Dulu aku menangis dalam diam—sekarang, mereka yang akan menangis di hadapanku.”
“Mereka menjualku demi bertahan hidup, kini aku kembali untuk membeli harga diri mereka.”
“Gu Xiulan yang lama telah mati. Yang kembali… tidak akan diam lagi.”
Dari lumpur desa hingga langit kekuasaan—aku akan memijak siapa pun yang dulu menginjakku.”
“Satu kehidupan kuhabiskan sebagai alat. Di kehidupan kedua, aku akan jadi pisau.”
“Mereka pikir aku hanya gadis desa. Tapi aku membawa masa depan dalam genggamanku.”
“Mereka membuangku seolah aku sampah. Tapi kini aku datang… dan aku membawa emas.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Tiga hari setelah kehidupan pernikahan yang sepi dan sunyi, kabar mendadak kembali mengguncang Desa.
Wei Ran,yang lebih sering terlihat hanya di pagi hari, hanya untuk berlari kecil di sepanjang jalan desa seolah sedang menikmati udara pagi,kini akan meninggalkan desa. Kabar itu tersebar cepat, seperti api yang menjilat rumput kering di musim panas. Alasannya: dia mendapat perintah militer mendadak dan harus segera kembali ke pangkalan utama.
Ulan, ayah angkatnya, dan kepala desa sudah lama tahu bahwa weiran mungkin tidak akan pernah kembali. Misi Wei Ran terlalu penting dan terlalu dalam di jantung organisasi rahasia negara. Misinya selesai artinya kehadirannya di desa ini juga selesai begitu juga dengan identitas.
Tapi di tengah masyarakat kecil yang gemar bergosip , mereka tidak bisa membiarkan kepergian itu tampak aneh. Harus ada sebuah pertunjukan. Maka hari itu, mereka mempersiapkan akting terbaik yang pernah dilakukan .
Pagi itu, cuaca sedikit mendung, seolah langit turut berduka. Truk militer tua sudah menunggu di luar gerbang desa. Wei Ran mengenakan seragamnya yang lengkap, rapi, dan bersih. Sementara Ulan, dengan mata yang tampak sembab, berdiri di depan rumah bersama ayah angkat dan kepala desa.
Beberapa warga mulai berkumpul di kejauhan, pura-pura lewat, tapi diam-diam ingin menonton. Mereka semua yakin, ini adalah momen mengharukan,kepergian seorang tentara dan perpisahan dengan istrinya yang malang.
Kepala desa berdeham keras, suaranya menggema di udara pagi. “Wei Ran, jaga dirimu. Jangan khawatir soal rumah. Ulan akan dijaga oleh kami. Dia sudah menjadi keluarga kami.”
Ayah angkat Ulan menepuk bahu menantunya dengan berat hati, “Jangan terlalu lama, anak muda. Kalau kau lama-lama, bisa-bisa Ulan diambil orang!” katanya dengan tawa palsu yang dibumbui nada kesedihan yang pas.
Wei Ran tersenyum, tampak dingin tapi gagah. Dia berbalik menatap Ulan. Tatapan itu dalam, seolah ada cinta dan janji di dalamnya.
“Ulan…” suaranya berat. “Maaf aku harus pergi... tapi ini demi negara. Kau kuat. Jangan biarkan siapa pun menjatuhkanmu.”
Entah kenapa, weiran memeluk bunda Ulan sebelum dia berbisik,"setelah ini aku tidak bisa menjagamu lagi. jadilah gadis baik dan jangan pernah merugikan orang lain dan merugikan dirimu sendiri oke"
Dan Ulan mendengar bisikan itu, dia tidak tahan untuk tidak menangis.segera Ulan mulai terisak. "Kapten terima kasih aku tidak akan pernah bisa membalas budimu untuk seumur Aku tidak akan pernah melupakanmu , sekali lagi terima kasih"
weiran melepas pelukannya Dan Dia naik ke mobil militer dengan langkah yang mantap.Di atas mobil, weiran memberikan hormat terakhir, dan kendaraan itu perlahan menjauh, meninggalkan jejak debu di jalan desa yang sunyi.
Di depan semua orang, adegan tadi menyiratkan perpisahan yang menyedihkan antara pasangan yang ideal.Dia melambaikan tangan dengan penuh duka, mata berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Air matanya mengalir, begitu sempurna... begitu menyentuh hati.
Warga desa menonton dari kejauhan dengan mata penuh simpati. “Kasihan sekali ulan,” bisik seorang wanita. “Masih muda... padahal baru saja menikah. Siapa tahu dia kembali atau tidak.”
"Hem..bla bla bla...
Ulan berdiri diam, tak bergerak. Matanya menatap kosong ke arah jalan, lalu menunduk. Beberapa warga mendekat dan menghiburnya, menawarkan kata-kata manis yang sudah biasa mereka gunakan saat ada yang ditinggalkan.
“Yang sabar ya, Ulan... Dia tentara. Demi negara.”
"Ulan, kau harus bangga," ujar salah satu bibi . "Tidak semua gadis bisa menjadi istri prajurit. Apalagi prajurit seperti Wei Ran, muda, gagah, punya masa depan."
"Benar itu," timpal bibi lainnya. "Gajinya juga besar, katanya langsung masuk rekening tiap bulan. Tapi kau juga harus banyak berdoa ya, Ulan. Jangan sampai prajuritmu itu kenapa-kenapa di medan tugas."
"Ya, ya," sambung yang lain lagi, "istri prajurit itu harus tabah, kuat, dan sabar. Kalau tidak, bisa-bisa kau sakit sendiri saat menunggu kabar."
Ulan mengangguk dan tersenyum lembut.
Namun, ketenangan itu segera terusik ketika dua sosok yang tidak diundang muncul di ambang pintu.
Nenek Gu dan ibu kandung Ulan datang dengan wajah yang penuh nada sinis. Mereka tak menyapa siapa pun, langsung masuk dan duduk tanpa permisi.
"Belum seminggu menikah, suaminya sudah pergi," sindir nenek sambil melirik Ulan dengan tajam. "Sungguh pembawa sial! Anak perempuan ini benar-benar tidak ada untungnya sejak lahir."
Beberapa bibi yang tadi bersuara kini mendadak diam. Suasana menjadi canggung. Mereka saling pandang, tak nyaman mendengar nada pedas yang keluar dari mulut nenek Gu.
Ibu Ulan menimpali dengan gumaman, "Dari dulu memang begitu. Apa yang bisa diharapkan dari anak seperti itu?"
Namun, alih-alih tersinggung, Ulan tetap tersenyum. Senyum itu bukan senyum manis biasa, melainkan senyum yang menyimpan banyak kata.
Ia berkata pelan namun jelas, "Paling tidak, aku masih tahu suamiku pergi ke mana.Ah bibi tua, aku memang sial tapi sialku adalah lahir dalam keluargamu. Andai saja aku punya ibu seperti Yueqing , mungkin juga aku bisa membanggakan keluarga.Ah Yueqing juga gadis yang malang lahir di keluarga ini. katanya kesayangan ,dia bahkan tidak pernah kembali sejak menikah. Tidak ada kabar, tidak ada surat, tidak ada apa-apa."
Ucapannya menusuk seperti belati yang dilapisi madu.
Wajah nenek Gu seketika pucat pasi. Matanya membelalak, mulutnya terbuka sedikit tapi tak ada kata yang keluar. Para bibi hanya bisa memandang ke arah Ulan dan kemudian menunduk, pura-pura sibuk dengan cangkir teh di tangan mereka.
Nenek Gu berdiri dengan geram. Suaranya gemetar karena marah dan malu, "Dasar anak kurang ajar... sejak dulu memang membawa sial! Bahkan sekarang mulutnya bisa melukai orang tua!"
"Tau sudah tua jangan cerewet. jika kau sakit tidak ada yang merawatnya di rumah kan. pagi-pagi sudah mengganggu orang.!"kata Ulan.
Ibu ulan masih tidak percaya putri nya yang patuh bisa berkata seperti itu. bisakah menikah mengubah seseorang.
"Ulan kau.. kau...
"Ah ayah, kata ayah akan mengajak aku ke kota besok.aku belum pernah ke kota ayah.weiran lagi meninggalkan aku sejumlah uang katanya untuk Aku membeli pakaian, ayah aku...bla bla bla...
Ulan berbicara tentang uang yang ditinggalkan oleh suaminya sebelum pergi. dia bahkan mengeluh juga dapurnya penuh dengan bahan makanan membuat dia bingung harus masak apa hari ini.Ayah lu yang berjalan tidak seimbang ini tertawa kecil.
Gadis ini tampak lembut tapi sebenarnya dia kencang.
Kejam untuk orang lain juga ikut jam untuk dirinya sendiri.
"putriku kita makan apa yang ada dulu tapi besok aku ingin makan di restoran milik negara, bawa pulang sedikit untuk paman mu"
Paman lu sekarang menjadi sebutan untuk kepala desa.ulan setuju dan tertawa lagi. sementara ibu kandungnya melihat adegan penuh kasih dan sayang itu dengan wajah menghitam seperti orang sakit gigi.
ditambah lagi dengan beberapa bibi yang bertanya berapa uang yang ditinggalkan oleh weiran, dan pertanyaan lain yang sebenarnya menyindir keluarga Gu terang-terangan.
nenek benar-benar sangat marah,dia melangkah pergi dengan langkah terburu-buru, namun dalam hatinya berkecamuk. Tapi Ia tak bisa mengabaikan kata-kata Ulan. Sudah berhari-hari , tapi Yueqing tidak pulang, bahkan tidak mengirim kabar. Apakah... sesuatu telah terjadi?
Ibu Ulan mengekor di belakang, tapi sempat melontarkan pandangan tajam ke arah putrinya sebelum pergi. Namun Ulan tidak bergeming. Ia hanya berjalan pulang dengan senyum kecil yang tak hilang dari wajahnya.
Para bibi mulai berani berbicara kembali setelah keduanya pergi.
"Dia benar juga, ya… kenapa Yueqing belum pernah datang kembali sejak menikah?" gumam salah satu dari mereka.
"Entahlah," jawab yang lain. "Mungkin benar, Tuhan tahu siapa yang benar dan siapa yang salah…"
"Akin sekarang sudah menerima berkah di kota bagaimana mungkin dia ingat dengan keluarganya di desa yang saat ini makan dedak. Aku tidak menyangka gadis yang sepertinya baik sebenarnya adalah serigala bermata putih "
Oh benar.. jadi..bla bla bla...
Nenek gu sudah bekerja lagi di ladang. tapi setelah pembicaraan pagi itu dia lebih banyak diam, tidak seperti biasanya.keuka pulang, dia menyebutkan nama Yueqing yang tidak pernah pulang setelah menikah.
Dia ingin ayah Ulan untuk melihat-lihat.Tapi ide ini segera ditolak. Pasalnya yang bisa diandalkan mendapatkan poin hanya ayah Ulan saja. Jika dia pergi ,bayangkan betapa banyak koin hilang.
Keluarga mereka sudah miskin masih ada hutang di luar sana, yonglian juga tidak senyum kembali sejak kakeknya dirawat di rumah sakit. karena itu mereka tidak bisa menyia-nyiakan poin lagi
Lagi lagi nenek mengutuk ulan, tapi rencana untuk pergi ke kota melihat kabar dari cucu tersayangnya tidak bisa terealisasi. mungkin mereka harus menunggu saat waktu menanam jagung selesai.
Dia marah dan kesal tapi tidak ada yang bisa dia lakukan dengan Ulan selain daripada menahan kemarahanku dan berdoa agar kehidupan jadi itu tidak baik-baik saja.
setelah itu ,Ulan menjalani hari-harinya dengan tenang.
Meski tak ada lagi tawa pria itu di pagi hari, tak ada lagi langkah kaki beratnya saat masuk ke rumah, hidup Ulan justru terasa lebih damai. Ia bangun lebih pagi, menyapu halaman rumah peninggalan keluarga Lu, menanak bubur tipis dengan sedikit jagung sisa, lalu pergi ke ladang bersama rombongan warga desa lainnya. Hari itu pun tak berbeda.
satu minggu berlalu dengan cepat.
Pagi ini,ia menapakkan kaki di ladang jagung, sebuah keanehan langsung menyapa matanya. Tanaman-tanaman jagung di depannya tidak segar seperti harapan, melainkan kering, pucat, batangnya kurus, daunnya mulai menggulung seperti sedang kehausan.
"Gagal lagi,"pikirnya lirih, matanya menyapu ke segala arah. *Kalau tahun lalu buruk, maka tahun ini nyaris tak ada yang tersisa."
Ia berjongkok, menyentuh tanah yang keras dan pecah seperti kulit tua. Bahkan benih yang ditanam pun tidak tumbuh—di beberapa lubang hanya ada tanah kosong, seperti liang kubur kecil.
Sepertinya sejarah memang tidak bisa dicegah. tahun ini bencana kelaparan sudah dimulai. harga gabah mulai naik gila-gilaan di koperasi dan pembangunan.
Ahh..
Saat itulah suara nyaring memanggil dari kejauhan, “Ulan! Ulaaan!”
Ia menoleh.
Bibi sui berteriak dan melambai kepadanya. iya menunjuk ke arah seorang pria yang tidak dikenal.
Seorang pria dengan seragam lusuh datang mengayuh sepeda. Itu tukang pos desa, dengan wajah merah dan keringat membasahi pelipisnya. Ia berhenti di depan Ulan, membuka tas besarnya dan mengeluarkan sebuah amplop.
“Sini, kamu Ulan ‘kan? Eh, maksudku… Gu Xiulan?” ucapnya sambil membaca nama yang tertera dengan nada ragu.
"Ya gu xiulan"
Ulan lalu mendekat dan mengambil amplop itu.
Tangannya gemetar dengan sengaja. Ia tahu betul apa isi surat ini. Ia sudah tahu bahkan sebelum tukang pos itu mencarinya.
"Ulan sepertinya suamimu mengirimkan surat?"kata bibi sui.
"Gu xiulan dari pusat militer.."kata si tukang pos yang langsung menyerahkan sebuah surat keterangan Ulan.
Ulan mengambilnya dan berterima kasih.Nama yang tertulis di situ, Gu Xiulan,nama aslinya. Dan pengirimnya? Militer Republik. Untuk istri Sersan Jiang Weiran.
Ia menunduk seolah membaca nama itu untuk pertama kalinya, lalu mengerutkan kening pelan. Warga sekitar yang sedang menyiangi rumput mulai menoleh satu per satu. Bisik-bisik muncul, tatapan-tatapan mencuri-curi pandang.
"Ada apa itu? Surat dari siapa?"
"Eh, lihat, dari militer katanya..."
"Wah, jangan-jangan… kabar buruk?"
Wajah Ulan tampak terkejut,sangat meyakinkan. Matanya membelalak kecil, napasnya naik-turun seolah menahan tangis. Dia meremas amplop itu ringan, lalu mengangguk pada tukang pos. “T-terima kasih.”
“Surat khusus. Hanya boleh dibuka olehmu,” tukang pos mengingatkan, dengan tatapan penasaran yang tertahan.
Ulan mengangguk lagi. Lalu dengan perlahan, ia berjalan menjauh dari kerumunan, menunduk seolah ingin menyendiri.
Tapi ...
"Ulan sebaiknya kau pulang saja cari ayahmu untuk membaca surat itu, kau kan buta huruf"
"Ya Ulan, ini sudah penting, jangan tunggu lagi"
Ulan lupa sebenarnya dia adalah gadis ini buta huruf tidak pernah sekolah. Tapi setelah mendapatkan sistem jual beli dia entah bagaimana bisa membaca tanpa terbata-bata seolah-olah membaca sama mudahnya dengan berjalan.
tapi untunglah dia menikah dengan weiran, jadi dengan mudah Dia berkata,"suamiku mengajari aku di rumah sebelum dia pergi jadi aku sudah bisa membaca. katanya untuk mempermudah kami berhubungan"
"Ohh benarkah seperti itu? jadi kan sudah bisa membaca sekarang?"
"ya bibi aku sudah bisa membaca"jawab Ulan lagi yang tersenyum malu.
"Ah bagus bagus.. beruntung banget kamu. sudah menjadi istri prajurit pintar membaca pula. mungkin pergi dari keluarga Gu adalah hal yang baik untuk mu "
Bibi lain langsung mengerubunginya dan berkata "ayo cepat baca siapa tahu ada yang penting. aku juga ingin tahu bagaimana bentuknya sebuah surat dari wilayah militer"
"Aku juga, mungkinkah suamimu mengirimkan uang?"
kata-kata seperti itu banyak dilontarkan tapi ada juga yang berbicara dengan sinis.
"Apa surat itu memberitakan kematian? Apa suaminya gugur? Atau justru naik pangkat? Atau ditugaskan jauh?"
"tidak mungkin, setelah ulan menikah dia penuh dengan keberuntungan suaminya pasti panjang umur"
Iya juga, tapi seorang Prajurit yang pergi berperang memang harus menanggung resiko ini. wajar saja jika bla... bla ...
Ulan sama sekali tidak menanggapi apa yang mereka katakan.Biarkan saja mereka berspekulasi.
lanjut thorrr terusss semangatt💪💪💪❤️
tetap semangat..💪