NovelToon NovelToon
THE ETERNAL QUEEN

THE ETERNAL QUEEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Menjadi NPC
Popularitas:492
Nilai: 5
Nama Author: Yuuuki

Aku mengingat semua kehidupanku, tapi yang pasti aku tidak ingat kehidupan pertamaku, dan firasatku aku buka mahkluk bumi ini, siapa aku?
Lagi lagi aku menjadi seperti ini, terjebak di putaran dunia. kehidupan ku yang ke 1002
Besok ngapain ya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuuuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16: Kedatangan, Provokasi

Entah, apa yang terjadi. Tapi ia datang di badai dingin dan minta izin untuk menginap disini. Kediaman Archduke.

"Jadi.. Siapa anda?"Ucapku menatapnya

"Perkenalkan, saya hermes. Saya seorang pengelana" Ucapnya

"Hermes? Kamu menyamai nama Dewa Hermes?"

"T-tidak, orang tua saya yang memberi Bama saya begitu" Ucapnya sedih

"Hoo, Baiklah. Kemungkinan besar besok badai sudah reda, anda bisa melanjutkan perjalanan anda besok" Ucapku sambil meminum teh

Entah mengapa, ada sesuatu yang aneh dari cara ia menatap seisi ruangan, seolah ia tengah menilai setiap sudut dengan mata yang penuh rahasia. Aku menaruh cangkir teh di atas meja, mencoba membaca ekspresi wajahnya.

“Lady Alexsander Violetine Athena Lilac,” ucap Hermes perlahan, suaranya tenang tapi menyimpan nada menggoda, “rumahmu ini terasa… berat. Ada banyak mata yang seolah mengawasi, ya?”

Aku mengangkat alis. “Mata? Maksudmu?”

Hermes tersenyum tipis. “Ah, maafkan aku. Aku hanya peka pada sesuatu yang… tak terlihat. Kau sendiri, siapa kau sebenarnya? Seorang manusia biasa tak mungkin memiliki aura setajam ini. Bahkan saat aku masuk, aku merasakan… kekuatan yang tak wajar darimu.”

"Hoo?"

Aku terdiam sejenak, jari-jariku mengetuk perlahan permukaan meja. “Kau bicara omong kosong. Aku hanya anak dari Archduke, pemilik rumah ini.”

“Oh?” Hermes menyandarkan punggungnya dengan santai, matanya berkilat penuh selidik. “Kalau begitu, kenapa namamu sering disebut bersama Dewi Athena (Alexander Violetine Athena Lilac)? Kau bahkan memancarkan jejak sihir kuno. Atau… apakah kau hanya berpura-pura menjadi manusia?”

Aku mengerutkan kening, detak jantungku mulai terasa tak nyaman. “Kau terlalu banyak bertanya, Tuan Hermes.”

Hermes tersenyum licik. “Aku hanya ingin tahu kebenaran. Kau bisa bohong pada semua orang, tapi tidak pada seorang pengelana sepertiku. Katakan, siapa kau sebenarnya? Atau… aku akan membuat badai ini tak pernah reda, sampai kau mau bicara.”

"Hoo? Seseorang yang bahkan tak lebih kuat dari Tuhan berkata dengan lancangnya"Ucapku dingin menatapnya

Hermes terdiam sejenak, lalu tersenyum miring, matanya berkilat penuh rasa ingin tahu.

“Lancang, ya? Menarik… berarti kau mengakui bahwa kau lebih dari sekadar manusia biasa. Hanya mereka yang menyimpan kekuatan besar yang berani bicara soal ‘Tuhan’ di hadapanku.”

Ia mencondongkan tubuhnya, nada suaranya berubah lebih rendah namun menusuk.

“Atau mungkin… kau takut? Takut kalau aku bisa merobek tirai rahasia yang kau sembunyikan selama ini. Jangan salah, aku memang bukan Tuhan, tapi aku punya cukup pengaruh untuk membuat para dewa menoleh ke arahmu. Kau siap dengan itu?”

Hermes tersenyum sinis, seolah menikmati setiap detik emosi Lilac.

“Buktikan bahwa ucapanmu bukan sekadar angin, Lady. Siapa sebenarnya kau hingga berani bicara seperti itu?”

"Hahahah" Aku menyandarkan tubuh ke kursi dengan tatapan datar, jemariku mengetuk perlahan meja.

“Jadi kau ingin tahu siapa aku?” ucapku, nada suaraku ringan namun penuh tekanan. “Sayangnya, orang yang terlalu banyak bertanya sering tak siap mendengar jawabannya.”

Hermes mengangkat satu alis, tampak tertarik. “Oh? Jadi kau ingin bermain teka-teki denganku?”

Aku tersenyum tipis. “Kalau itu yang kau sebut bermain… silakan. Aku tak akan memberi apa pun pada seorang pengelana yang bahkan tak mampu menahan badai tanpa bersembunyi di rumah orang.”

Hermes tertawa pelan, suara tawanya serupa pisau tipis yang menggores udara. “Kau pedang yang terbungkus rapat, Lady. Tapi pedang yang terlalu lama disarungkan akan berkarat.”

“Aku lebih suka karat,” balasku dingin

 “daripada membiarkan orang asing mencobanya dengan tangan kotor.”

Hermes menatapku lekat-lekat, lalu tersenyum lebih lebar. “Baiklah… kalau begitu, mari kita lihat siapa yang bertahan lebih lama. Kau dengan rahasiamu, atau aku dengan provokasi ku.”

"Hmm, Jika 'ia' tahu anda memprovokasi ku. 'ia' akan sangat marah lho" Aku bersmrik sambil meneguk teh ku

Aku menatap Hermes sambil memutar cangkir teh di tanganku.

“Hermes, bukan? Nama yang, berat untuk seorang pengelana. Kau tidak takut dunia ini salah paham?”

Hermes tersenyum miring. “Nama hanyalah nama. Bukankah orang sepertimu tak akan peduli pada kebetulan kecil seperti itu?”

Aku mendecak pelan, bibirku terangkat setengah. “Kebetulan, ya? Nama itu milik seseorang yang terkenal, Pintar memprovokasi, suka bermain di balik bayangan. Sedikit mirip denganmu, aku rasa.”

Hermes tertawa ringan. “Ah, jadi aku mirip dewa, begitu? Menarik. Tapi bagaimana denganmu? Kau berbicara seolah… kau mengenal mereka dari dekat.”

Aku menatapnya dalam, mata kami saling beradu. “Aku hanya mendengar terlalu banyak kisah, itu saja. Lagipula, dewa mana yang ingin repot-repot turun ke dunia fana ini?”

Hermes mencondongkan tubuhnya, senyum liciknya semakin jelas. “Kadang mereka turun… untuk menguji manusia. Atau untuk mencari sesuatu yang tak bisa ditemukan di langit.”

Aku hanya mengangkat alis “Lalu, apa yang kau cari, Hermes? Atau… siapa yang kau cari?”

Sekilas, sorot matanya berubah tajam, tapi ia kembali tersenyum santai. “Mungkin aku hanya mencari seseorang yang menyembunyikan terlalu banyak rahasia. Seseorang seperti… dirimu.”

Aku meneguk teh, lalu tersenyum samar. “Hati-hati, pengelana. Kau mungkin tersesat di tempat yang tak bisa kau pahami.”

Hermes menatapku seolah mencari celah, senyumnya tidak memudar.

“Rahasia, ya? Sepertinya kau menyimpan terlalu banyak hal yang menarik, Lady Lilac. Bahkan auramu berbeda. Kau… bukan manusia biasa.”

Aku hanya tersenyum dingin. “Kau begitu yakin menilai orang lain, Hermes. Tapi aku penasaran… bagaimana seorang pengelana biasa bisa merasakan sesuatu seperti itu? Kau melihat apa yang orang lain tak bisa lihat. Bukankah itu aneh?”

Hermes terdiam sepersekian detik. “Mungkin karena aku… terbiasa berjalan di tempat-tempat yang penuh misteri.”

Aku meletakkan cangkir teh dengan pelan, lalu menatapnya dalam, tajam seperti pedang.

“Ah, atau mungkin karena kau sendiri bukan seperti yang kau klaim. Katakan… ‘Hermes’, kau pengelana dari mana? Dari langit? Dari dunia para dewa?”

Hermes tertawa kecil, tapi suaranya terdengar menegang. “Kau punya imajinasi yang luar biasa, Lady. Tapi sebutan itu… terlalu besar untukku.”

Aku mendekat sedikit, suaraku rendah namun menusuk. “Terlalu besar? Atau justru tepat? Kau bereaksi dengan menarik, Hermes. Seolah… aku tepat menebak sesuatu.”

Sorot mata Hermes berubah. Sekilas terlihat keseriusan yang jarang kutemui pada manusia.

“Kau berbicara seolah tahu dunia yang lebih tinggi daripada ini,” katanya perlahan, nada suaranya nyaris penuh pengakuan.

Aku tersenyum samar. “Mungkin aku tahu. Atau mungkin aku hanya menguji… sama seperti kau yang sekarang berusaha mengujiku. Tapi, bukankah para dewa akan marah jika namanya dibicarakan dengan sembarangan? Kau berani sekali, Hermes.”

Hermes membalas dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, seolah berusaha menembus penyamaranku. “Kau,...sebenarnya siapa?”

Aku hanya tersenyum, tidak menjawab, lalu berdiri dengan anggun. “Itu pertanyaan yang sebaiknya tidak kau tanyakan. Badai akan reda besok, Hermes. Nikmati malam ini, sebelum kau menyesal membuka sesuatu yang tak bisa kau tutup lagi.”

Hermes hanya menatapku dalam-dalam, kali ini tanpa senyum.

Hermes menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya menyipit dengan senyum samar.

“Menarik. Kau sangat pandai menyembunyikan sesuatu, Lady. Katakan… apakah kau pernah mendengar nama Pallas Parthenos?”

Aku menoleh perlahan, menatapnya dengan ekspresi datar. “Pallas… apa? Kedengarannya seperti nama seseorang di kota selatan.”

Hermes tersenyum miring, tapi matanya tak berkedip, memperhatikanku. “Oh, jadi kau tidak mengenalnya? Padahal nama itu dulu dipuja di atas altar-altar marmer. Nama seorang dewi perang… yang konon paling bijaksana di antara yang lain.”

Aku hanya menyesap teh dengan santai. “Dewi perang? Aku lebih sibuk mengurus wilayahku daripada menghafal nama dewi. Tapi menarik juga, ya, seorang pengelana tahu kisah-kisah semacam itu.”

Hermes memiringkan kepalanya, seperti tak yakin dengan jawabanku. “Kau sama sekali tidak merasa… ada kedekatan dengan nama itu? Entah kenapa, saat aku memandangmu, aku teringat pada tatapan dingin sang Pallas Parthenos.”

Aku terkekeh pelan. “Oh, jadi aku mirip dewi perang? Itu pujian atau penghinaan, Hermes?”

Hermes menatapku tajam, senyum samar menghiasi wajahnya. “Kau terlalu pandai menutupi sesuatu. Tapi aku tidak masalah menunggu. Cepat atau lambat, topengmu akan retak.”

Aku meletakkan cangkir, menatap balik dengan santai. “Kalau itu terjadi, Hermes, mungkin topengmu yang lebih dulu pecah.”

"Hmm, Hari sudah mulai malam dan hawa semakin dingin. Kalau begitu saya akan kembali" Ucapku dan pergi kembali ke ruanganku

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!