Kematian Winarsih sungguh sangat tragis, siapa sebenarnya dalang di balik pembunuhan wanita itu?
Gas baca!
Jangan lupa follow Mak Othor, biar tak ketinggalan updatenya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKW Bab 33
Saat terbangun dari tidurnya, Budi dibuat kaget kembali. Pasalnya saat ini dia bangun dalam keadaan polos seperti kemarin, lebih parahnya lagi dia tidur di atas tubuh istrinya yang polos.
Saat dia mengingat-ingat akan apa yang terjadi tadi malam, dia begitu mengingat kalau dirinya tidak meniduri istrinya. Justru dia tidur sambil duduk, tak berani malah untuk melakukan hal yang tidak-tidak terhadap istrinya itu.
Dalam keadaan bingung pria itu cepat-cepat turun dari tubuh istrinya, lalu dia memakai baju dan juga memakaikan istrinya baju. Dia tatap wajah istrinya yang begitu pucat, dia juga menatap seprei yang penuh dengan darah.
"Apa iya tanpa sadar aku yang sudah melakukannya? Tapi, punyaku gak besar dan rasanya tak mungkin kalau membuat milik istriku sampai seperti itu."
Di saat Budi sedang kebingungan, dokter dan juga suster datang untuk memeriksakan kondisi kesehatan bi Tuti. Mereka kaget saat melihat darah yang berceceran di atas ranjang pasien.
"Apa yang sudah terjadi, Pak?"
"Justru saya tidak tahu, saya juga baru bangun dan melihat keadaan istri saya sudah seperti itu."
Dokter nampak begitu khawatir, kalau dia meminta suster untuk memeriksakan kondisi dari inti tubuh bi Tuti. Budi hanya bisa diam memperhatikan, dia bingung sekali.
"Robekannya tambah dalam, harus jahit ulang."
"Astagfirullah," uja Budi yang langsung merinding sebadan-badan.
Dokter menolehkan wajahnya ke arah Budi, karena di ruangan itu tidak ada orang lain lagi selain pria itu.
"Bapak beneran kan, tidak melakukan hal yang aneh-aneh terhadap istrinya?"
"Sumpah, Dok. Saya tidak melakukan apa pun, kalau dokter curiga sama saya, saya bersedia diperiksa."
Budi sudah tak malu lagi, dia bahkan sampai membuka celana yang dia pakai. Suster sampai menolehkan kepalanya ke arah lain.
"Punya saya kecil, Dok. Nggak mungkin bisa sakitin istri saya sampai punya robekan yang besar," ujar Budi membela diri.
"Saya percaya, celananya boleh dipakai lagi." Dokter sudah melihat ukuran milik Budi, memang tak mungkin bisa merobek milik bi Tuti sampai sedalam itu.
Setelah berbicara dengan dokter, Budi disuruh keluar karena dokter harus menjahit ulang milik bi Tuti. pria itu nampak gusar, dia merasa ada yang tidak beres dengan kehidupannya saat ini.
"Ini sungguh aneh, apa aku harus pergi ke dukun untuk menanyakan hal ini? Atau pergi ke pak ustadz saja ya?" tanya Budi.
Budi rasanya ingin langsung pergi ke rumah pak ustadz untuk menanyakan hal ini, tetapi mengingat istrinya yang dalam keadaan tidak baik-baik saja, Budi memutuskan untuk menunggu istrinya tersebut terlebih dahulu.
Nanti kalau nggak ada istrinya sudah stabil, baru dia akan pergi untuk menanyakan hal ini. Dia takut ada yang memasuki tubuhnya, lalu melakukan hal yang tidak tidak terhadap istrinya dalam keadaan tidak sadar.
''Ya, nanti aku harus pergi ke rumah pak ustadz."
Budi mondar-mandir tidak jelas menunggu dokter menjahit milik istrinya itu, setelah beberapa saat Budi diperbolehkan untuk masuk karena dokter sudah selesai dengan kegiatannya.
"Tolong istrinya lebih dijaga lagi ya, Pak. Jangan sampai robek lagi, saya tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya kalau terus-menerus seperti ini. Karena kondisi istri Bapak sangat lemah," terang Dokter.
"Iya, Dok. Terima kasih," ujar Budi.
Dokternya juga suster nampak berbeda di sana, setelah kepergian mereka, Budi duduk di samping istrinya dan menggenggam tangan istrinya tersebut.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Dek? Kenapa bisa seperti ini? Ini sangat janggal, cepat sembuh biar Mas bisa tanya apa yang sebenarnya terjadi."
Cukup lama dia menunggu istrinya itu, saat sore hari tiba Budi akhirnya menitipkan istrinya itu kepada suster jaga. Dia yang tidak sabar langsung pergi untuk menemui pak ustadz di rumahnya.
"Ada perlu apa Mas Budi datang ke rumah saya?" tanya Pak Ustadz.
Budi tanpa ragu menceritakan semuanya, tidak ada yang dia tutup-tutupi sama sekali. Karena dia ingin segera mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang terus saja berseliweran di dalam otaknya.
"Saya tidak bisa langsung menjawab apa yang terjadi, karena saya harus bertemu terlebih dahulu dengan istri anda."
"Boleh, Pak Ustadz. Tapi sekarang Istri saya sedang ada di Puskesmas, apa Pak Ustadz tidak keberatan pergi bersama dengan saya ke Puskesmas?"
"Tidak, selepas magrib tidak akan pergi ke sana."
"Siap, Pak Ustadz."
Budi tinggal di rumah pak ustadz terlebih dahulu, selepas maghrib barulah keduanya pergi menuju Puskesmas. Saat tiba di ruang perawatan bi Tuti, pak ustadz langsung melihat bi Tuti yang sedang terbaring lemah di atas ranjang pasien.
"Saya izin memeriksa kondisi istri Bapak," ujar Pak Ustadz yang langsung duduk di bangku tunggu dekat ranjang pasien.
"Saya izinkan, Pak Ustadz." Budi memundurkan langkahnya, dia memberikan kesempatan kepada pak ustadz untuk melihat kondisi istrinya itu.
Pak ustadz mulai membaca Bismillah, lalu dia membaca doa sambil menatap wajah bi Tuti. Tak lama kemudian pak ustadz nampak bangun dan menjauh dari bi Tuti.
"Astagfirullah! Istri anda adalah pemuja setan," jelas Pak Ustadz.
"Apa?" tanya Budi dengan syok saat tahu tentang istrinya.
"Ya, istri anda adalah pemuja setan. Dia mengabdikan hidupnya untuk setan, bahkan setan yang dia puja juga merupakan suaminya."
"Hah! Tak mungkin!" teriak Budi sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.
Dia tidak menyangka kalau istrinya tersebut merupakan seorang pemuja setan, karena selama rumah tangga dengan wanita itu, dia tidak pernah melihat kelainan dari istrinya itu.
Kalau misalkan istrinya itu memang seorang pemuja setan dan memiliki suami setan, Budi bisa percaya setelah melihat kejadian 2 hari ini.
"Siapa yang menjadi suaminya, Pak Ustadz?" tanya Budi dengan suara bergetar.
Pak ustadz terdiam sejenak mendengar pertanyaan dari Budi, dia menatap kembali wajah bi Tuti sambil membaca doa. Pak ustadz menghela napas berat, lalu dia menolehkan wajahnya ke arah Budi dengan tatapan iba.
"Dia menikah dengan makhluk halus yang menyerupai kera besar dan kekar, dengan warna kulit hitam kemerahan dan tubuh berbulu lebat. Punya ukuran pedang yang besar yang mampu memuaskan istri kamu, tentunya kepuasan yang didapatkan oleh istri kamu itu tidak gratis. Ada tumbal yang harus diberikan, begitu juga ketika istri kamu menginginkan sesuatu. Dia akan dengan mudahnya mengabulkan, yang terpenting ada timbal baliknya."
Tubuh Budi bergetar dengan hebat, dia sampai tidak bisa berdiri dengan tegak. Pria itu langsung meluruhkan tubuhnya ke atas lantai, dia duduk sambil menyandarkan kepalanya pada tembok.
"Makhluk apa itu, Pak Ustadz?"
"Genderuwo, dia tinggal di pohon gayam yang ada di hutan larangan."
"Astagfirullah! Sejak kapan istriku menjadi pengikut setan, Pak Ustadz?"
Walaupun merasa sakit, tetapi Budi tetap saja bertanya karena ingin tahu. Dia memegangi dadanya sambil menangis, sedih dan juga terluka yang saat ini dia rasakan.
Dia merasa sudah tertipu dengan istrinya tersebut, karena selama ini Istrinya selalu bertingkah lemah lembut. Tak pernah terlihat seperti orang yang memuja setan.
"Sejak umur lima belas tahun," jawab Pak Ustadz.
"Apa?!" teriak Budi yang merasa semakin sesak napas.
2.Winarsih,Wati,bi tuti,bu tarni,wanda,winda,
3.bi tuti dgn suami gaibnya
4.alasannya pingin menjadikan Wati nyonya Bagas
5.ceritanya seru,,dan bikin penasaran,horor..masih batas wajar,,penulisan dan gaya bahasanya terkesan santai dan ceritanya tdk memaksa ato terburu2...makasih othonya
2.winarsih,wati ,wanda ,winda bi tuti ,bu tarni
3.bi tuti yg mmbunuh
4.krn bi tuti ingin mnjodohkan wati dan bagas supaya wati hidup makmur jdi org kaya tdak susah lg
1.bagas
2 wati
3.bu tuti
Winarsih,Wanda,Winda,Wati,tuti
si tuti
1. Sebutkan nama pemeran pria!
2. Sebutkan nama pemeran wanita!
3. Siapa yang membunuh Winarsih?
4. Sebutkan motif dibalik pembunuhan Winarsih!
5. Bagaimana komen kalian dengan cerita yang Mak Othor buat?