Yang Suka Action Yuk Mari..
Demi Semua Yang Bernafas Season 2 Cerita berawal dari kisah masalalu Raysia dan Dendamnya Kini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Bab 12 -
“Tidak jauh lagi kok, paling sekitar setengah jam lagi kita akan tiba,” jawab Don sambil memegang kemudi dengan fokus.
Rangga menatap jalan di depan yang makin sempit, dikelilingi pepohonan lebat dan kabut tipis yang menggantung rendah. “Benarkah mereka tinggal di tempat terpencil seperti ini? Bagaimana caranya mereka bertahan hidup kalau jauh dari kota?” tanyanya, masih tak percaya.
Don terkekeh kecil. “Kata Paman-ku, mereka tetap sesekali keluar untuk menyegarkan diri. Terutama yang masih muda—mereka suka bepergian. Tapi mereka tidak pernah memperlihatkan identitas aslinya pada orang luar. Aku sendiri tidak mengerti kenapa mereka memilih hidup sembunyi-sembunyi begini.”
Rangga menoleh sebentar melalui kaca spion, melihat Raysia yang hanya diam memandangi pemandangan luar tanpa banyak bicara. Ada sesuatu di wajah gadis itu—antara tekad dan kegelisahan.
Dia masih sulit percaya bahwa di negara Aerion ini, ada keluarga sebesar dan sekuat itu, namun memilih menyingkir dari peradaban. Yang lebih membuat Rangga bingung, tidak ada satu pun data tentang keluarga Stanley di seluruh arsip pusat Night Watcher. Benar-benar tak masuk akal, seolah mereka tak pernah ada.
Setelah lebih dari setengah jam berkendara, tak ada tanda kehidupan sama sekali. Jalanan terus menanjak, melewati hutan rimba dengan pepohonan tinggi menjulang. Sulit dipercaya ada keluarga kaya raya yang rela meninggalkan segala kenyamanan demi hidup di tempat sunyi seperti ini.
“Apa kamu yakin kita di jalur yang benar? Jalan di depan tampak buntu,” ujar Rangga, mulai ragu.
Akhirnya ia menghentikan mobil. Don turun lebih dulu, mengamati sekeliling yang dipenuhi semak dan akar-akar besar. “Menurut petunjuk yang kudapat, seharusnya inilah tempatnya,” katanya serius. “Dulu keluarga Stanley sering datang kemari. Paman-ku juga pernah ikut membangun rumah mereka di daerah ini.”
Ia berjalan beberapa langkah, menyingkirkan dedaunan dan ranting yang jatuh, lalu menunjuk ke arah tertentu. “Lihat, di sana!” serunya.
Rangga mengikuti arah telunjuk Don dan melihat ada sesuatu yang aneh—sebuah lubang besar tertutup sulur-sulur tanaman merambat. Sekilas seperti bagian dari dinding batu, tapi bila diperhatikan, jelas itu adalah pintu masuk menuju terowongan.
“Wah… keluarga Stanley ini benar-benar luar biasa,” Rangga bergumam sambil menjilat bibir. “Untuk menyembunyikan rumah saja, mereka sampai membuat terowongan seperti ini.”
Terowongan itu sempit, hanya cukup untuk satu mobil. Gelap dan lembap, seolah membawa mereka menuju dunia lain. Rangga menghela napas. “Sepertinya memang ini satu-satunya jalan. Ayo masuk ke mobil, kita lanjutkan.”
Ketiganya kembali ke dalam mobil. Namun Don tampak gelisah; ia terus menggenggam tangannya kuat-kuat. “S-sepertinya aku tidak bisa ikut lebih jauh,” katanya akhirnya. “Aku takut keluarga Stanley marah karena aku sudah menunjukkan jalan ke kalian.”
Rangga menatapnya datar. “Lalu bagaimana kamu akan kembali ke pusat kota? Seperti yang kamu lihat, jalan ini nyaris tak dilalui siapa pun. Tak ada kendaraan umum di sekitar sini.”
Don terdiam lama. Ia tahu benar risiko yang menunggunya. Keluarga Stanley punya kekuasaan besar di Kota Yanzim, dan jika mereka tahu dia sudah melanggar kepercayaan itu, akibatnya bisa fatal.
Akhirnya Don berkata pelan, “Baiklah. Aku akan kembali berjalan kaki lewat jalan tadi. Setelah urusanmu selesai, tolong jemput aku di sana, ya.”
Rangga mengangguk. “Baik. Kalau memang benar kediaman keluarga Stanley ada di balik terowongan ini, aku akan memberimu imbalan yang pantas.”
Don tersenyum lega. “Setuju!”
Tanpa banyak bicara lagi, Rangga menekan pedal gas dan perlahan memasuki terowongan yang tersembunyi di balik dinding hutan itu.
Beberapa kilometer dari sana, di markas Night Watcher, sebuah mobil melintas melewati gerbang utama. Sisil Bahri dan beberapa anggota lain segera waspada, namun wajah mereka berubah lega setelah mengenali plat mobil itu.
Begitu mobil berhenti, Diego dan Dirman keluar.
“Pak Dirman!” seru Krish dengan nada menggoda. “Apa Anda datang untuk memaksa kami kembali bergabung ke Night Watcher?”
Dirman menatap tajam padanya. “Banyak omong, ya?”
Krish langsung mundur sambil tertawa canggung.
Tatapan Dirman kemudian terarah pada Puquh, yang berdiri agak jauh. Ia tampak sedikit terkejut. “Kau… sudah mencapai tingkat dewa?” tanyanya perlahan.
Puquh hanya melirik sekilas tanpa menjawab.
Dirman menarik napas berat. Ia tahu, pria itu masih menyimpan dendam padanya. Banyak orang di timnya gugur di bawah kepemimpinannya, dan setelah tragedi itu, Puquh dibuang ke Barbar City. Luka itu belum sembuh—dan mungkin tak akan pernah.
Dirman hanya tersenyum tipis, memilih tidak memperpanjang suasana. Ia lalu menatap Thania. “Bagaimana, sudah menemukan tulang yang cocok untukmu?”
Thania menggeleng pelan. “Belum. Aku berencana mencarinya bersama Rangga setelah dia kembali.”
Dirman berkerut. “Kembali? Bukankah dia di sini sekarang?”
“Tidak,” jawab Thania. “Rangga dan Raysia sudah berangkat ke Kota Yanzim. Raysia sedang mencari musuh lamanya di sana.”
Mendengar itu, Devan menatap heran. “Pak Dirman, mengapa tidak ada data tentang keluarga Stanley di database Night Watcher? Padahal mereka termasuk salah satu keluarga top di negeri ini.”
“Keluarga Stanley?” Dirman langsung menoleh pada Diego. Wajah mereka berdua berubah tegang. “Maksudmu, Rangga dan Raysia pergi ke Yanzim untuk mencari keluarga Stanley?”
“Iya,” jawab Sisil Bahri dengan nada bingung. “Mereka memang musuh Raysia. Rangga cuma menemaninya untuk membalas dendam. Memangnya ada masalah?”
Diego mengepalkan tangan. “Masalah besar,” gumamnya. “Ini bisa jadi bencana…”
Sementara itu, di dalam terowongan panjang yang semakin gelap, Rangga mulai merasa frustasi. “Sial… seberapa jauh lagi? Terowongan ini rasanya tak berujung.”
Raysia tersenyum samar. “Kalau yang membangunnya keluarga Stanley, terowongan sepanjang beberapa kilometer mungkin cuma proyek kecil bagi mereka. Lagipula… kamu juga, Rangga, orang yang bisa mengeluarkan uang triliunan tanpa berkedip.”
Rangga terkekeh. “Benar juga.”
Beberapa menit kemudian, cahaya samar mulai terlihat di ujung terowongan.
“Eh, lihat itu!” seru Rangga, matanya berbinar.
“Sepertinya kita hampir keluar,” kata Raysia, menyipitkan mata ke arah cahaya di kejauhan.
Namun begitu mereka keluar, keduanya tertegun.
Pemandangan yang terbentang di depan mereka bagaikan dunia lain. Terowongan itu rupanya menembus gunung besar, dan di baliknya terdapat lembah luas dengan danau buatan yang berkilau diterpa cahaya matahari. Di tengah danau berdiri pulau kecil dengan bangunan megah di atasnya—menyerupai istana modern yang dikelilingi taman rapi.
“Gila…” Rangga mengembuskan napas kagum. “Pantas saja mereka disebut keluarga raksasa di seluruh negeri. Lihat itu, Raysia.”
Raysia tak bisa berkata-kata. Ia hanya berdiri memandangi pemandangan luar biasa itu, matanya bergetar menahan emosi.
Tempat ini tidak bisa disebut rumah—lebih mirip kerajaan tersembunyi.
Di kejauhan, dua mobil muncul dari arah seberang jembatan menuju mereka.
Raysia menyipitkan mata, lalu tanpa ragu membuka pintu mobil dan melompat turun.
Keluarga Misterius, apa maksud Diego dan Dirman ini bahaya?
Bersambung.
thumb up buat thor