Tak pernah terpikirkan bagi Owen jika dirinya akan menikah dengan selebgram bar-bar semacam Tessa. Bahkan di sini dialah yang memaksa Tessa agar mau menikahinya. Semua ia lakukan hanya agar Tessa membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah keduanya menikah, Tessa akhirnya melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Ayasya. Kehadiran Ayasya, perlahan-lahan menghilangkan percekcokan yang awalnya sering terjadi di antara Tessa dan Owen. Kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
Empat tahun telah berlalu, satu rahasia besar akhirnya terungkap. Seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah biologis Ayasya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Owen dan Tessa?
Apakah Ayasya akan lebih memilih pria yang mengaku sebagai ayah biologisnya dibanding Owen, ayah yang merawatnya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShasaVinta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Move On
“Apa kejujuran yang kamu tanyakan ada hubungannya dengan Nawra?” tanya Owen lembut.
Owen merangkul pundak Tessa, menuntun istrinya untuk duduk berdampingan di sofa. Awalnya, kedua tangan Owen berada di pundak istrinya. Hal itu ia lakukan agar Tessa tak lagi memalingkan tubuhnya ke arah lain.
Owen mengarahkan agar ia dan Tessa saling berhadapan, sehingga kedua netra sepasang suami istri itu saling menatap. Cukup lama mereka saling bertukar pandangan, bukan karena ingin saling menantang. Tetapi, baik Tessa maupun Owen ingin menyampaikan jika setiap kata yang akan terucap setelah ini adalah sebuah kejujuran.
Biarkan sorot mata yang meyakinkan mengenai kejujuran mereka masing-masing, begitu pikirnya. Lantas setelah Owen rasa cukup, tangannya yang berada di pundak Tessa kini berpindah menggenggam kedua tangan ibu muda itu.
“Bun, apa yang ingin kamu tahu mengenai Nawra?” Tanya Owen.
“Semuanya,” jawab Tessa singkat.
Owen menarik napas panjang lalu mengangguk. Satu tangan Owen kini mengusap-usap dengan lembut punggung tangan Tessa, “Semuanya?” tanyanya ulang.
Tessa mengangguk dengan yakin. Keningnya mengernyit manakala Owen meresponnya dengan senyuman. Suaminya itu tampak seperti sedang menahan tawanya.
“Apa ada yang lucu, Bang?” Tanya Tessa seraya menahan sedikit kekesalannya. Bibirnya mengerucut saat ia cemberut hingga Owen semakin kesulitan untuk menahan tawanya.
“Jangan ngambek … sebenarnya tadi nggak ada yang lucu,” jawab Owen.
Tessa memalingkan wajahnya, namun satu tangan Owen menahannya dengan memegang dagunya. “Hei … hei … kalau bibir ini semakin mengerucut, wajahmu akan semakin lucu,” goda Owen.
Dengan jari telunjuknya ia menyentuh bibir Tessa membuat Tessa terkesiap. Ada getaran yang dirasakannya saat jemari Owen menyentuh bagian yang cukup sensitif di wajahnya.
“Aku jadi kepikiran, bagaimana ukuran otak di dalam kepalamu yang kecil ini?” tanya Owen seraya satu tangannya membelai lembut surai istrinya.
“Kamu kan dokter, Bang. Pasti tahulah bagaimanaa besarnya ukuran otak manusia,” jawab Tessa.
Owen mengedikkan bahunya. “Tapi, aku tetap penasaran dengan milikmu,” akunya.
Tangannya masih nyaman membelai lembut surai Tessa. “Karena aku tak tahu seberapa banyak otakmu itu menampung pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah kau utarakan!”
Ungkapan Owen membuat Tessa terdiam. Apakah begitu terlihat jelas jika dia memendam banyak hal, pikirnya.
“Sekarang dengarkan aku, Bun.” Kedua tangan Owen sudah kembali menggenggam kedua tangan Tessa. Genggaman kali ini terasa lebih erat dari sebelumnya.
“Kisah Nawra dan aku telah lama berakhir,” ucap Owen. “Sejak aku memutuskan merantau ke Kota P, sejak saat itu telah kumantapkan hatiku untuk menutup lembaran perjalananan hidupku bersama Nawra.”
“Apakah kamu ingin tahu bagaimana kisah itu dimulai?” tanya Owen.
Tessa mengangguk. “Apa kamu bersedia membuka lembaran itu untukku?”
“Ya, apa pun akan kulakukan agar otakmu berhenti bekerja terlalu keras,” jawab Owen diikuti candaannya.
“Ya, aku ingin tahu. Buka lembaran itu untukku, ceritakan padaku!”
“Semuanya berawal saat aku melihat sosok Nawra saat upacara penerimaan siswa baru di SMA. Di tengah-tengah upacara, dia mendadak pingsan,” ucap Owen memulai ceritanya.
Tessa menatap lekat bagaimana pandangan Owen. Ia sempat membaca suatu artikel yang menyebutkan bahwa, ketika berbohong maka pandangan mata seseorang biasanya tak akan berhenti bergetak. Selain itu, biasanya pandangan seseorang juga akan cenderung melihat ke kanan ketika ia berbohong. Hal itu karena orang tersebut sedang mengakses imajinasinya.
Syukurlah tatapan suaminya ini terus terfokus padanya. Dalam hati Tessa merasa sedikit lebih tenang.
“Lalu?”
“Tentu saja beberapa orang guru segera bertindak, mereka membawa Nawra ke ruang kesehatan untuk beristirahat,” ujar Owen bercerita.
“Namun, tanpa sengaja saat upacara selesai aku melihat Nawra yang sedang duduk bersila di atas ranjang ruang kesehatan. Ia tampak baik-baik saja. Bahkan saat itu aku ingat bagaimana Nawra yang tak henti-hentinya tertawa sambil bermain ponsel.”
Bercerita seperti ini membawa ingatan Owen berkelana ke masa-masa sekolahnya dulu. Masa putih abu-abu yang kata kebanyakan orang adalah masa terindah yang sulit untuk dilupakan.
“Lalu karena melihatnya tertawa, kamu terpesona dengan kecantikannya. Kamu jatuh cinta padanya dan kalian akhirnya menjadi pasangan paling serasi di sekolah,” ujar Tessa menyimpulkan.
“Begitu?”
“Akan lebih bagus jika begitu. Cerita ini akan lebih cepat berakhir dan kita bisa segera beristirahat,” tutur Owen.
“Sayangnya tak seperti itu, Bun.” Owen menjawil puncak hidung Tessa.
“Awalnya aku hanya penasaran, karena tak hanya sekali kutemukan Nawra yang bersikap curang. Hingga akhirnya kuberanikan diriku, bertanya padanya langsung.”
“Secara gamblang Nawra jujur, jika dia ingin mencari perhatian. Dan sejak saat itu, dia selalu mengikutiku ke mana pun aku pergi. Kebersamaan kami akhirnya menumbuhkan perasaan nyaman, suka, dan cinta,” ucap Owen.
Saat kata cinta terucap dari bibir Owen, hati Tessa terasa tercubit. Perih, seperti merasakan luka yang tak berdarah. Refleks Tessa menunduk, namun Owen kembali membuat istrinya itu menatap padanya.
“Hei, ada apa? Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Owen.
“Aku melakukan apa yang kamu inginkan. Menceritakan semua masa laluku bersama Nawra, bukan?” tanya Owen. Kemudian Tessa mengangguk sebagai jawaban.
“Maka tugasmu kini adalah mendengarnya hingga akhir. Ambil kesimpulan setelah aku selesai bercerita. Jangan sekarang, kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri,” ucap Owen.
“Saat kami kelas dua SMA, hubungan kami akhirnya resmi menjadi sepasang kekasih. Bagiku, satu tahun yang kulalui bersama Nawra adalah wujud dari perasaan cinta. Tapi bagi orang lain, yang kulalui bersama Nawra adalah wujud dari kebodohanku,” ungkap Owen.
Kening Tessa mengernyit saat memikirkan jika pria yang dulunya sangat cuek itu bisa juga bodoh karena cinta.
“Menjadi bodoh demi seseorang juga perwujudan dari cinta, Bang,” komentar Tessa. Dan si*lnya, Owen menanggapi komentar Tessa dengan senyuman yang sangat manis.
Mengapa dia tersenyum? Batin Tessa. Apa dia mengakui jika dia memang pernah menjadi pria bodoh karena cintanya pada Nawra?!
Argh! Tessa jadi memikirkan bagaimana besarnya cinta Owen pada Nawra dulu.
Owen yang melihat istrinya kembali diam, kedua alisnya mengerut tanda jika istrinya itu sedang berpikir keras akan sesuatu hal. “Mikir apa lagi, Bun?” tegur Owen.
“Kan sudah kuingatkan, jangan menarik kesimpulan apa-apa dulu. Kamu menyakiti dirimu sendiri,” peringat Owen sekali lagi.
“Kenapa mereka menganggap aku bodoh … itu karena setelah menjalin kasih bersama Nawra, hari-hariku terpusat padanya. Banyak yang aku abaikan dan aku pun kehilangan banyak hal,” jelas Owen.
“Aku semakin bodoh, saat Nawra menginginkan perpisahan dengan alasan ingin fokus belajar untuk kelulusan,” ucap Owen.
“Aku memaksanya untuk mengizinkanku menunggu selama satu tahun lamanya. Hingga akhirnya, dia menghilang tanpa pamit, tanpa jejak, tanpa peduli denganku yang merasa sakit saat harus kehilangan dirinya.”
Owen bungkam, rekaman momen-momen saat ia merasa terpuruk kembali terputar dalam benaknya. Hingga decakan Tessa menyadarkannya.
“Ck, kisahmu sudah seperti sinetron, Bang!”
“Ya, kamu benar,” ucap Owen menyetujui penilaian istrinya.
“Tapi kamu percaya jika dibalik semua kejadian ada hikmahnya?” tanya Owen tiba-tiba.
“Saat aku hendak terpuruk karena kehilangan Nawra, Tuhan menyibukkanku dengan permasalahan rumit yang terjadi di keluargaku,” ungkap Owen.
Tessa baru saja akan membuka mulut, bertanya mengenai masalah keluarga apa yang dimaksud Owen. Sayangnya Owen menyelanya.
“Jangan bertanya masalah apa itu, aku akan menceritakannya padamu nanti,” imbuhnya.
Tessa mengerti, ia mengangguk perlahan. Dia tak ingin memaksa Owen. “Kapan kamu move on dari Nawra?”
Owen menelan salivanya saat mendapat pertanyaan yang tak ia duga. Dia pikir istrinya akan bertanya bagaimana perasaannya pada Nawra saat ini, rupanya bukan itu yang ingin diketahui Tessa.
“Apa saat kamu jatuh cinta pada Sea?”
Owen bungkam.
“Atau jangan-jangan kamu belum move on, Bang?”
...—————————...
nawra wanita licik, ben..
wah alfio serius kamu suka ama qanita aunty dari putri mu, takdir cinta seseorang ga ada yang tau sih ya.
kak shasa setelah ini kasih bonchap kak pengen tau momen tessa melahirkan anak kedua nya, pengen tau raut bahagia dari owen, aya dan semua menyambut kelahiran adik nya aya...