf.
Pria berambut pirang jatuh dalam posisi berlutut, pedangnya terlepas sementara dirinya merasa sesak nafas. Kondisi pria berambut coklat juga tidak lebih baik. Keduanya kemudian sadar telah menyinggung seseorang yang seharusnya tidak mereka usik.
"Am... Pun..." Pria berambut coklat masih berusaha meminta ampunan, sementara pria berambut pirang yang jaraknya lebih dekat dengan Evindro sudah tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun.
Evindro sebenarnya bisa saja membuat keduanya kehilangan kesadaran namun dia memiliki rencana lain, Evindro menoleh ke satu sisi dan berkata pelan, "Sampai kapan kau mau bersembunyi?"
Seseorang keluar dari semak-semak yang sedang dipandangi oleh Evindro, dia memiliki bentuk wajah serupa dengan dua orang lainnya tetapi rona wajahnya begitu pucat setelah melihat kemampuan Evindro. Dia sepertinya tidak menduga Evindro telah mengetahui keberadaannya sejak awal.
"Tuan, Mohon ampuni nyawa kedua rekanku ini. Mereka tidak menyadari kekuatan anda dan telah menyinggung secara tidak sengaja."
Pria yang muncul dari semak-semak memakai baju kain dengan dua pedang di punggung serta memiliki rambut coklat kemerahan.
Evindro tersenyum dan menarik kembali aura pembunuhnya, membiarkan dua orang itu bisa bernafas seperti biasa lagi. Keduanya tidak diam saja, mereka bergegas bergerak ke belakang pria berambut coklat kemerahan.
"Kapten Hary, bantu kami untuk membunuhnya!" seru pria berambut pirang.
Jantung pria berambut coklat kemerahan berhenti sejenak, dia langsung balik badan dan menampar keras pria berambut pirang tersebut, 'Kau tidak sayang nyawamu?! Aku masih ingin hidup! Jangan libatkan aku dalam masalah!'
"Tuan, jangan dengarkan itu... Dia sudah kehilangan akalnya..." Pria berambut coklat kemerahan berlutut ketakutan, satu orang yang tersisa mengikutinya.