Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Baru
Napas Luna tercekat. Rekening koran di tangannya jatuh begitu saja ke lantai, tergeletak di samping koper besar yang menjadi saksi bisu. Otaknya berusaha mencerna pemandangan di depannya: Rafi duduk di sofa ruang tamu, tersenyum lebar ke arah seorang wanita cantik yang duduk di sebelahnya. Wajah Bu Endah dan Pak Doni tampak berseri-seri, seolah tidak peduli dengan kehadiran Luna yang berdiri membeku di ambang pintu.
Rafi, yang sepertinya baru menyadari kehadiran Luna, berdiri dan melangkah mendekat, mengulurkan tangan seolah ingin memeluk. "Sayang, kamu sudah pulang?"
Luna mundur selangkah, menepis tangan Rafi dengan kasar. Matanya menatap tajam ke arah wanita di samping Rafi. "Siapa dia, Mas?" desisnya, suaranya tercekat di tenggorokan.
Bukan Rafi yang menjawab, melainkan Bu Endah yang beranjak dari duduknya dengan senyum bangga. "Oh, ini menantu baru Ibu, Luna. Namanya Saras. Dia istri barunya Rafi."
Dunia Luna runtuh. Rasanya seperti ada petir menyambar di siang bolong. Ia menatap Bu Endah, lalu beralih ke Rafi, yang kini hanya berdiri terdiam, menatapnya dengan pandangan campur aduk.
"Saras ini seorang manajer keuangan di perusahaan. Sama-sama manajer, kan? Rafi manajer pemasaran, Saras manajer keuangan. Tidak seperti kamu yang hanya di rumah, tinggal menerima gaji suamimu lalu menghabiskannya!" sindir Bu Endah dengan nada mengejek yang sangat menusuk.
Amarah Luna memuncak. Kata-kata Bu Endah seperti bensin yang disiramkan ke api yang berkobar di dadanya. Ia memang kelihatannya tidak bekerja selama ini, tapi siapa yang tau apa pekerjaannya. Dan selama ini, ia adalah tiang penyangga keuangan keluarga ini. Tanpa sadar, tangannya meraih rekening koran yang tadi terjatuh dan melemparkannya ke arah mereka.
"Aku memang tidak bekerja! Tapi aku yang sudah membiayai operasimu! Aku yang sudah menutupi semua kebutuhan rumah ini! Dan anakmu ini," Luna menunjuk Rafi dengan jari gemetar, "Selama ini dia hanya memberiku uang lima juta setiap bulan! Tanya sendiri pada anak kesayanganmu itu apakah aku bohong!"
Setelah meluapkan semua kemarahannya, Luna tak sanggup lagi berlama-lama di sana. Dengan air mata mengalir deras, ia berbalik dan berlari menuju kamarnya, menutup pintu dengan keras.
Di ruang tamu, Bu Endah terdiam, tangannya gemetar meraih rekening koran yang tergeletak di lantai. Ia menatap deretan angka, melihat setiap transaksi pengeluaran sejak ia dirawat di rumah sakit. Matanya membelalak saat melihat total pengeluaran yang jauh lebih besar dari uang yang Rafi kirimkan. Ia juga melihat berapa kali Rafi mentransfer uang kepada Luna, dan jumlahnya yang memang hanya lima juta setiap bulan. Wajahnya yang semula penuh kemenangan kini pucat pasi. Pak Doni yang sedari tadi diam, ikut mendekat dan melihat rekening koran itu. Ekspresinya tak kalah terkejutnya.
"Jadi, jadi semua yang dikatakan benar. Selama ini Luna yang sudah melakukannya? bukan Rafi? " tanya Bu Endah lirih.
"Sepertinya begitu. " jawab lak Doni lirih.
"Ayah, ibu. jangan terlalu di pikirkan. Luna kan memang memantu di rumah ini, jadi wajar saja kalau dia melakukan hal itu. Itu adalah tugasnya sebagai seorang menanti di keluarga ini. " kata Saras yang sejak tadi diam dan hanya memperhatikan kini ikut bicara dan mulai memprovokasi orang tua Rafi.
"Kalau aku jadi menantu di rumah ini, tentu saja aku akan melakukan hal yang sama kepada kalian. membantu Rafi dengan senang hati tanpa harus mengungkit nya." ucapnya lagi dengan senyuman licik.
"Aku benar, Memang tugas menantu seperti itu. Kenapa dia membesar-besarkan masalah ini. " Bu Endah rupanya sudah termakan provokasi Saras.
"Lalu apa yang harus kita lakukan pada Luna? " tanya Pak Doni.
"Tentu saja, dia harus menerima Saras sebagai madunya. Kita akan memiliki menantu cantik, kaya, dan mapan seperti Rafi. Bukankah mereka pasangan yang cocok. " ucap Bu endah dengan segala keegoisannya.
Sementara itu, di dalam kamar, pertengkaran hebat pecah antara Luna dan Rafi.
"Mau apa, Mas! Ikutlah dengan istrimu yang baru itu! Untuk apa kamu ke sini?!" teriak Luna, air matanya tak berhenti mengalir. Ia melemparkan bantal dan benda-benda di dekatnya ke arah Rafi.
Rafi menghindar. "Sayang, dengarkan aku dulu! Aku bisa jelaskan semuanya!"
"Jelaskan apa?! Jelaskan kenapa Mas bawa perempuan lain ke rumah ini?! Jelaskan kenapa Mas berani-beraninya selingkuh di belakangku, padahal aku sudah mati-matian menjaga rumah ini dan merawat orang tua mu yang tidak tahu diri itu! tidak tau terima kasih." Luna tidak bisa mengendalikan suaranya. Amarah, kecewa, dan sakit hati bercampur aduk.
Rafi mengernyit. "Jaga bicaramu, Luna! Jangan pernah bilang orang tuaku tidak tahu diri seperti itu!"
"Memang itu kenyataannya, mereka tidak tahu diri! Mereka tidak pernah melihat pengorbananku! Mereka hanya tahu uangmu, uangmu yang tidak seberapa itu! Dan sekarang, kamu juga! Kamu tega melakukan ini padaku setelah aku sendirian mengurus semuanya?! kamu menghianati ku setelah kesetiaan yang aku berikan padamu. "
"Aku tahu kamu marah, Sayang. Tapi kamu juga harus mengerti keadaanku. Aku di luar negeri sendirian, Aku butuh kebutuhan biologis, Luna!" Rafi meninggikan suaranya, frustrasi.
"Kebutuhan biologis?! Itu bukan alasan untuk berselingkuh, Mas! Lalu bagaimana dengan kebutuhanku?! Bagaimana dengan perasaanku?! Aku istrimu, Mas! Aku juga butuh Mas di sini! Tapi Mas malah pergi, dan sekarang kembali membawa wanita lain?!"
"Kamu egois, Luna!" bentak Rafi.
"Aku egois?! Setelah semua yang aku lakukan, Mas bilang aku egois?!" Luna tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Aku membiayai ibumu, aku mengurus rumah ini, aku menahan diri dari segala godaan, tidak membeli barang yang aku inginkan demi keluarga ini dan Mas bilang aku egois?! Pergi, Mas! Pergi saja dengan istrimu yang baru itu! kenapa kamu kembali, seharunya kamu tetap disana saja. Jangan tunjukkan lagi wajahmu di hadapan ku dengan wanita itu. "
Rafi yang sudah kehilangan kendali, maju satu langkah. Matanya berkilat marah. "Cukup, Luna! Aku tidak suka kamu bicara seperti itu!"
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Luna. Suara tamparan itu menggema di dalam kamar yang sunyi. Luna terdiam, tangannya memegang pipinya yang terasa panas dan nyeri. Matanya menatap Rafi dengan nanar, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Ini adalah kesalahan terbesar ketiga yang dilakukan Rafi kepada Luna. Pertama, meninggalkan Luna sendirian mengurus rumah dan mertua tak tahu diri. Kedua, membawa istri baru tanpa sepengetahuan dan izinnya. Dan sekarang, menamparnya. Batas kesabaran Luna sudah benar-benar habis.
Air mata penyesalan mulai membanjiri mata Rafi saat melihat Luna yang terpukul. Tapi sudah terlambat. Ini benar-benar terlambat.