NovelToon NovelToon
Heaven'S Flawed Judgment

Heaven'S Flawed Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Ahli Bela Diri Kuno / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi / Fantasi Timur / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyerap Petir Neraka!

Sepuluh hari berlalu dalam keheningan yang hanya diisi suara petir dan napas dunia bawah yang berat. Kolam petir neraka tetap bergolak, memuntahkan percikan merah hitam yang melesat seperti ular surgawi yang kehilangan tuannya. Namun di tengah hiruk-pikuk kekuatan itu, Qingwan duduk bersila di permukaan air merah, seolah tubuhnya tidak terpengaruh sedikit pun oleh kekuatan yang mampu meruntuhkan manusia biasa hanya dalam sekejap.

Inti emas dalam dantiannya berputar semakin cepat, seolah hendak meledak. Esensi cairan kolam terus masuk, bersama dengan petir neraka yang sesekali menyambar ke tubuhnya, namun tertahan oleh pelindung tipis yang ditinggalkan Lumo.

Kemudian sesuatu di tubuhnya berubah.

Energi dalam dirinya berkumpul pada titik puncak, menekan inti hingga ke batas terakhir. Dalam sekejap, Qingwan menggertakkan gigi, aura spiritualnya melonjak liar, tubuhnya bergetar seolah hendak melesat dari permukaan air.

“Terobos!”

Suara Qingwan menggema di seluruh lembah. Inti merahnya mengembang, lalu menyusut cepat hingga padat seperti batu giok yang ditempa ribuan kali. Pada detik berikutnya, energi spiritualnya meledak keluar, menyapu permukaan kolam dan membuat air merah bergolak lebih tinggi.

Ia telah menerobos dari Core Formation awal ke Core Formation menengah.

Qingwan membuka matanya perlahan. Napasnya teratur, namun getaran kultivasinya masih terasa liar. Ia menatap ke depan, lalu tubuhnya menegang saat melihat Lumo berdiri tidak jauh darinya, memandang tanpa berkedip. Tatapan itu membuat wajahnya memanas, jarinya refleks memainkan ujung rambutnya.

“Senior… Wan’er sudah menerobos,” katanya pelan, hampir malu, namun suaranya bergetar oleh kebahagiaan.

Lumo mengangguk. “Bagus. Kau berbakat.”

Qingwan cepat menggeleng. “Bukan karena bakat. Jika bukan karena kolam petir neraka ini, mungkin Wan’er masih berada di ranah pendirian fondasi.”

Lumo menghela napas pelan. “Kau merendahkan dirimu sendiri. Jika bukan karena bakatmu, mau peluang sebesar apapun juga percuma. Dan jika kau tidak berbakat, aku tidak akan membawamu ke sini.”

Perkataan itu membuat mata Qingwan membesar sedikit. Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat dada Qingwan menghangat. Namun ia menahan diri, mengingat kembali pertanyaan yang muncul sejak awal.

“Senior…” Qingwan menatapnya lembut, namun matanya serius. “Sekarang Wan’er sudah mencapai ranah Core Formation. Apakah senior bersedia memberitahu alasan senior membawaku ke sini?”

Lumo terdiam sesaat. Matanya bergerak tipis, seolah ia sedang menimbang sesuatu di dalam hatinya yang gelap dan penuh rahasia. Akhirnya ia menghela napas panjang.

“Baiklah.”

Qingwan menegakkan duduknya, menunggu tanpa menyela.

Lumo menurunkan tangannya, menyentuh petir yang menggelegar di sampingnya. Sentuhannya lembut, namun petir neraka itu bersinar seolah tunduk pada perintahnya. Qingwan tertegun.

“Aku datang ke sini untuk menempa tubuh petir,” ujar Lumo pelan. “Dan itu sudah berhasil. Sekarang… aku ingin menyimpan seluruh petir dan cairan merah ini di dalam tubuhku.”

Qingwan terlonjak. Wajahnya langsung kehilangan warna. “A… apa…?” suaranya nyaris pecah. “Senior ingin menyerap semuanya…?”

Lumo mengangguk, tenang seperti mata badai sebelum menghancurkan dunia.

Qingwan mengangkat tangan ke dada, merasa napasnya tercekat. “Itu… itu gila… senior bisa mati…”

Lumo menatapnya lama, lalu menghela napas. “Ini di luar pemahamanmu. Namun kau tidak perlu memikirkan terlalu jauh. Alasan aku mengajakmu ke sini karena tubuh Yin murnimu bisa membantuku menstabilkan konversi energi.”

Qingwan membeku. Kata kata itu menghantamnya lebih keras daripada petir.

“Jika kau mau membantu,” lanjut Lumo, “aku bisa membimbingmu hingga menjadi orang kedua di negara Gizo yang mencapai ranah Nascent Soul.”

Qingwan tidak langsung bereaksi. Matanya kosong, seolah dunia di bawahnya menghilang sesaat. Ia terlalu terkejut untuk memproses semuanya.

Lumo menutup mata sebentar, bergumam dalam hati.

Wajar saja… bagi manusia negara Gizo, Nascent Soul adalah dewa. Tapi bagi negara Xuan… itu hanya permulaan.

Qingwan tersadar tiba tiba, menarik napas dalam dan terengah engah, seolah baru diseret keluar dari mimpi buruk. Ia menatap Lumo dengan heran dan takut.

“Senior… ucapanmu barusan… seperti seseorang yang pernah berdiri di puncak dunia.” suaranya pelan. “Membantu seseorang mencapai Nascent Soul… itu seperti cerita legenda di negara Gizo. Dan menyerap semua petir serta cairan merah ini… bisa saja membuatmu mati. Apa Senior tidak takut… mat...?”

Qingwan menahan kata terakhir, lalu menunduk dalam, bahunya menegang. “Bukan Wan’er menolak membantu… tapi Wan’er tidak ingin senior terluka…”

Lumo menatapnya tanpa berkedip. Suaranya dingin, tajam, seperti petir yang belum meledak.

“Jika kau tidak mau membantu, tidak masalah. Aku akan mengantarkanmu keluar dari dunia bawah. Aku bisa menyerapnya sendiri. Waktu yang dibutuhkan mungkin puluhan tahun, tapi tidak masalah.”

Qingwan menegang. Ia menunduk, bibirnya bergetar. Suasana hening, hanya petir neraka yang meletus pelan.

Lumo berjalan tanpa emosi. “Ayo. Aku akan mengantarkanmu keluar.”

Qingwan menggigit bibir. Jemarinya mengepal hingga memutih. Wajahnya menunduk, namun ia berjuang menahan sesuatu di dadanya yang terasa sesak.

“Wan’er akan tetap di sini,” katanya akhirnya, suara gemetar namun tegas. “Guru bilang Wan’er harus patuh pada senior.”

Lumo menjawab tanpa menoleh. “Tidak perlu. Kau sudah cukup patuh. Kau tidak melanggar perintah gurumu.”

Ia berjalan di atas air, petir menyibak dari setiap langkahnya. “Ayo. Semakin cepat kau keluar, semakin cepat aku memulai.”

“Tidak.”

Suara Qingwan lantang, memecahkan udara.

Lumo berhenti.

“Wan’er tidak akan pergi,” lanjutnya, suaranya bergetar namun dipenuhi keberanian. “Wan’er hanya takut senior terluka. Kenapa senior tidak mengerti…? Apakah hati senior terbuat dari batu?”

Air mata menetes di pipinya.

Pupil Lumo memerah. Bukan karena marah, tapi karena sesuatu yang ia benci menyentuh ingatannya. Seseorang yang dulu sangat perhatian padanya… orang itu pula yang membunuhnya.

Ia menarik napas panjang, lalu kembali ke Qingwan.

Lumo duduk langsung di depannya. Tangannya terangkat, ingin menyentuh bahu gadis itu, namun ia menahan diri. Tangannya turun pelan.

“Baiklah,” ucapnya tenang. “Jika kau ingin membantu, itu bagus.”

Qingwan menunduk lebih dalam. “Maaf senior jika Wan’er membantah.”

“Tidak perlu minta maaf,” jawab Lumo. “Kau tidak salah.”

Ia menghela napas panjang, seolah mengeluarkan beban ribuan tahun. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi kau tidak perlu takut. Setiap langkah yang kulakukan sudah kupikirkan dengan matang. Jika ada risiko mati, aku tidak akan melakukannya.”

Qingwan mengangkat kepalanya pelan, lalu mengangguk.

“Bagus.” kata Lumo lembut.

Lumo kemudian mulai menjelaskan rencana penyerapan. Setiap langkah, setiap tahap, setiap kemungkinan. Qingwan mendengarkan tanpa berkedip, sesekali mengangguk, sesekali bertanya hal hal kecil yang tidak ia pahami, dan Lumo menjawab semuanya dengan sabar, telaten, berbeda dari sikap dinginnya beberapa saat lalu.

Petir bergema di sekeliling mereka, namun suasana di tengah kolam itu justru terasa tenang. Dua manusia berbicara di tengah badai neraka, mempersiapkan langkah yang bahkan iblis pun tak berani memikirkan.

Dan di kedalaman dunia bawah, sesuatu yang jauh lebih besar mulai bergerak, menanti keputusan mereka.

Setelah selesai menjelaskan, Lumo berdiri. Gerakannya sederhana, namun aura petir yang mengalir dari tubuhnya membuat udara di atas bekas kolam itu bergetar seperti lembaran logam panas yang disentuh angin gunung utara. Qingwan ikut bangkit, rambut hitamnya terangkat pelan oleh gelombang energi petir neraka yang masih tersisa di ruang itu.

Lumo menatapnya dalam. Tatapan itu seolah menembus lapisan jiwa hingga inti terdalam, seakan ingin memastikan tekadnya tidak memiliki celah.

“Siap.”

Satu kata. Namun di dalam kata itu terdapat ketegasan dingin dan bahaya yang tidak mampu didefinisikan oleh bahasa manusia.

Qingwan mengangguk. “Wan’er siap senior.”

Suaranya lembut, namun tekad yang memancar di baliknya seperti embun pagi yang menyimpan keberanian gunung purba.

Lumo mengangkat kedua tangan Qingwan, menggenggamnya erat tanpa meninggalkan kekasaran. Perlahan tubuh mereka terangkat dari permukaan cairan merah yang kini berputar pelan, seolah menunggu perintah dewa lama yang sudah lama mati. Mereka berhenti tepat di udara, di tengah petir neraka yang menari seperti ribuan ular purba yang haus mangsa.

Mereka menutup mata bersamaan.

Tubuh petir Lumo menyala. Kilatan merah gelap menyusuri pori-porinya bagaikan sungai magma yang bergerak di bawah kulit. Petir neraka merespons tubuhnya, melesat naik, beresonansi dengan frekuensi yang hanya dipahami oleh makhluk petir yang sudah melampaui tahap tinggi. Setiap kilatan yang menyentuh tubuh Lumo memecahkan udara, meretakkan ketenangan ruang itu.

Tubuh Yin murni Qingwan memancarkan cahaya putih kebiruan. Aura Yin itu lembut hingga membuat petir neraka tampak jinak, seperti murid liar yang terpaksa menunduk di hadapan guru yang dihormati. Cahaya itu berdenyut pelan, naik turun layaknya kabut yang mengalir di pegunungan tinggi sebelum matahari pertama dunia lahir.

Lalu kedua energi itu bersentuhan. Pada detik itu, tubuh mereka bergetar hebat.

Qingwan mengerang, menahan rasa dingin dan panas yang berputar di seluruh meridiannya. Jantungnya berdetak kacau seperti hendak pecah dari dada. Lumo merasakan hal serupa, tubuhnya seperti ditempa palu raksasa tanpa henti, namun ia tidak mengeluarkan suara. Hanya struktur wajahnya yang menegang, sekeras batu yang menolak retak.

Kekuatan yang lebih tua daripada langit memaksa tubuh mereka mendekat. Saat dada mereka bersentuhan, cahaya putih kebiruan dan merah itu bertabrakan, menyebarkan kabut merah muda yang langsung menelan tubuh mereka.

Kabut itu meliuk dan memutar seperti tarian makhluk kuno yang baru bangun dari tidur ribuan tahun. Dari kejauhan kabut itu tampak seperti bunga raksasa yang mekar di tengah dunia bawah.

Di dalam kabut itu, Lumo membuka mata perlahan. Wajah Qingwan berada sangat dekat. Napas gadis itu hangat, gemetar, aura Yin murninya berdenyut tiap beberapa detik, mengalir ke tubuh Lumo, memecah sebagian rasa sakit, namun juga memperberat penempaan.

“Terima kasih.”

Ucapan itu hanya bergema di dalam hatinya, tetapi maknanya dalam. Tubuh Yin murni Qingwan adalah kunci yang memungkinkan penempaan tubuh petir tanpa celah mencapai keberhasilan mutlak.

Lumo kembali memejamkan mata dan mulai melafalkan mantra kuno.

Mantra itu bukan bahasa manusia atau dewa muda. Kata-katanya bergema di dalam tulang, membentuk pusaran energi di sumsum, merambat ke seluruh dunia. Rune kuno muncul dari kehampaan, melingkari tubuh mereka dengan gerakan spiral yang lambat namun mengunci ruang di sekitar mereka.

Energi Yin Qingwan meledak. Cahaya putih kebiruannya pecah menjadi serpihan kecil yang melesat masuk ke tubuh Lumo. Petir merah dalam tubuh Lumo merespons secara brutal, melepaskan kilatan panjang seperti naga merah yang mengamuk.

Rasa sakit menggerus dasar jiwa mereka. Qingwan hampir kehilangan kesadaran, namun Lumo kembali mengucapkan mantra lain. Mantra ini memindahkan sebagian besar rasa sakit Qingwan ke tubuhnya sendiri.

Tubuh Lumo langsung retak. Retaknya bukan pada kulit manusia, melainkan pada struktur tubuh petirnya yang berada di tingkat jauh lebih tinggi. Garis retakan hitam mengalir di tubuhnya, dan darah merah pekat menetes ke bawah, jatuh ke cairan merah yang menyerapnya seolah darah itu adalah bagian alami dari dirinya.

Ketika Lumo mencoba menarik diri, tubuh mereka justru semakin melekat. Energi Yin dan petir neraka telah menyatu semakin erat tanpa izin, mengunci mereka dalam proses penempaan ini. Tidak bisa lepas. Tidak bisa berhenti.

Lumo menenangkan pikirannya.

Rasa sakit meningkat. Merayap melampaui batas manusia. Hingga di satu titik, pupil mata mereka terbuka bersamaan.

Pupil mereka berubah menjadi merah muda.

Pada saat itu, pelindung hitam muncul. Pelindung itu lahir dari mantra terakhir yang Lumo ucapkan, sebuah mantra yang bahkan di kehidupan sebelumnya tidak pernah ia kuasai sepenuhnya. Pelindung itu menelan tubuh mereka, membungkus keduanya dengan rapat.

Esensi cairan merah dan petir neraka melonjak naik. Pusaran besar terbentuk, seperti mulut raksasa yang menelan segalanya. Seluruh isinya masuk ke dalam pelindung hitam itu tanpa menyisakan setetes pun.

Di luar, kolam petir neraka masih mengamuk. Petir neraka menari seperti ular berkepala seribu, memecah udara dan memekik seperti roh terkutuk yang tidak ingin melepaskan wilayahnya. Kabut merah muda terus menyebar, membawa aroma manis yang membuat ruang itu bergetar seperti sedang merindu sesuatu yang hilang.

Enam bulan berlalu.

Kabut merah muda mulai menghilang. Petir neraka meredup satu per satu. Cairan merah menguap dan menghilang tanpa tersisa. Kolam itu menjadi kering, retak, mati dari segala esensi.

Hanya pelindung hitam yang tersisa. Pelindung itu penuh retakan seperti lilin tua yang hendak meleleh oleh panas yang tidak terlihat.

Kemudian. Pelindung itu hancur.

Dari dalamnya, Lumo berdiri tegak. Cahaya merah gelap menyelimuti tubuhnya. Petir yang stabil mengalir di sekelilingnya seperti lingkaran surgawi yang tidak berani dilanggar. Matanya tertutup, namun auranya menunjukkan bahwa kultivasinya telah mencapai ranah Nascent Soul akhir.

Di sampingnya, Qingwan bangkit dengan aura putih kebiruan yang lembut namun tegas. Kultivasinya melonjak dari Core Formation tengah menjadi Nascent Soul awal. Dalam bulan pertama mereka sempat sadar, Lumo bahkan sempat mengajarinya sedikit pemahaman Dao dari kehidupan sebelumnya, dan pemahaman itu menjadi fondasi jiwa awal Qingwan.

Keduanya membuka mata perlahan.

Lumo menatap tangannya. Kekuatan yang mengalir di dalam meridiannya seperti lautan merah gelap tanpa batas. Saat Lumo memejamkan matanya, ia melihat lautan kesadarannya memiliki air bewarna merah yang mengandung kekuatan mengerikan, juga petir neraka di atasnya. Kemudian Lumo menatap tangannya lagi merasakan aliran energi.

“Tubuh petir tanpa celah…” gumamnya pelan dalam hati. “Pada jalur petir, tidak ada lagi yang berada di atasku.”

Wajah Luan dan Mu Lang muncul dalam pikirannya. Tatapan Lumo menjadi dingin.

Waktu untuk membalas dendam telah tiba. kata Lumo dalam hati.

Qingwan memandang kedua tangannya sendiri. Tubuhnya bergetar hebat, air mata mengalir tanpa ia sadari.

“Nascent Soul…” bisiknya. “Aku benar-benar… menjadi seorang dewa.”

Ia tidak bisa menahan diri dan langsung memeluk Lumo dengan erat. Tubuhnya bergetar karena emosi.

“Senior… terima kasih…”

Lumo tersentak dan segera mendorongnya pelan. “Apa yang kau lakukan.”

Qingwan tersadar dan wajahnya memerah. “Maaf senior… Wan’er terlalu senang… Wan'er tidak bisa mengendalikan diri…”

Lumo menghela napas ringan. “Tidak perlu berterima kasih. Kau membantuku. Kita impas.”

Namun Qingwan tiba-tiba menatapnya dengan mata terbelalak. “Senior… penampilanmu… benar-benar berbeda…”

Ia mengeluarkan cermin kecil dari cincin penyimpanan. Lumo melihat pantulan dirinya. Pakaian hitam yang tercipta dari petir neraka menempel di tubuhnya, rambut putih perak tergerai, aura dingin melingkari tubuhnya seperti kabut petir yang tidak bisa padam.

“Jadi seperti ini…” gumamnya datar. “Mungkin efek cairan merah dan petir neraka.”

Ia tidak menambahkan apa pun. Lumo terbang ke udara, meninggalkan bekas kolam itu yang kini mati dan kosong.

Qingwan mengikutinya dari belakang, masih terdiam, masih sulit percaya pada perubahan yang terjadi.

Langit merah bergetar perlahan ketika dua sosok itu naik, seolah dunia menyadari bahwa sesuatu yang tidak boleh ada telah lahir kembali. Dua makhluk baru yang keluar dari neraka… membawa kekuatan yang belum pernah hadir sebelumnya di tanah terpencil Gizo.

Informasi penting!

Sebenarnya proses ini sangat panjang, terutama proses meningkatnya kultivasi Lumo dan Qingwan saat di dalam pelindung hitam. Karena takut pembaca bosan, jadi di singkat aja. Dan yang terpenting Lumo tidak melakukan hal tidak senonoh pada Qingwan. malah di bulan pertama Lumo sempat menjelaskan Dao pada Qingwan seperti seorang guru pada muridnya.

1
Didit Nur
YUKARO 🤗😘😘😘
Didit Nur
YUKARO sangat cerdas 😘
YAKARO: Terimakasih 🙏
total 1 replies
Doddy kun
Lumo sangat cerdik. menggunakan kesempatan untuk memperkuat diri 💪
YAKARO: Yoi. terimakasih🙏
total 1 replies
Doddy kun
proses pengobatan yang sangat sulit
Doddy kun
mantap lumo
Doddy kun
Ceritanya bagus, cukup memuaskan sejauh ini. perkembangan MC juga cepat, jadi GK ngebosenin. bintang lima thor 🤟
WaViPu
Up banyak thor
WaViPu
Mantap Lumo, kau paling best
Doddy kun
semakin menarik
WaViPu
Hahaa tetua nya aneh banget, Tiba-tiba pingin menjadi murid Lumo
Doddy kun
mantap lanjutkan
Don Pablo
Oke, Lumo mencoba bermain dengan api 🔥
Doddy kun
mantap thor. perkembangan nya cepat 💪
Doddy kun
wkwkwk. ngopo kui wedok an aneh 🤣
Doddy kun
mantap thor, gass terus
Adrian Koto
cerita kolosal ada nuansa misterinya 🙂👍
HUOKIO
Disturbing banget Thor 😁
Don Pablo
untuk awal bagus, tapi kalau menurun kualitas nya, ku turun kan bintang nya😛
Don Pablo
melepaskan anak panah🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!