"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.
"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.
"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 - Rencana Konyol
Husein menitipkan Nadine kepada Hans dan Bu Minah. Pria paruh baya dengan rambut klimis yang sudah memutih itu, pergi berlalu, ditemani para petinggi untuk rapat besar.
Setelah para petinggi pergi, Nadine masih belum beranjak dari posisinya saat ini.
Hans dan Bu Minah membiArkan Nadine menyelesaikan tangisannya, hingga beberapa menit.
Lalu, Bu Minah menepuk bahu Nadine, mengingatkan bahwa waktu istirahat sudah berjalan 10 menit yang lalu. Masih ada 50 menit bagi mereka, untuk mengisi kembali energi dalam tubuh masing-masing dan sekadar merebahkan tubuh.
Nadine akhirnya mengusap air matanya, bangkit dengan tatapan serius. Tapi, matanya yang berbinar setelah menangis, masih terlihat jelas oleh Hans dan Bu Minah.
"Loh, kok kamu masih....?" tanya Hans yang hendak mencegah Nadine.
"Nggak apa-apa, Hans. Ini temanku yang paling berharga. Mau rusak sampai tersisa satu bongkah daun pun, nggak masalah. Aku akan tetap memakainya sampai kapanpun!" ucap Nadine yang coba memakai kembali kalung daun maple itu di lehernya.
Hans paham. Ia tidak ingin mencegah Nadine lagi terkait kalungnya.
"Oke, kita lanjutkan obrolan yang sempat terhenti karena gangguan para petinggi itu!" Nadine kembali dalam mode serius dan tatapan matanya yang tajam ke arah Hans.
"Kapan rekan detektifmu bisa membawa semua bukti itu kepada kita?" tanya Nadine.
"Be-besok, Nad. Besok sore dia akan bertemu kita di sini, dan memberikan semu hasil penyidikannya secara lengkap," jawab Hans gelagapan. Dokter itu heran dan kaget melihat perubahan sikap Nadine yang sangat drastis, setelah kepergian para petinggi.
"Bagus! Itu adalah moment yang sangat tepat dan pas untuk menghancurkan mereka." ucap Nadine dengan wajah senyum tipis dan sinis.
"Maksudmu?" tanya Hans kebingungan.
"Jadi, Arka akan datang sore ini untuk check up rutin. Karena selalu dua hari rawat inap di sini, kemungkinan besar besok sore atau malam sudah pulang." kata Nadine, setelah mengecek perkiraan jadwal kedatangan dan kepulangan Arka, dari informasi yang diberikan Lina.
"Terus...?" tagih Hans.
"Aku punya rencana gila yang akan......"
Nadine terhenti pada ucapan tersebut. Sepasang matanya berbinar. Ssnyumnya merekah, pertanda bahwa rencana ini bukan main-main dan sudah matang dalam kepalanya.
"Rencanaku adalah untuk membuat keluarga Miranda dan komplotannya, dibuat malu di rumah sakit ini!"
"Kamu yakin akan melakukan itu, Nad? Sudah kamu tanggung sendiri nanti resikonya?" tanya Hans dengan perasaan khawatir.
"Tidak ada yang perlu diperhitungkan atau dikhawatirkan, Hans. Selama kita yakin, kebenaran akan selalu menang dan menyertakan langkah kita," ucap Nadine optimis.
"Okelah. Kalo kamu udah sesemangat ini, aku tidak ada pilihan lain lagi. Jadi, apa ide gila yang kamu rencakan itu?"
"Karena kemungkinan besok sore atau malam Arka sudah pulang, saat itu juga kita ringkus mereka dengan semua bukti yang ada!" kata Nadine dengan wajah berbinar penuh percaya diri tinggi.
"Bentar.... Sebentar, Nad!" Hans belum merestui rencana gila itu, menahan Nadine dengan memastikan sekali lagi.
"Jadi, kamu ingin menangkap keluarga Miranda di rumah sakit ini? Saat anaknya sedang dalam masa perawatan?" tanya Hans dengan membelalakkan sepasang matanya.
"Tck... Tepat sekali!" jawab Nadine, menjentikkan kedua jemarinya.
"Dasar gila kamu, Nad!" respon Hans, setelah melihat sendiri tidak ada keraguan apapun dalam rencana Nadine barusan. Tatapan mata wanita yang menjadi pujaan hatinya itu, tidak gentar maupun takut sama sekali. Justru nampak senang dengan ide gila dan tingginya resiko yang akan didapatkan.
"Aku udah perkirakan, kamu akan bereaksi seperti itu, Hans. Memang, setelah kupikir ulang, ide ini luNadinen gila," kata Nadine membaca mimik wajah Hans.
"Levelnya bukan luNadinen lagi, tapi ide kamu beneran gila dan nekat!" Hans masih berupaya menolak ide gila itu, ia ingin membujuk Nadine untuk memikirkan alternatif atau cara balas dendam yang lain.
"Tapi, ide gilaku ini tidak akan berjalan jika detektif kenalanmu tidak serta merta membawa polisi dengan bukti tersebut. Kalo cuma bawa barang bukti doang mah... buat apa rencana gila barusan! Nggak akan berguna sama sekali!" sentak Nadine.
"Iya juga sih. Ada benarnya. Kalo barang bukti yang Kelvin bawa, lalu bersamaan dengan polisi, mereka langsung diringkus saat itu juga! Oke, aku akan segera meminta Kelvin untuk membawa dua petugas, agar segera siap besok sore. Pastikan supaya Miranda hadir dan langsung kita ringkus sebelum mereka pulang," ucap Hans, akhirnya luluh dan terpaksa mengikuti rencana gila Nadine.
Dokter muda itu yakin, jika membawa polisi ke rumah sakit untuk menangani kejahatan, pasti pihak rumah sakit akan memaklumi. Terlebih, para petinggi sudah mendengar penderitaan dan kisah tragis Nadine. Pasti jika laporan ini naik ke atasan, salah satu diantara mereka akan mendukung penuh rencana gila Nadine.
------
Waktu istirahat tinggal setengah jam lagi. Nadine dan Bu Minah belum beranjak dari bangku di depan ruangan dokter Hans. Mereka nampak serius ngobrol di lorong itu.
Saat Nadine dan Bu Minah sedang asyik berbincang serius dengan Hans, sekelompok aliansi yang terdiri dari gadis muda berjumlah tujuh orang, beranggotakan perawat dan staf senior, menghampiri Nadine.
"Idih... nggak tahu malu, ya....? OB baru langsung sok cari muka sama para petinggi rumah sakit!" ketus Naomi, salah satu perawat senior diantara mereka.
"Udah gitu sekarang malah sok cari perhatian sama dokter senior. Dasar nggak tahu diri, lo....!!!" tambahnya, menghina ke arah Nadine.
Keenam anggota lainnya kompak mencaci maki dan menimpali hinaan Naomi dengan ejekan dan seruan merendahkan Nadine.
"Inget... Lo sesekali ngaca dong! Biar makin tau diri apa, sama tuh muka! Yah elah... udah jelek dan ancur, masih aja berani deket-deketin dokter tampan di rumah sakit ini!" sahut Lilly, staf senior yang memendam rasa bertahun-tahun terhadap Hans. Lilly begitu cemburu saat kehadiran Nadine pertama kali di rumah sakit itu, ketika wajahnya yang masih me-le-puh karena sira-man air keras oleh Miranda.
Sejak saat itu pula, Lilly memendam cemburu, karena dirinya merasa pesaing berat untuk mendapatkan hati Hans, telah hadir.
Sementara, Nadine diam saja. Melihat sang nyonya terdiam, Bu Minah pun tak bereaksi apapun.
Nadine tidak membalas ataupun merespon hinaan mereka. Ia paham, sudah pastilah momentum barusan akan menjadi buah bibir seantero pegawai rumah sakit, terlebih untuk orang-orang yang selalu julid dan tidak menyukai dirinya.
Padahal, Nadine tidak pernah sekalipun mengejar Hans. Justru kebalikannya. Apalagi, Nadine malah berinisiatif ingin terlepas dari belenggu Hans, cepat ataupun lambat. Hans hanyalah dijadikan alat, untuk balas dendam dan tujuan lainnya.
Maka, Nadine sengaja diam, untuk melihat respon Hans berikutnya.
Apabila dirinya yang dihina dan dicaci maki seperti ini di depan Hans, lalu Hans merespon dan membelanya, artinya Hans telah tunduk dan menjadi budak cinta untuknya. Suatu keuntungan besar bagi Nadine.
"Tutup mulut kalian semua! Lancang sekali menghina orang yang kusuka!" bentak Hans kepada aliansi yang menyukainya itu.
Bersambung......