NovelToon NovelToon
Putri Palsu Sang Antagonis

Putri Palsu Sang Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Putri asli/palsu
Popularitas:680.3k
Nilai: 5
Nama Author: Yulianti Azis

Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.

Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.

Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.

Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menukar

Suasana rumah sakit terlihat ramai. Lampu-lampu di lorong menyala terang, terlihat para tenaga medis dan pasien maupun keluarga berlalu lalang.

Seorang pria berbadan tegap berjalan cepat di lorong lantai empat, mengenakan jas putih dokter lengkap dengan kacamata dan masker medis. Di dada jasnya tersemat name tag bertuliskan, Dr. Reno Armand.

Langkahnya terhenti di depan pintu bertuliskan Laboratorium. Matanya menyapu sekeliling dengan waspadal, terlihat sepi. Tak ada siapa pun di lantai empat itu.

Dengan satu tarikan napas, ia meraih kenop pintu. Tapi sebelum sempat membukanya, sebuah tangan menepuk bahunya dari belakang.

Pria itu tersentak, pundaknya menegang seketika.

“Dokter Reno?” suara perempuan terdengar lembut tapi penuh curiga.

Dokter itu mencoba terlihat tenang. Lalu ia perlahan berbalik sambil membuka maskernya, menampilkan senyum tipis yang dipaksakan. Terlihat keringat jatuh dari pelipis sang dokter.

“Oh … Suster Nina, ya?” sapanya ramah.

Suster Nina mengernyit heran, matanya menatap penuh tanya. “Dok, ngapain di sini? Bukannya tadi udah keluar dari ruangan ini ya, Dok? Saya baru aja lihat dokter keluar, lho.”

Pria itu mengusap tengkuknya, berpura-pura canggung. “Oh iya … Hehe, aku lupa sesuatu. Ada dokumen yang tertinggal, jadi aku balik sebentar.”

Suster Nina tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan. “Oh begitu … baiklah. Saya permisi ya, Dok.”

“Silakan,” jawabnya singkat.

Begitu langkah suster Nina menjauh dan menghilang di ujung lorong, ekspresi pria itu langsung berubah dingin. Senyum palsu lenyap, berganti sorot tajam dan penuh tujuan.

'Hampir saja!'

Ia membuka pintu laboratorium secara hati-hati dan masuk ke dalam. Suara mesin mendengung lembut di dalam ruangan. Laci demi laci ia buka, matanya bergerak cepat mencari satu nama dan akhirnya menemukannya.

“Zoe Aldenia … Zero Dallen,” gumamnya lirih. Di tangannya kini tergenggam dua berkas hasil tes DNA yang baru saja dicetak.

Ia mengeluarkan salinan hasil palsu dari dalam jasnya dan menukar dokumen yang asli. Pergerakannya cepat dan rapi. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, ia melangkah keluar dan menutup pintu rapat-rapat.

Lorong masih terlihat sepi. Tak seorang pun yang terlihat curiga. Melihat suasana masih tenang, pria itu melangkah meninggalkan ruangan itu.

Ia menuju parkiran bawah tanah, dan sesampainya di mobil hitam sedan mewah, ia duduk di kursi kemudi dan mulai membuka lapisan silikon di wajahnya. Perlahan topeng elastis itu terlepas, memperlihatkan wajah asli seorang pria asing bukan Dr. Reno.

Ia mengambil ponselnya dan menekan satu nomor.

“Semua beres. Dokumen sudah diganti.”

Lalu ia menghidupkan mesin mobil dan pergi tanpa menoleh ke belakang.

Dari balik bayangan tiang parkir, sesosok pria tinggi dengan pakaian serba hitam muncul. Matanya tajam seperti elang.

Dia adalah Dante.

Tangan kanan Ryder itu mengangkat ponselnya, suaranya rendah namun tegas.

“Tuan Muda, orangnya sudah bertindak seperti dugaan kita. Hasil tes DNA sudah diganti.”

Dari seberang, suara Ryder terdengar dingin. “Ikuti dia. Jangan sampai kehilangan jejak. Aku ingin tahu siapa yang menyuruhnya.”

“Baik, Tuan Muda.” Dante menutup telepon dan segera menyusul mobil hitam itu.

Dengan gerakan cepat dan terlatih, Dante bergerak cepat bersama assassin milik Ryder.

Ryder baru saja menutup teleponnya. Wajahnya yang sebelumnya dingin kini melunak saat menoleh ke arah Zoe yang berdiri di sampingnya.

Zoe mengangkat alis, matanya sedikit menyipit curiga. “Siapa yang nelfon?”

Ryder tersenyum tipis, memasukkan ponsel ke saku celananya. “Cuma orang iseng nawarin pinjol. Biasa, spam.”

Zoe hanya mengangguk, tak ingin memperpanjang. “Oh.”

Ryder merasa lega, karena Zoe tidak bertanya lebih padanya. Padahal yang menelfon adalah Dante. Kalau sang asisten tahu, jika dia dianggap sales pinjol, Dante pasti akan berdecak kesal.

Tapi momen tenang itu tak bertahan lama. Saat mereka berbalik, tampak Levi, Arya, Arvan, dan Dwiki berdiri tak jauh dari mereka wajah mereka masih merah padam, bukan karena malu semata, tapi campuran marah, gengsi, dan harga diri yang tercabik saat mengetahui keberadaannya tadi.

Ryder menyilangkan tangan di dada, tatapannya menekan. “Ayo. Minta maaf,” katanya dengan nada tajam. “Kalian udah nuduh Zoe tanpa bukti. Udah lihat sendiri kan kenyataannya.”

Tangan keempat pemuda itu mengepal kuat. Gigi mereka mengertak menahan emosi. Tapi mereka tahu, mereka salah. Dengan setengah hati, akhirnya mereka mengalah.

Levi menunduk sedikit. “Maaf,” katanya pelan.

“Maaf,” susul Arya, Arvan, dan Dwiki dengan suara rendah secara bersamaan.

Zoe mendengus dingin, satu alisnya terangkat.

“Minta maafnya sambil sujud,” katanya santai tapi tegas. “Sesuai perjanjian tadi.”

Empat pasang mata langsung membelalak, mata mereka menatap nyalang ke arah Zoe.

“Jangan keterlaluan lo, Zoe!” protes Arvan dengan suara meninggi.

“Lo pikir siapa berani nyuruh kita sujud?” timpal Arya dengan nada tak percaya.

“Lo mau kita malu satu sekolah?” Dwiki menatap Zoe tajam.

Zoe hanya tersenyum simpul, sama sekali tak terganggu dengan ocehan pemuda-pemuda itu.

“Lebih keterlaluan mana?” balas Zoe pelan tapi menusuk. “Kalian main tuduh aja. Bukan cuma nama gue yang kalian seret, tapi harga diri gue juga. Kalian semua rame-rame ngebentak, seolah gue pelaku padahal nggak ada bukti. Bahkan, gue masih ingat beberapa waktu lalu, kalian mencoba nyeret gue. Kalau gue gak melawan, kalian pasti sudah hukum gue seperti dulu-dulu.”

Zoe menatap satu per satu mereka dengan tenang. Beberapa ingatan Zoe terlintas, di mana setiap Alicia terluka pasti Zoe akan dihukum, meski bukan Zoe pelakunya tetap saja Zoe akan disalahkan.

“Dan soal sujud, itu bukan gue yang minta. Kalian sendiri yang janji bakal sujud kalau ternyata gue gak salah. Inget, cowok sejati itu yang dipegang ucapannya. Kalau enggak, ya kalian sama aja gak gentleman.”

Keempat pria itu saling pandang. Rahang mereka menegang, tangan mengepal. Tapi tak ada satu pun yang bicara.

Beberapa detik kemudian, perlahan-lahan mereka menunduk, membungkuk dalam.

“Maaf,” ucap mereka bersamaan, masih setengah hati.

Zoe mengangkat bahu. “Itu membungkuk, bukan sujud.”

Levi mendesis pelan, nyaris tak terdengar. “Lo bener-bener … keterlaluan.”

Tapi tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Gengsi mereka hancur, tapi janji tetap janji. Satu per satu akhirnya mereka menunduk, lalu berlutut, hingga benar-benar bersujud.

“Maaf .…” ucap mereka lagi, kali ini lebih tulus, meski suara mereka terdengar getir.

Jayden yang berdiri tak jauh dari mereka hanya menghela napas pelan. Ia tak ikut bersuara, hanya menatap sahabat-sahabatnya dengan diam. Ia tahu, mereka sudah kalah telak hari ini oleh Zoe dan oleh harga diri mereka sendiri.

Zoe menatap mereka sejenak, lalu melangkah pergi tanpa berkata apa-apa.

Ryder menyusulnya, sempat menoleh sejenak dan berkata, “Semoga kalian belajar dari ini.”

Lalu ia menyusul Zoe keluar dari ruang keamanan, meninggalkan empat pria yang masih tertunduk dalam diam.

1
Intan Marliah
Luar biasa
nara 🇮🇩 🇹🇼
belum up ya kak padahal dari kemaren udah volak balik pantengin profilnya kak yul,
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Yulianti Azis: Udah, Kak. dari semalem. Gak tahu kenapa belum diloloskan sama pihak Noveltoon
total 1 replies
Firginia N oktavia
lama amat ya up nya Thor
udah penasaran banget ini
Wiwin Ma Vinha
apa wanita yg dl ngulik zoe tuh si stella ya,kom aq jd curiga
Pandin Beatrix
alicia anak kaget dr hidup di panti asuhan tiba tiba msk dlm keluarga kaya, hatinya penuh iri dengki
Pandin Beatrix
semakin tegang , semoga busur Zoe tepat sasaran
🌻🇲🇾Lili Suriani Shahari
aku akan cuba bersabar menanti!!!
Pandin Beatrix
astaga Zoe ikut lomba panahan & tembak lagi , semoga menang
Pandin Beatrix
horeee Zoe menang , kamu mmg jenius , sebaliknya dgn alicia Krn iri dengki jadi kalah deh
Pandin Beatrix
Zoe dpt dukungan dr keluarganya kecuali wiratmaja
Pandin Beatrix
bertambah lagi satu ular beludak didekat Zoe, muka polos hati berbisa
YuWie
kupimir yg hancur tina,ternyata malah zoe
Pandin Beatrix
senangnya Zoe bisa bertemu keluarga besarnya
Pandin Beatrix
Zoe dpt mobil baru mrk iri, iri tanda tak mampu
Pandin Beatrix
siapa perempuan diatas kapal itu Yach, jangan2 sejak awal dia hanya diadu domba dgn kelg Dallen
Pandin Beatrix
bagus satu satu org yg pernah di-bully oleh Zoe asli dulu didatangin utk minta maaf
Pandin Beatrix
siapa yg inginkan kematian Zoe ? pasti org bermodal gede Krn bs nyewa org utk mencelakakan
Pandin Beatrix
rasakan kalian akhirnya sujud minta maaf didepan Zoe
iin marlina
yeh masih panjang ini cerita
pasti ada salah paham ini
Pandin Beatrix
jd Melisa dkk yg berbuat lantas Zoe yg dituduh, hmm dasar mrk buta hati
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!