Anne Ciara atau Anci, harus merelakan semua kebahagiaannya karena harus bertunangan dengan cowok yang menjadi sumber luka dalam hidupnya. Tak ada pilihan selain menerima.
Namun suatu hari, seseorang mengulurkan tangannya untuk membantu Anci lepas dari Jerrel Sentosa, tunangannya.
Apakah Anci akan menyambut uluran tangan itu, atau Anci memilih tetep bersama tunangannya?
" Jadi cewek gue.. Lo bakalan terbebas dari Jerrel. " Sankara Pradipta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little ky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSFA 22
Seorang pelayan berlarian sambil berteriak-teriak heboh, memasuki mansion mewah milik keluarga Black. Semua mata menatap heran ke arah pelayan ini.
Gemma dan Ethena yang sedang bersantai di ruang keluarga, ikut menatap pelayan itu yang sekarang justru mendatangi keduanya di ruang keluarga.
" Tuan besar, nyonya.. itu.. tuan muda.. tuan muda... PULANG!! " hebohnya memberi laporan.
Pelayan ini tadi mendapatkan telepon dari penjaga gerbang, yang mengatakan jika mobil tuan muda mereka baru saja memasuki gerbang depan. Pelayan ini tentu saja langsung kegirangan dan berlari segera mencari keberadaan tuan dan nyonya besar mansion ini.
Semua yang bekerja di mansion ini sudah tahu, jika tuan dan nyonya besar mereka memang menantikan kepulangan tuan muda yang sedang ngambek sampai angkat kaki dari mansion.
" Tuan muda kamu bilang? " Ethena langsung bangkit berdiri, mendekat ke pelayan yang melapor.
" Iya nyonya. Tadi penjaga gerbang di depan menelepon. Mobil tuan muda baru saja melewati gerbang. " pelayan mengangguk antusias.
" Pi.. Ayo pi. Kita ke depan sambut San. Cepet pi. " ditariknya lengan Gemma kencang, tak peduli apakah suaminya ini nanti terjatuh atau tidak.
" Tunggu, mi.. Pelan-pelan nariknya. Ini nanti nggak lucu banget kalau kita nglinding sampai ke depan. " Ethena mendelik tajam menatap suaminya.
" Mulut kamu ya, pi.. Awas aja kalau mulut asal nyablak kamu itu sampai bikin putra kesayangan mami marah dan pergi lagi. Beneran mami pulangin papi ke mansion Pradipta! " ancamnya terlihat tidak main-main.
GLEK
Gemma menelan ludah seret, " Papi bakalan diam, mami. Suer..."
Gemma peragakan gerakan mengunci mulutnya lalu membuat kuncinya ke belakang.
" Awas aja ya!! " Gemma mengangguk takut.
Sesayang itu Gemma terhadap sang istri tercinta yang selalu mendampinginya selama ini bahkan saat dia berada di situasi dan kondisi yang menyedihkan.
Padahal background keluarga Ethena bisa saja menjadikan wanita ini istri dari seorang Raja sekalipun. Tapi istri tercintanya ini lebih memilih dia, pria yang bahkan dibuang oleh keluarganya sendiri.
Mobil San terparkir rapi di depan teras mansion. San turun, lalu berjalan ke pintu sebelah kemudi. San bukakan pintu untuk Anci, sebuah gestur sederhana tapi selalu bisa membuat Anci merona. Jerrel, tidak pernah melakukan hal-hal manis seperti apa yang selalu San lakukan.
" Ayo!! " San gandeng tangan Anci.
Anci sendiri memilih mengikuti sembari menundukkan kepalanya. Anci takut melihat sendiri bagaimana respon kedua orang tua San. Sudah dapat dipastikan, keduanya pasti tidak menyetujui.
Seharusnya tadi Anci menolak diajak kemari oleh San. Seharusnya Anci ikut pulang saja tadi saat mereka mengantarkan Terry pulang terlebih dahulu. Anci rasanya pengen berlari kabur saja, apalagi barusan, saat dia sempat menengadah, dia melihat Gemma, papi San menatapnya tajam.
" Mi.. " San peluk dan cium maminya penuh rasa sayang.
" Kemana aja sih San? Mami cari-cari lho.. " protes Ethena dengan rengekan.
" Nggak kemana-mana. Disekitar sini aja. " jawab San tidak mengatakan yang sebenarnya.
San kemudian saling berhadapan dengan sang papi. Dipeluknya Gemma, seperti dia memeluk Ethena.
" Kamu kenapa sama Anci, San? Anci kan namanya? Tunangan Jerrel. " tanya Gemma yang merasa janggal sekaligus curiga kedatangan San bersama Anci.
" Pi!! " tegas Ethena yang mencium asa bau-bau kerusuhan sebentar lagi.
" Masuk dulu yuk.. " Ethena tersenyum, mempersilahkan Anci ikut masuk ke dalam mansion bersama mereka.
***
Wajah Gemma sudah nano-nano mendengar panjang kali lebar penjelasan San tentang keberadaan Anci bersamanya. Dari raut mukanya berubah merah, sekarang sudah hijau, siap berubah menjadi Hulk kalau tidak ingat pesan mendalam sang istri tadi.
" San... Kamu kalau marah sama papi, marah gih!! Mau menenangkan diri di tempat persembunyian mu, oke.. Tapi nggak gini caranya, boy. " Gemma frustasi tingkat tinggi.
" Itu cewek yang kamu bilang kekasih kamu, itu tunangan sepupu kamu sendiri, San.. Apa nggak ada cewek lain sih, boy? "
" Kamu nolak papi jodohin sama Glad. Kenapa malah ambil tunangan sepupu sendiri sih? " kedua tangan Gemma meremas rambutnya yang sudah ada beberapa yang berwarna putih. Sepertinya ubannya akan makin banyak sebentar lagi.
" Maksud papi, San harus ngerebut Anci pas udah nikah sama Jerrel gitu?? " tanya San enteng sekali mulutnya bicara.
" HEH!! Nggak gitu juga dong.. bla. bla. bla. "
San korek telinganya malas, papinya memang selalu pandai mendramatisir semua situasi yang sedang dia hadapi. Lihat saja bagaimana dia mengomel sembari merengek pada Ethena. San jengah sekali melihatnya.
Anci sama sekali tidak berani mendongakkan kepalanya karena malu, sedih dan kecewa. Sudah dia tebak akan seperti ini, tapi saat Gemma secara terang-terangan berulang kali menyebut dirinya sebagai ' tunangan Jerrel ' entah kenapa Anci merasa dirinya hanya cewek murahan.
" Pokoknya papi nggak setuju. Mumpung belum ada yang tahu, masalah belum kemana-mana, kalian harus putus!! Papi nggak suka kamu gini ya San. Jerrel itu sepupu mu sendiri, jangan mulai peperangan yang harusnya bisa kita hindari!! " dengan tegas Gemma menyuarakan pendapatnya.
Tapi kemudian..
" Kamu mau berdiri di sisi keluarga mu, Gem?? "
Gemma mengorek telinganya takut salah dengar. Suara ini, suara dari seseorang yang bisa Gemma katakan adalah raja terakhir dari sebuah game.
Pertanyaannya, bagaimana bisa orang ini datang kemari?
Siapa yang memanggilnya datang?
Jangan-jangan ini ulah putranya?
Gemma tatap San sinis yang dibalas senyum miring penuh ejekan. Senyum yang seperti memiliki makna.
' Berani lo sama nih orang.. '
" SIAL.. " umpat Gemma pelan. Tapi...
" ARRGGHHHH... LEPAS!! LEPAS!! " Gemma berteriak histeris saat merasakan perih di punggungnya. seseorang mencubitnya kecil sekali sampai rasanya kulit Gemma terkelupas.
" Berani kamu mengumpat depan mommy, Gemma? "
Waduh..
Gemma tepuk jidatnya. Putranya ini niat sekali mengibarkan bendera perang padanya. Sampai semua bala tentaranya di panggil datang kemari.
" I love you, daddy, mommy.. " Gemma pasang senyum pepsodent dan jari membuat hati untuk menyambut kedatangan mertua rasa orang tua kandung.
" Kita perlu bicara Gemma!! Kamu, San, ikut ke ruangan lain!! " tegas Cornelius yang mana mungkin dibantah Gemma.
" Daddy.. San yang cari gara-gara, bukan Gemma, dad.. Mommy, cucu kesayangan mommy tuh. " sempat-sempatnya Gemma curi start pembelaan diri di depan oma dan opa San.
" Nggak usah banyak omong, Gem.. Ikut mommy dan daddy.. NOW!! " Carmen Black melotot gemas pada menantunya.
" Gia!! "
" Yes, opa.. " Gia langsung dengan sumringah muncul entah dari mana.
" Temani calon kakak ipar mu.. Opa mau urus papi ini!! "
" Oke, opa.. Serahkan pada Gia. "
Gia hampiri Anci yang berdiri berdampingan dengan Ethena. Gia pun membawa Gia pergi dari dalam mansion menuju ke arah luar. Sepertinya taman belakang, yang penuh tanaman hias milik maminya bisa sedikit memberikan ketenangan untuk Anci yang pastinya sedang shock berat sekarang.
Gia sempat meminta pelayan mengantarkan cemilan dan minuman ke taman belakang. Berbincang dari hati ke hati dengan Anci ditemani cemilan, pastilah menyenangkan.
" Gi.. Gue, murahan banget ya jadi cewek? " Anci merasa insecure.
" Kata siapa? " tanya Gia santai, sambil memakan cemilan yang baru saja diantar pelayan.
" Gue ngrasanya gitu.. Gue tunangan Jerrel tapi mau-maunya gue... " Anci tak sanggup melanjutkan ucapannya. Justru sekarang dia sedang terisak merasakan sesak di dadanya.
Gia peluk Anci erat. Teman sekaligus cewek yang dicintai abangnya ini sedang dalam fase down atas penolakan papinya, juga sekaligus ditampar kenyataan yang dilontarkan oleh papi Gia tadi saat di dalam.
Gia temani saja, dia peluk Anci erat mendengarkan setiap keluh kesah Anci. Gia yakin, daripada seribu nasehat untuk temannya ini, dia lebih membutuhkan sebuah pelukan dan telinga yang siap mendengar tanpa menghakimi.