Operator Hati Barata

"Kayaknya sebelah selatan biar Rahmat sama Minal aja yang bongkar."

Mereka semua kini tengah beristirahat makan siang, namun Bara dan Ikhsan terlihat belum menyentuh makanannya sama sekali. Kedua pria itu terlihat sangat serius menatap layar laptop yang ada diatas meja lipat. Terutama Bara, pria yang biasanya santai kini terlihat tengah menunjukan wajah seriusnya.

Bahkan Agatha yang tengah menikmati makan siangnya sedikit teralihkan oleh aura kepemimpinan yang dikeluarkan oleh Barata saat ini. Pria yang selalu menggoda serta bersikap konyol padanya itu terlihat lebih maskulin ketika dalam mode diam.

Sudut bibir Agatha sedikit terangkat, gadis tangguh itu bahkan menggelengkan kepalanya saat fikiran aneh itu tengah menguasi otaknya. Namun senyuman serta rasa kagumnya perlahan surut saat tatapan Agatha tidak sengaja bertemu dengan tatapan manik mata berwarna hitam milik pria yang sempat dia fikirkan itu.

Bukan karena apa apa, senyuman Agatha luntur karena Bara malah mengedipkan sebelah mata padanya. Pria itu terkesan menggoda dan tingkah konyolnya kembali setelah beberapa menit menghilang.

"Ekhemm...!"

Agatha bahkan harus berdehem keras agar Barata mengalihkan pandangannya kearah lain. Agatha tidak ingin para rekan rekannya berfikir yang aneh aneh padanya saat ini. Karena sangat terlihat jelas sekali kalau asisten boss mereka itu tengah menampilkan tatapan genit padanya.

"Aku mau kesungai dulu."

Agatha segera menghidar dari Bara, walaupun tidak yakin dia akan pergi kesungai. Yang paling penting saat ini adalah bisa menghindar dari pria yang selalu membuatnya bingung harus berbuat apa.

Agatha tahu kalau Barata itu masih single, namun status single bukan berarti tidak punya pasangan atau kekasihkan. Agatha takut saat mereka bermain hati, ternyata ada hati lain yang tersakiti. Intinya jangan berharap lebih pada pria jaman sekarang, yang selalu ada didekat mereka saja diselingkuhi apa lagi tidak selalu ada untuknya.

Agatha nendudukan dirinya diatas rerumputan hijau, pandangannya terarah pada lembah yang tadi dia bongkar. Semilir angin sangat terasa menyejukan hati serta fikirannya. Setidaknya rasa sunyi dan tenang yang sekarang Agatha rasakan bisa sedikit menenangkan batin dan raganya.

"Kenapa menghindar?"

Agatha yang tengah memejamkan kedua matanya, perlahan membuka kedua manik mata dark hazel miliknya. Pandangannya mengarah pada pria yang tidak ragu untuk duduk disisinya.

Agatha bahkan kembali mengalihkan pandangannya karena pria itu terlihat menatapnya dengan lembut. Tatapan yang menurut Agatha sangat banyak menyiratkan banyak arti didalamnya.

"Kamu merasa tidak nyaman saat berdekatan denganku? atau kamu takut kalau mereka berfikir macam macam tentangmu?"

Agatha yang sedari tadi mengalihkan pandanganya, perlahan menghirup nafasnya pelan dan memberanikan diri untuk menatap pada Barata.

"Dua duanya,"

Bara tersenyum masam mendengar ucapan  Agatha, sebegitu tidak nyamankah gadis ini sampai dia menghindarinya tadi. Apa sikapnya terlalu berlebihan hingga membuat gadis itu ilfil padanya.

"Maaf kalau sudah membuatmu tidak nyaman."

Senyuman tipis Bara terpatri dikedua sudut bibirnya, walaupun didalam dadanya agak sedikit sesak namun Bara harus bisa menyembunyikannya dengan apik.

"Oh iya, apa kamu mau ikut kekampung yang kita lewati kemarin. Aku ada urusan sedikit disana, kebetulan ada sesuatu yang harus aku beli juga."

Bara mengulum bibirnya melihat keterdiaman Agatha, bahkan gadis itu terlihat mengalihkan tatapannya kembali kearah lain.

Bara menghirup nafasnya dalam dalam, "Tapi kalau kamu tidak mau ikut tidak mas...,"

"Saya akan ikut, ada sesuatu yang harus saya beli juga."

Sudut bibir Bara sedikit terangkat, sedangkan Agatha malah menghela nafasnya kasar. Dia tidak salahkan kalau ikut bersama atasannya ini kekampung, toh dia juga sedang butuh sesuatu yang harus dia beli disana dan tidak mungkin menitip pada Barata.