Zahira terpaksa bercerai setelah tahu kalau suaminya Hendro menikah lagi dengan mantan pacarnya dan pernikahan Hendro di dukung oleh ibu mertua dan anak-anaknya, pernikahan selama 20 tahun seolah sia-sia, bagaimana apakah Zahira akan melanjutkan pernikahannya atau memilih bercerai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KZ 06
"Zahira, kamu mau ke mana?" tanya seseorang.
Zahira mendongak, ternyata Ratna yang datang. Ia mengenakan jilbab, namun anehnya kalung emas itu justru dikalungkan di atas jilbabnya, seolah sengaja ingin memamerkannya.
"Bukan urusan kamu," ujar Zahira dengan suara dingin dan tajam.
"Zahira, maafkan aku. Aku sudah berusaha menolak Mas Hendro, tapi Mas Hendro dan anak-anak memaksaku," ucap Ratna dengan nada penuh penyesalan. Namun Zahira tahu, di balik kata-kata itu hanya ada kepalsuan—air mata buaya yang tak sanggup menutupi niat licik di balik senyumannya.
"Sudah, biarkan saja dia pergi! Memangnya mudah hidup tanpa uang dari anakku?" ucap Rini dengan nada penuh amarah dan kekesalan.
"Tante!" teriak Anggi sambil berlari lalu memeluk Ratna erat.
"Ada apa, sayang?" ucap Ratna lembut sambil memeluk Anggi erat, mencoba menenangkan gadis remaja itu yang tampak gelisah.
"Kamu lihat sendiri, Zahira. Bahkan anak-anak lebih dekat dengan Ratna daripada dengan kamu," ucap Rini dengan nada menyakitkan.
"Iya, Tante Ratna memang lebih pantas jadi mama kami," ucap Angga dengan nada penuh penghinaan, menusuk hati Zahira tanpa rasa bersalah.
"Zahira, aku beri kamu kesempatan. Kalau kamu mau kembali ke rumah ini, aku akan memaafkanmu," ucap Hendro dengan nada seolah-olah ia sedang bermurah hati, seakan semua kesalahan ada pada Zahira.
Zahira tak menjawab, dia melangkah pergi meninggalkan ruangan.
“Dasar orang tua yang tidak tahu diri, durhaka, dan tak mau mengerti kebahagiaan anaknya! Hari ini aku nyatakan, kamu bukan lagi anakmu!” teriak Anggi dengan suara lantang penuh amarah.
"Jangan pernah kembali kepada kami. Kami membenci kamu," ucap Angga dengan nada dingin dan penuh kebencian yang tajam.
Zahira berbalik perlahan dan melangkah menuju rumah dengan tegas dan percaya diri tapi yang ada di rumah salah mengira
"Kamu memang cuma bisa menggeretak. Baru kami ancam segitu saja, kamu sudah balik," ucap Angga sinis.
Zahira tak menghiraukan Angga, matanya tertuju pada Hendro yang berdiri di depannya.
“Cepat, cerai aku sekarang juga,” ujar Zahira dengan nada dingin dan tegas, menunjukkan bahwa dia sudah bulat dengan keputusannya tanpa takut menghadapi konsekuensi apapun.
Ratna menatap Zahira dengan nada khawatir dan penuh simpati, namun di dalam hatinya dia bersorak sorai merayakan kemenangan yang diraih, menyembunyikan rasa puasnya di balik wajah penuh perhatian.
Sementara Hendro masih terdiam, teringat 20 tahun pernikahannya dengan Zahira yang selalu menjadi istri sempurna. Melihat Zahira yang tetap segar dan cantik di usia 40 tahun, Hendro pun memalingkan pandangannya pada Ratna. Ratna memang cantik, tapi kecantikannya hanya karena makeup tebal. Tanpa riasan itu, banyak kerutan yang tampak. Pola hidup yang tidak sehat jelas menjadi penyebab utama penampilannya yang berbeda jauh dari Zahira.
"Pah, cepat ceraiin Mamah! Aku sudah muak melihatnya," ucap Anggi dengan nada penuh amarah. Sejak dulu, dia sangat membenci ibunya karena sikapnya yang terlalu bawel dan suka mengatur segala hal.
"Tidak segampang itu, ini bisa menghambat karierku," ucap Hendro, meski sebenarnya itu bukan alasan utamanya. Di ambang perceraian, ia menatap wajah Zahira dengan saksama—masih cantik, segar, dan anggun, nyaris tak berbeda dari gadis usia 30-an. Ada keraguan yang diam-diam tumbuh dalam hatinya.
"Papah jangan banyak alasan! Papah itu ahli dalam urusan perizinan dan punya banyak koneksi. Menceraikan perempuan tak berguna seperti itu seharusnya hal yang mudah," ucap Angga dengan nada meremehkan.
"Anggi, cepat rekam! Lalu upload ke media sosial. Jangan sampai ada celah sedikit pun untuk dia kembali," lanjut Angga dengan penuh kesengajaan.
Hendro tampak terdiam, tak mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya datar, namun matanya menyiratkan kebingungan dan keraguan yang sulit disembunyikan.
"Nak, jangan terlalu keras seperti itu. Papah kamu sudah 20 tahun berumah tangga dengan Mamah kamu. Pasti masih ada perasaan di antara mereka. Tolong beri waktu untuk memperbaiki semuanya," ucap Ratna dengan nada bijaksana. Padahal, di balik kata-kata lembut itu, tersirat fakta yang tak bisa disangkal—dari tatapan Hendro terlihat jelas bahwa ia masih menyimpan rasa cinta pada Zahira.
"Papah, sekarang pilih kami atau wanita tak berguna itu!" bentak Anggi dengan nada tajam, penuh amarah dan tekanan, memaksa Hendro mengambil keputusan saat itu juga..
"Hendro, semua anakmu sudah mendukung untuk bercerai. Tunggu apa lagi? Ibu sudah muak dengan wanita kampungan ini," ucap Rini dengan nada kesal dan penuh penghinaan, tak lagi menutupi kebenciannya pada Zahira.
"Zahira, apa kamu tidak peduli dengan nasib rumah tangga kita?" ucap Hendro, mencoba bernegosiasi dengan nada setengah memohon namun tetap menyimpan ego.
"Sudahlah, Mas, jangan bertele-tele. Anak-anakmu sendiri sudah ingin kita berpisah. Jadi, jangan bilang kamu masih cinta sama aku. Kalau memang masih cinta, seharusnya kamu menceraikan pelakor itu dulu," ucap Zahira tegas, menatap Hendro tanpa ragu sedikit pun.
"Dasar wanita tak berguna!" ucap Rini dengan kesal. "Jangan pernah berharap Hendro akan menceraikan Ratna. Ratna itu cinta pertama dan terakhir Hendro—kamu mimpi saja kalau berharap dia akan memilihmu!"
"Angga, ayo kita pergi saja! Aku tidak sudi wanita ini tetap tinggal di rumah ini. Dan kalau Papah berani menceraikan Tante Ratna, jangan pernah anggap kami sebagai anak!" ancam Anggi dengan nada keras dan penuh kemarahan.
"Kalian jangan terlalu memojokkan Papah kalian. Kasihan, Papah kalian sudah menanggung banyak beban," ucap Ratna dengan nada lembut, seolah peduli, meski menyimpan maksud tersembunyi.
Anggi memeluk Ratna erat. “Tante, Anggi pengin Tante jadi Mamah Anggi. Boleh kan, Anggi ikut Tante kalau Papah menceraikan Mamah?” ucapnya dengan manja.
Hendro menghela napas panjang, wajahnya tampak berat namun penuh keputusan.
“Baiklah, Zahira. Aku, Hendro Atmaja, hari ini menjatuhkan talak kepadamu,” ucapnya tegas.
Zahira terdiam sejenak, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan—rumah yang selama ini menjadi saksi suka dukanya, kini terasa asing dan dingin. Tanpa kata, dia berbalik badan dan melangkah pergi, meninggalkan semua luka dan penghinaan di belakangnya.
Langkahnya mantap, meski hatinya gamang. Ia belum tahu ke mana harus pergi. Tujuannya tentu saja rumah orang tuanya, tapi jaraknya sangat jauh, dan dia butuh setidaknya 300 ribu rupiah untuk sampai ke sana.
Namun Zahira menegakkan kepalanya. Di tengah kesakitan, dia tetap menyuarakan keyakinannya.
"Aku Zahira, bukan wanita lemah. Aku pasti bisa," gumamnya pelan namun penuh tekad, menatap masa depan yang belum pasti dengan keberanian yang mulai tumbuh.
Dua puluh tahun berlalu, namun semua terasa sia-sia.
Yang tersisa hanyalah luka—dalam, menganga, tak kunjung sembuh.
Cinta yang ia pertahankan sepenuh hati, ternyata hanya dianggap persinggahan sementara.
Zahira menatap langkahnya sendiri, mencoba memahami di mana letak kesalahannya.
Mengapa nasib perempuan selalu begini?
Apalagi yang berasal dari desa—seringkali dianggap rendah, tak berguna, dan tak bermakna.
Sebagai ibu rumah tangga, ia dicap hina—oleh ibu mertua, suami, bahkan oleh darah dagingnya sendiri.
Semua pengorbanan yang ia lakukan dibalas dengan penghinaan tanpa ampun.
Namun Zahira tak ingin runtuh.
Dia terus melangkah, menolak tunduk pada takdir yang dipaksakan kepadanya.
Jika tak ada kendaraan yang bisa membawanya pergi, maka kaki ini pun akan cukup untuk membebaskannya.
Dia tahu, di luar sana masih ada kehidupan yang bisa ia bangun sendiri—dengan air mata, tekad, dan harga diri.
Bertahan di tengah orang-orang yang tak menginginkannya adalah kesalahan terbesarnya selama ini.
Kini Zahira memilih untuk pergi, bukan karena lemah, tapi karena akhirnya ia sadar—dirinya layak untuk bahagia.
Pa lagi gk Ada cctv dan bekingan km akn kalah zahira.
sebagai orang Awam dan baru hrse diam dulu jng nantangin terang terangan.
kl dah lama dan tau kondisi lingkungan br lah gerak.
kl dah gini km bisa apa.😅.