Setelah dikhianati dan mati di tangan suaminya sendiri, Ruan Shu Yue dibangkitkan kembali sebagai putri keempat Keluarga Shu yang diasingkan di pedesaan karena dianggap pembawa sial.
Mengetahui bahwa dirinya terlahir kembali, Ruan Shu Yue bertekad menulis ulang takdir dan membalas pengkhianatan yang dia terima dari Ling Baichen. Selangkah demi selangkah, Ruan Shu Yue mengambil kembali semua miliknya yang telah dirampas menggunakan identitas barunya.
Anehnya, Pangeran Xuan - Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar justru muncul seperti variabel baru dalam hidupnya.
Dalam perjalanan itu, dia menyadari bahwa ada seseorang yang selalu merindukannya dan diam-diam membalaskan dendam untuknya.
***
"A Yue, aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Kali ini, aku tidak akan mengalah dan melewatkanmu lagi."
Ruan Shu Yue menatap pemuda sehalus giok yang berdiri penuh ketulusan padanya.
"Aku bukan Shu Yue."
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Kau bukan Shu Yue. Kau adalah Ruan Shu Yu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24: Orang Asing
Perjamuan sudah usai. Shu Yue dan kedua orang tuanya sudah keluar istana, menaiki kereta dan bergegas pulang ke kediaman.
Sejak tadi, Nyonya Shu dan Tuan Shu tidak pernah membahas soal Shu Mengli atau sekadar bertanya tentangnya. Padahal, Shu Mengli sudah mengalami kejadian besar yang membuat orang mau tidak mau membicarakannya di belakang.
Sekarang pun, gadis licik yang bodoh itu tidak ikut pulang bersama mereka. Dia masih memilih pergi bersama Shen Jia dan Ling Baichen.
Jika dia tahu diri, harusnya pulang bersama orang tua dan meminta maaf atas kecerobohannya. Namun, sekali bodoh tetap bodoh. Hatinya itu sudah dibutakan oleh keserakahan sampai tidak bisa membedakan mana yang penting dan mana yang tidak.
Kereta kuda tiba-tiba berhenti. Tuan dan Nyonya Shu mengernyit, lantas bertanya kepada kusir di depan.
Si kusir kemudian berkata bahwa di depan, ada orang yang mengaku sebagai Adipati Muda Ling memohon untuk bertemu dengan Nona Keempat. Orang itu memohon dengan sangat dan berkata ingin meminta maaf.
Shu Yue memejamkan mata sesaat. Yang datang akhirnya datang juga. Di perjamuan, dia bisa menghindari pertemuan jarak dekat dengan Ling Baichen.
Tapi, dia tidak mungkin menghindarinya selamanya. Tidak hanya itu, dia masih harus menghadapinya dengan tegar dan terang-terangan.
“Katakan padanya bahwa tidak sopan mencegat kereta orang di tengah jalan seperti itu. Katakan pula padanya, Kediaman Shu tidak sanggup menerima permintaan maaf dari Adipati Muda Ling yang bijaksana,” ucap Tuan Shu.
Desas-desus mengenai Ling Baichen yang memanjakan selir dan membunuh istri sudah tersebar dan bukan lagi rahasia umum. Sebagai Kepala Sensor, Tuan Shu sudah sering memberinya peringatan.
Perilakunya itu sangat tidak sesuai dan tidak patut dicontoh. Ia merasa sangat prihatin dan kasihan kepada Ruan Shu Yue. Keluarganya tewas tanpa kejelasan, dia juga harus menderita karena suaminya lebih memilih menyayangi selir.
Keluarga Ruan cukup baik. Meski Penasihat Kerajaan sering bertentangan dengan para pejabat, tapi dia adalah orang yang jujur. Saat terjadi ketidakadilan, tidak ada yang membelanya karena merasa mereka telah dipermalukan saat Penasihat Kerajaan masih dalam masa kejayaan.
Ling Baichen, sebagai suami dari Ruan Shu Yue dan menantu Keluarga Ruan justru tidak bicara sama sekali dan diam seolah dia bisu. Orang itu memilih tidak ikut campur, membiarkan istri sahnya mengalami rasa sakit karena diabaikan dan tidak diberi bantuan.
Bahkan membiarkan selirnya bertindak sewenang-wenang di kediaman. Tuan Shu secara alami mengembangkan ketidakpuasan terhadapnya.
“Putriku belum menikah, tidak leluasa bertemu laki-laki secara pribadi. Apalagi laki-laki itu adalah pria yang sudah beristri,” tambah Nyonya Shu. Sama dengan Tuan Shu, dia juga tidak puas dan tidak suka pada Adipati Muda Ling.
Ia bisa memahami posisi Ruan Shu Yue. Menyandang status sebagai istri sah adipati, namun hidupnya lebih sengsara daripada pengemis di jalanan.
Tidak mendapat kasih sayang, ditindas selir, keluarga juga juga hancur. Bahkan sampai harus kehilangan nyawa sia-sia.
Si kusir kemudian menyampaikan ucapan majikannya kepada orang di depan sana. Namun tampaknya, Ling Baichen tidak mau menyerah. Pria itu kembali memohon agar Tuan Shu dan Nyonya Shu mengizinkan putri mereka bertemu dengannya sebentar.
“Tuan, Nyonya, tolong izinkan aku bertemu dengan Nona Keempat. Aku ingin meminta maaf kepadanya secara langsung.”
Tuan Shu dan Nyonya Shu hendak berkata kembali, namun Shu Yue kemudian menahan mereka. Ling Baichen tidak akan menyerah dengan mudah. Cepat atau lambat harus dihadapi juga.
“Ayah, Ibu, tidak apa-apa. Aku ingin tahu permintaan maaf seperti apa yang ia maksud.”
Tuan Shu dan Nyonya Shu terlihat tidak rela. Reputasi seorang gadis sangat penting. Putri mereka belum banyak mengenal adat ibu kota, belum tahu bahwa hal sepele pun bisa sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Hanya saja Shu Yue ber sikeras untuk turun.
“Jangan lama-lama. Lekas kembali jika sudah mendengar ia bicara.”
“Baik, Ayah.”
Shu Yue kemudian turun dibantu Xiaohe. Ling Baichen benar-benar mencegat kereta di tengah jalan tanpa memedulikan apapun.
Ekspresi Shu Yue jadi tidak bagus. Suasana hatinya jadi buruk. Pria brengsek itu masih saja bertingkah seperti berbudi luhur dan berkarakter.
“Nona, maaf mengganggu perjalananmu. Aku tidak bermaksud tidak sopan.”
“Karena tahu mengganggu perjalanan, mengapa masih melakukannya?”
Ling Baichen terkejut dengan respon gadis di depannya. Ia sudah mendengar bahwa hari ini sebelum perjamuan dimulai, istrinya bersama adik sepupunya tanpa sengaja telah menyinggung Nona Keempat Shu dari Kediaman Kepala Sensor. Demi menghindari konflik yang tidak perlu, dia bergegas meminta maaf.
Tapi, respon gadis itu membuatnya sangat terkejut. Entah mengapa Ling Baichen seperti pernah melihatnya di suatu tempat dan ia merasa gadis itu tidak asing.
Tapi tidak peduli sebesar apa perasaan itu, gadis di depannya jelas tidak ia kenal dan ini baru pertemuan pertama mereka. Sorot matanya terlihat tidak asing. Begitu pula dengan auranya.
“Katakanlah, apa yang membuat Tuan Adipati Muda yang terhormat berani bersikap tidak sopan dengan mencegat kereta di tengah jalan dan memaksa seorang gadis untuk turun,” ucap Shu Yue dengan dingin. Melihat Ling Baichen seperti melihat masa lalu, seperti melihat betapa bodohnya dirinya saat itu.
Ling Baichen kembali terkesiap. Ia dengar putri keempat Keluarga Shu adalah gadis desa yang baru dijemput kembali.
Tidak masalah jika sikapnya tidak lembut seperti para gadis ibu kota. Namun, ia tak menyangka kalau ucapannya justru lebih tajam daripada Putri Zhaoning di istana.
“Aku ingin meminta maaf atas sikap istriku yang tidak sopan kepada Nona di istana tadi pagi.”
“Aku tidak sanggup menerima maaf dari Tuan Adipati Muda.”
“Nona, tolong terima permintaan maafku. Aku tidak mengajari istriku dengan baik hingga menyinggung Nona tanpa alasan.”
“Istrimu memang kurang ajar. Meskipun Xiaohe adalah mantan pelayan di kediamanmu, tapi sekarang dia adalah pelayanku. Tolong katakan pada istrimu yang berbudi itu untuk menjaga sikapnya.”
Di dalam kereta, Shen Jia yang mendengar ucapan itu seketika terpancing emosi. Dia bergegas turun dengan wajah yang menghijau.
Ia sudah mengalah karena membiarkan Ling Baichen meminta maaf. Tapi, sikap Shu Yue sungguh membuatnya kesal.
“Nona Keempat, tidak bisakah kau bersikap lebih lapang?” tanya Shen Jia.
Siapa yang dapat menyangka kalau Xiaohe adalah pelayannya sekarang? Ia pikir Shu Yue itu orang udik yang pengecut. Pantas saja Shu Mengli tidak bisa menghadapinya dengan mudah.
“Jiajia, diamlah. Jangan bicara!”
Shu Yue menatap pasangan brengsek itu dengan tatapan mencemooh. Bahkan saat ini pun, Ling Baichen masih berbicara untuknya.
Demi Shen Jia, dia merendahkan diri meminta maaf secara langsung, mengambil risiko dikritik dan ditegur oleh Kepala Sensor karena sikapnya tidak sopan. Cintanya pada Shen Jia benar-benar bisa membuatnya melakukan apapun.
Apakah dia masih mengingat seberapa kejam sikapnya padanya sebagai Ruan Shu Yue di masa lalu? Mungkin saja, pria ini sangat senang dan sudah lama melupakannya.
“Aku pikir Tuan Adipati Muda adalah orang yang tulus. Setelah melihat hari ini, sungguh membuat orang kagum. Kau tidak segan mengganggu perjalanan orang untuk Nyonya Shen. Tampaknya, Nyonya Ruan juga pasti sangat bahagia menikah denganmu.”
Senyum Ling Baichen luntur dan wajahnya kaku. Hatinya seperti disiram air es. Pandangannya agak turun begitu ia mendengar kata Nyonya Ruan.
Ruan Shu Yue, wanita itu tidak pernah bahagia menikah dengannya. Sepanjang hidupnya, wanita itu hanya memasang wajah dingin dan sama sekali tidak pernah mau mengalah.
“Nona Keempat, ucapanmu tampaknya sudah keterlaluan,” ucap Shen Jia. Ia berusaha tetap tenang meski hatinya dipenuhi dengan kemarahan.
“Apakah ucapanku salah? Oh, atau apakah Nyonya Ruan tidak bahagia saat itu? Aku dengar Tuan Adipati dan Nyonya Ruan saling mencintai.”
Shen Jia telah dijebak. Bagaimana mungkin dia mengungkapkan kenyataan bahwa rumah tangga kediaman adipati muda tidaklah harmonis seperti yang dibayangkan orang?
Ia tersenyum. “Tentu saja tidak. Tuan Adipati dan Nyonya Ruan saling mencintai dan menyayangi.”
Shu Yue ingin meludah karena jijik mendengar ucapan Shen Jia. Jika dia bukan Ruan Shu Yue, dia mungkin akan percaya.
Sayang sekali kedua bajingan itu tidak tahu bahwa yang mereka bicarakan sebenarnya berdiri tepat di hadapan mereka. Pasti sangat menyenangkan jika mereka tahu, bukan?
“Tuan Adipati, jika kau ingin meminta maaf, maka minta maaflah dengan tulus,” ucap Shu Yue.
“Kediaman Shu ada di Distrik Utara. Pergilah ke sana dan bicarakan langsung dengan keluargaku. Oh, satu hal lagi. Jika kau tidak bisa mengajari istrimu dengan baik, maka jangan menikah dan menipu wanita lain. Bagaimanapun, tidak semua orang seperti istri keduamu.”
Gadis itu berbalik dengan dingin dan berjalan masuk ke dalam kereta tanpa ingin melihat ekspresi keberatan Ling Baichen. Baginya, mereka adalah orang asing sekarang. Ketika bertemu tidak ada lagi yang harus dibicarakan selain utang masa lalu yang harus dibayar.
Kereta kuda Kediaman Shu melaju kembali setelah tertunda beberapa saat. Kereta itu terus melaju, tanpa menghiraukan Adipati Muda Ling yang kehilangan muka.
Emang enak di tampar kenyataan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣