NovelToon NovelToon
Bisikan Hati

Bisikan Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Matabatin / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: DessertChocoRi

Terkadang orang tidak paham dengan perbedaan anugerah dan kutukan. Sebuah kutukan yang nyatanya anugerah itu membuat seorang Mauryn menjalani masa kecil yang kelam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DessertChocoRi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab- 32 Jalan Menuju Utara

Udara pagi menusuk kulit dengan dingin yang merayap hingga tulang. Hutan mulai terang, cahaya matahari menembus celah dedaunan, menyingkap jalan setapak yang dipenuhi tanah lembap dan dedaunan kering.

Mauryn berjalan di tengah, langkahnya pelan tapi tegas. Di sampingnya, Revan terus memantau sekeliling, tangannya tak pernah jauh dari pisau yang diselipkan di pinggang.

Sementara di depan, pria asing yang mereka selamatkan semalam yang belakangan menyebut namanya sebagai Daren berjalan agak tertatih. Luka di pelipisnya masih mengering, wajahnya pucat tapi matanya penuh rasa takut.

“Jadi,” Revan membuka suara, nadanya tajam

“Katamu kamu tahu jalan ke fasilitas itu.”

Daren menoleh sedikit, suaranya rendah.

“Ya. Itu markas lama mereka, di utara. Tidak semua orang tahu, bahkan sebagian anggota pun tidak. Aku pernah ditempatkan di sana, sebelum dipindahkan.”

“Dan kenapa sekarang kamu mau menolong kami?” Revan mengerutkan kening.

Daren terdiam sebentar, lalu menghela napas panjang.

“Karena aku muak hidup seperti anjing. Kami diperintah, dipaksa, dijadikan pion. Siapa pun yang gagal… dibuang begitu saja. Aku kabur bukan hanya karena takut mati, tapi karena aku ingin bebas. Kalau membantu kalian bisa menghancurkan mereka, maka itu juga menghancurkan rantai yang mengekangku.”

Revan menatap tajam, jelas masih ragu.

“Atau kamu hanya sedang mencari cara agar kami menaruh kepercayaan, lalu menyeret kami ke jebakan.”

Mauryn menoleh cepat, nada suaranya lembut tapi tegas.

“Revan, aku sudah mendengarnya. Dia tidak berbohong.”

“Aku tahu kemampuanmu, Mauryn. Tapi perasaan bisa dimanipulasi.” Revan mendengus.

“Tidak kali ini.” Mauryn menatap Daren, lalu kembali ke Revan.

“Ada rasa takut yang tulus di dalam dirinya. Dia tidak sedang memainkan kita.”

Daren berhenti sejenak, menatap keduanya dengan sorot mata yang dalam.

“Aku tahu kalian tidak punya alasan untuk mempercayai aku. Tapi aku juga tahu kalian butuh jawaban. Dan aku… aku satu-satunya yang bisa menuntun kalian ke sana.”

Hening sesaat. Hanya suara burung hutan yang terdengar.

Revan akhirnya mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka terus berjalan.

“Baiklah. Tapi kamu tetap di depan. Sekali kamu berbelok ke arah yang mencurigakan, aku tidak akan ragu menghabisimu.”

Daren mengangguk cepat, keringat dingin membasahi pelipisnya. “Mengerti.”

Mereka berjalan cukup lama. Semakin jauh ke utara, hutan semakin lebat, jalan semakin jarang terlihat seperti jalur manusia. Di beberapa titik, Daren berhenti untuk memastikan arah, sementara Revan selalu waspada dengan mata yang menyapu tiap bayangan.

Mauryn, meski tubuhnya letih, tetap menjaga langkah. Ia tak bisa mengusir pikiran yang terus berputar di kepalanya. Ayahnya. Kata-kata Daren semalam masih menghantui.

“Ayahku… bagaimana mungkin dia masih hidup?” gumamnya pelan, lebih seperti berbicara pada diri sendiri.

Revan menoleh.

“Kamu ingin membicarakannya?”

Mauryn menghela napas.

“Aku tak tahu harus merasa apa. Harapan? Marah? Takut? Semua bercampur. Aku sudah lama menerima kalau beliau pergi. Tapi kalau benar dia masih hidup… itu berarti aku salah selama ini.”

Revan menatapnya lama, lalu berkata pelan

“Kadang kebenaran memang lebih kejam dari kehilangan.”

Mauryn menatap balik, matanya basah.

“Kamu percaya dia masih hidup?”

Revan mengangkat bahu.

“Aku tak percaya kata-kata, aku percaya bukti. Kita lihat saja nanti.”

Beberapa jam berlalu. Matahari sudah tinggi, panas mulai menyengat. Mereka berhenti di dekat sungai kecil untuk beristirahat.

Mauryn duduk di batu besar, mencelupkan tangannya ke dalam air yang jernih. Revan mengisi botol air, sementara Daren duduk agak jauh, punggungnya bersandar pada pohon.

“Kamu yakin tidak ada yang mengikuti kita?” tanya Mauryn pada Revan.

Revan menggeleng, meski matanya tetap tajam.

“Tidak ada tanda-tanda. Tapi jangan pernah lengah. Mereka ahli dalam menyembunyikan jejak.”

Mauryn terdiam sejenak, lalu menoleh ke Daren.

“Boleh aku tanya sesuatu?”

“Tanya saja.” Daren mengangkat wajahnya.

“Kenapa kamu bergabung dengan mereka sejak awal?”

Wajah Daren menegang. Ia menunduk, suaranya rendah.

“Aku tidak punya pilihan. Saat itu aku muda, lapar, dan dunia menutup pintu bagiku. Mereka datang, menawarkan tempat, makanan, dan… kekuatan. Aku pikir itu jawabannya. Tapi ternyata aku hanya masuk ke penjara yang lebih besar.”

Mauryn menatapnya lama, berusaha mendengar bisikan hatinya. Ada penyesalan di sana. Ada luka yang dalam. Ia tidak berbohong.

“Kalau kamu diberi kesempatan, apa yang akan kamu lakukan setelah semua ini selesai?” tanya Mauryn lagi.

Daren menutup mata sejenak, seakan membayangkan sesuatu yang jauh.

“Aku ingin hidup tenang. Di tempat yang tak ada suara langkah kaki yang memburuku tiap malam. Aku… ingin kembali jadi manusia.”

Revan menyahut dingin.

“Kedengarannya bagus. Tapi kamu tahu jalan menuju sana panjang dan berdarah.”

Daren tersenyum pahit.

“Aku tahu. Karena itu aku berdiri di sini, bersama kalian.”

Setelah istirahat, mereka melanjutkan perjalanan. Langkah demi langkah membawa mereka keluar dari hutan, menuju jalan setapak yang menurun tajam. Dari kejauhan, samar-samar terlihat bangunan tua berdiri di balik kabut.

“Itu…?” Mauryn tertegun.

“Ya. Fasilitas lama itu. Kita sudah dekat.” Daren mengangguk.

Namun Revan segera mengangkat tangannya, menghentikan langkah.

“Tunggu.”

Ia merendahkan tubuhnya, memperhatikan tanah di depan. Ada jejak sepatu baru, masih segar. Revan menyentuhnya, matanya menyipit.

“Mereka sudah di sini,” katanya datar.

Mauryn merasakan bulu kuduknya meremang.

“Apa maksudmu?”

Revan berdiri, tatapannya keras.

“Kita bukan satu-satunya yang menuju tempat ini. Mereka sudah mendahului kita.”

Daren tampak panik, wajahnya pucat.

“Tidak… tidak mungkin. Tempat itu seharusnya kosong.”

“Seharusnya.” Revan menatapnya tajam.

“Tapi lihat kenyataan. Mereka menunggu kita.”

Suasana menegang. Angin berembus kencang, membawa bau logam samar. Mauryn menggenggam tangan Revan tanpa sadar.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanyanya lirih.

Revan menarik napas panjang, lalu menatap mereka berdua.

“Kalau kita tetap maju, kita akan menghadapi mereka. Kalau kita mundur, kita tak akan pernah tahu kebenaran. Jadi… pilihannya ada pada kita.”

Mauryn menatap ke arah bangunan tua itu, hatinya berdebar keras. Ayahnya mungkin ada di sana. Atau mungkin itu hanya jebakan.

Tapi ia tahu satu hal: ia tak bisa lagi mundur.

“Kita harus maju,” katanya akhirnya, suaranya bergetar tapi tegas.

“Apapun yang menunggu di sana, aku harus tahu.”

Revan menatapnya lama, lalu mengangguk kecil.

“Baik. Kalau begitu, kita maju bersama.”

Daren menelan ludah keras, tapi ia juga mengangguk.

“Aku akan tunjukkan jalan masuk yang lebih aman. Tidak langsung ke depan, ada lorong samping yang dulu kami gunakan.”

Revan menatapnya dengan penuh curiga. “Kalau kau bohong…”

“Aku tidak!” Daren memotong cepat, nadanya putus asa.

“Aku ingin selamat sama seperti kalian.”

Hening kembali menggantung, tapi kali ini penuh ketegangan. Mereka bertiga kemudian bergerak pelan, menyusuri jalan yang dipenuhi kabut. Setiap langkah membawa mereka semakin dekat ke fasilitas tua itu, dan semakin dekat pula ke rahasia yang tersembunyi di dalamnya.

Mauryn bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Bisikan hati di sekelilingnya suara samar penuh ancaman mulai terdengar. Musuh ada di sana. Menunggu.

Dan ia tahu, apa pun yang terjadi, langkah berikutnya akan mengubah segalanya.

Bersambung…

Jangan lupa Like, komen dan Votenya yah semua

1
Estella🍂
aku mampir Thor semangat nulisnya💪
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Terimakasih udah mampir kak 😊
total 1 replies
Anonymous
Semangat thor
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Hai hai.. terimakasih sudah mampir, tunggu update selanjutnya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!