Saquel dari Novel "Janda untuk om Duda"
Semenjak mamanya menikah dengan tuan muda Danendra, perlahan kehidupan Bella mulai berubah. Dari Bella yang tidak memiliki ayah, dia menemukan Alvaro, sosok ayah sambungnya yang menyayangi dirinya selayaknya anak kandungnya sendiri.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, sebuah insiden membuat semua berbalik membencinya. Bahkan mama kandungnya ikut mengabaikan dan mengucilkan Bella, seolah keberadaannya tidak pernah berarti.
Di tengah rasa sepi yang mendalam takdir mempertemukan kembali dengan Rifky Prasetya , dokter muda sekaligus teman masa kecil Bella yang diam-diam masih menyimpan rasa sayang untuknya. Bersama Rifky, Bella merasakan arti dicintai dan di lindungi.
Namun, apakah cinta masa lalu mampu menyembuhkan luka keluarga yang begitu dalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
"Kita mau kemana lagi? Mumpung kamu hari ini libur, kita puas-puasin mainnya," kata Rifky sambil merangkul bahu Bella dengan hangat. Mata Rifky bersinar penuh semangat, menunjukkan betapa ia menantikan waktu santai bersama kekasihnya.
Bella tersenyum, merasa nyaman dengan sentuhan itu. Kebetulan hari ini dia juga tidak bekerja, jadi kesempatan langka untuk melepas penat dan menikmati hari tanpa beban. "Bagaimana kalau kita ke mall? Sudah lama aku tidak ke sana," jawab Bella, suaranya lembut namun penuh harap.
Wajahnya yang biasanya sendu berubah ceria, seolah membayangkan berbagai hal menyenangkan yang akan mereka lakukan nanti.
"Ayo!" sahut Rifky dengan semangat membara. Ia menggenggam tangan Bella erat, menariknya perlahan saat mereka berjalan keluar menuju ke parkiran.
Tawa kecil mereka mengisi udara sore itu, bercampur dengan suara langkah kaki yang semakin dekat menuju mobil. Rifky membuka pintu mobil untuk Bella dengan sikap penuh perhatian, sementara Bella menatap Rifky dengan tatapan penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih," ucapnya lembut, suaranya bergetar sedikit karena ada campuran rasa lega dan hangat di hati.
Rifky membalas dengan nada menggoda, "Sama-sama, princess," disertai kedipan mata nakal yang membuat keduanya meledak dalam tawa ringan, seolah momen itu menjadi pelarian manis dari penatnya hari.
Setelah memastikan Bella sudah masuk, Rifky menutup pintu mobil dengan suara klik yang tegas. Ia berlari kecil mengitari sisi mobil, langkahnya ringan penuh semangat. Saat sampai di sisi pengemudi, dia membuka pintu dan langsung duduk di kursi kemudi, napasnya masih sedikit terengah. Jari-jarinya cekatan menggenggam kemudi, matanya menatap jalan dengan fokus.
Mesin menyala, dan mobil melaju perlahan meninggalkan tempat rekreasi, menuju mall yang tak jauh dari situ, membawa harapan baru dan canda tawa yang masih terpatri di antara mereka.
"Mau makan lagi tidak? Tadi kamu cuma makan bentar?" tawar Rifky perhatian, dia mengusap kepala Bella sayang.
Bella menoleh perlahan, menyandarkan kepalanya dengan lembut ke bahu Rifky. Napasnya yang mulai berat dan hangat terasa menenangkan, seolah-olah semua beban hari ini menghilang sejenak. Matanya yang setengah terpejam menampilkan kelelahan, namun senyum kecil masih tersungging di bibirnya.
"Nanti aja, aku belum lapar. Aku cuma sedikit mengantuk," jawabnya dengan suara yang pelan dan serak, diselingi sebuah menguap yang tak bisa ia tahan.
Rifky mengusap kepala Bella dengan penuh kasih sayang, jari-jarinya bergerak perlahan mengikuti garis rambutnya. "Tidur aja nanti aku bangunkan," bisiknya lembut, suara pria itu hangat dan menenangkan, membuat Bella merasa aman seperti dulu saat dia kecil dan meringkuk di pangkuan ayahnya. Sesekali Rifky mengecup lembut kepala Bella, membuatnya semakin ingin melepas lelah.
"Tidak ah, nanti kalau aku tidur, aku tidak bisa melihat wajah tampanmu ini," sela Bella sambil tersenyum kecil, meski matanya sudah nyaris terpejam. Ia berusaha bertahan, ingin menikmati kehangatan di sisi Rifky sedikit lebih lama, meskipun rasa kantuk terus menyerang.
Bahunya yang gemetar pelan tertumpu pada dada Rifky, mencari hangat dan ketenangan yang tak perlu kata-kata. Bella menarik napas dalam, mencoba meredam lelah yang menggerogoti tubuhnya, sementara jari-jari Rifky dengan lembut menyisir punggungnya, memberi isyarat bahwa ia hadir bukan hanya sebagai pelindung, tapi juga sebagai sandaran jiwa.
"Ck, gombalanmu sangat garing, baby," cetus Rifky dengan nada menggoda, matanya menyipit penuh kehangatan yang tak tersampaikan lewat kata. Namun, di balik celaannya, hatinya mekar penuh kebahagiaan, merasakan kedekatan yang jarang mereka dapatkan.
"Sepertinya keahlianmu dulu sudah menghilang. Dulu waktu masih kecil, kamu sangat pandai merayu pria, tapi kenapa sekarang tidak bisa?" Rifky tertawa pelan, suaranya seperti aliran sungai yang menenangkan.
"Dulu aku tidak punya malu," jawab Bella, suaranya sedikit bergetar antara sebal dan nostalgia. Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan kenangan masa kecil itu mengisi ruang di antara mereka. Dulu waktu kecil Bella tanpa beban merayu teman-temannya, bebas dan penuh percaya diri. Kini, di pelukan Rifky, dunia terasa lebih sederhana, meskipun lelah masih membayangi, ada kehangatan yang mengikat dan menguatkan tanpa perlu kata.
******
Arumi bersama Alvaro dan Maureen melangkah perlahan di antara riuhnya keramaian mall. Cahaya lampu yang memantul dari etalase toko-toko membuat suasana tampak gemerlap. Sesekali, Maureen menunjuk salah satu toko dengan mata berbinar, sementara Alvaro hanya mengangguk kecil, sedangkan Arumi menikmati suasana dengan senyum tenang. Hari itu mereka bertiga sengaja menghabiskan waktu bersama, tanpa kehadiran Naka maupun Kaireen.
Semenjak kepergian Bella dari kediaman Danendra, hubungan Kaireen dengan keluarganya semakin renggang. Gadis itu lebih memilih menghabiskan waktunya bersama teman-temannya, menghindari kebersamaan di rumah yang terasa menyesakkan baginya.
Berbeda dengan Kaireen, Naka kini disibukkan oleh rutinitas barunya. Setelah resmi bergabung di perusahaan Danendra, waktunya banyak tersita untuk pekerjaan, hingga jarang bisa berkumpul bersama keluarga seperti dulu.
"Aku mau beli tas, Pa. Tasku yang lama sudah jelek." Bibir mungilnya mengerucut, mata besar penuh harap menatap ayahnya.
Alvaro tersenyum lembut, tanpa ragu menjawab, "Beli semua yang kamu sayang." Suaranya penuh kasih, menenangkan. Ia lalu merangkul bahu Maureen, memberikan rasa aman dan dimanjakan yang sudah menjadi kebiasaannya.
Maureen pun bersorak, mereka bertiga memasuki toko tas branded di mall tersebut. Maureen mulai berkeliling memilih tas yang dia inginkan, setelah mendapatkannya dia pun memberitahu papanya, dan memintanya untuk membayarnya.
Saat mereka keluar dari toko, tak sengaja berpapasan dengan Reza dan juga keluarganya.
"Arumi"
up lagi thor