NovelToon NovelToon
Malam Saat Ayahku Mati

Malam Saat Ayahku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Aulia risti

Di dunia tempat kepercayaan bisa menjadi kutukan, Izara terjebak dalam permainan kelam yang tak pernah ia pilih. Gadis biasa yang tak tahu-menahu tentang urusan gelap ayahnya, mendadak menjadi buruan pria paling berbahaya di dunia bawah tanah—Kael.
Kael bukan sekadar mafia. Ia adalah badai dalam wujud manusia, dingin, bengis, dan nyaris tak punya nurani.

Bagi dunia, dia adalah penguasa bayangan. Namun di balik mata tajamnya, tersembunyi luka yang tak pernah sembuh—dan Izara, tanpa sadar, menyentuh bagian itu.

Ia menculiknya. Menyiksanya. Menggenggam tubuh lemah Izara dalam genggaman kekuasaan dan kemarahan. Tapi setiap jerit dan tatapan melawan dari gadis itu, justru memecah sisi dirinya yang sudah lama terkubur. Izara ingin membenci. Kael ingin menghancurkan. Tapi takdir punya caranya sendiri.

Pertanyaannya bukan lagi siapa yang akan menang.
Melainkan... siapa yang akan bertahan.
Karena terkadang, musuh terbesarmu bukan orang di hadapanmu—melainkan perasaanmu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana Serina

Beberapa hari kemudian.

Rumah itu terasa lebih dingin dari biasanya. Hening. Tak ada suara, kecuali denting halus jam dinding yang terus berdetak.

Kael duduk di ruang kerja, menatap liontin setengah hati di tangannya. Wajahnya tampak lelah, mata sembab kurang tidur. Sejak kemunculan wanita itu—yang mengaku sebagai Karina—hatinya tak pernah tenang.

Kai masuk membawa dua cangkir kopi, meletakkannya di meja.

“Apa anda belum yakin tuan?” tanya Martez pelan.

Kael menggeleng. “Setiap aku menatap wajahnya… ada yang janggal. Tapi liontin itu, tahi lalat itu… semuanya cocok.”.

“Anda percaya dengan liontin itu atau hati anda yang belum siap melepaskan nona Karina?”

Kael terdiam. Pertanyaan itu menampar pikirannya.

Sementara itu, Serina berdiri di balik tirai jendela kamar tamu lantai atas, menguping diam-diam.

Ia mendengus pelan. “Lama banget mikirnya. Kalau terus-terusan begini, bisa-bisa aku ketahuan sebelum waktunya.”

Ia lalu berjalan menuju cermin, memperhatikan wajahnya sendiri.

“Karina... siapa pun kau, kau punya wajah yang bisa bikin pria bodoh jatuh cinta dua kali.”

Serina tertawa kecil, lalu mengambil ponsel dari dalam laci. Ia membuka pesan terenkripsi dari Moreno.

“Lanjutkan pengawasan. Pastikan dia percaya. Segera. Sebelum kita masuk ke tahap berikutnya.”

Serina menghela napas. “Tahap berikutnya, ya? Semoga aku masih waras saat sampai ke sana.”

Ia pun menyimpan ponselnya dan kembali menata ekspresi, bersiap untuk memainkan peran—sebagai wanita yang telah lama mati ini.

Sementara di sisi lain, Izara tampak melamun. Jemarinya sibuk menyiram tanaman, tapi pikirannya entah ke mana. Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuan terakhirnya dengan Kael—dan sejak itu, pria itu tak pernah muncul lagi.

Hatinya resah. Pertanyaan-pertanyaan tak henti berputar di kepalanya.

“Apa benar... dia hanya mempermainkan aku?” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.

Air dari selang perlahan membasahi tanah, tapi matanya tetap kosong. Ada perasaan perasaan aneh dihatinya.

“Izara.”

Suara itu membuatnya tersentak. Ia menoleh cepat.

“Kak Kai... maaf, aku tidak dengar. Ada apa?”

Kai menatapnya cermat. “Kau melamun? Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Izara buru-buru menggeleng. “Tidak, aku hanya... lelah.”

Kai mengernyit, lalu bertanya pelan, “Ini tentang Kael, ya?”

Izara terdiam. Tak ada jawaban.

Kai menghela napas. “Jadi benar tentang Kael.”

“Bukan, Kak, aku—”

“Tidak usah berbohong. Aku bisa tahu hanya dengan menatap matamu, Izara,” potong Kai lembut, namun tegas.

Izara menunduk. “Maaf, Kak Kai... aku tidak tahu harus bagaimana.”

Kai tersenyum tipis, lalu mengalihkan pembicaraan. “Lupakan dulu soal itu. Untuk pindahanmu, aku sudah temukan tempat yang cocok untuk kau tinggali.”

Ia menunjukkan foto sebuah rumah mungil yang tenang, dikelilingi taman kecil.

Namun Izara menggeleng cepat. “Kak, maaf... tapi aku tidak butuh ini. Aku ingin memulai hidup baru—dengan caraku sendiri.”

Kai menatapnya dalam, berusaha tetap tenang.

“Tapi kau sedang hamil, Izara. Aku tahu kau kuat, tapi ini bukan soal kekuatan. Ini soal kenyamanan dan keselamatanmu.”

Kai melanjutkan, lebih lembut. “Setidaknya biarkan aku membantu. Aku sudah siapkan mobil, dan asisten pribadi yang bisa membantumu setiap hari. Kau tak perlu menghadapi semua ini sendirian.”

Akhirnya, ia berkata pelan namun tegas, “Maaf, Kak. Aku menghargai semua yang kau lakukan, tapi aku harus belajar berdiri sendiri. Kalau aku terus bergantung... aku tak akan pernah pulih.”

Lalu ia melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kai yang masih berdiri di teras.

•••

Sementara itu, di sebuah kamar mewah yang tampak asing…

Serina duduk di depan meja rias, menatap pantulannya sendiri di cermin. Tangannya memegang ponsel, suara Moreno terdengar dari seberang sana.

"Bagaimana?" tanya Moreno, terdengar tergesa namun penuh tekanan.

Serina tersenyum miring, memainkan ujung rambutnya.

"Tunggu saja... semuanya akan berjalan sesuai rencana. Kalau aku yang turun tangan, keberhasilan hanya soal waktu."

Ia lalu menyipitkan mata, suaranya berubah datar.

"Tapi, Moreno... ada satu hal yang mengganjal. Boleh aku tanya sesuatu?"

"Apa?" sahut Moreno singkat.

Serina mendesah, lalu berkata pelan namun tegas,

"Karina... kau mengenalnya?"

Hening sejenak.

Di seberang sana, Moreno hanya tersenyum tipis.

"Tidak." jawabnya cepat. Terlalu cepat.

Serina menyipitkan matanya, mendengar nada suara yang janggal.

"Benarkah? Tapi kenapa aku merasa... kau menyembunyikan sesuatu?" Nada suaranya kini tajam.

"Serina, dengan kemampuan sepertimu, mana mungkin aku berani bermain-main? Kau terlalu pintar untuk dikhianati."

Serina tersenyum sinis.

"Bagus kalau begitu... karena kalau kau berani bohong, aku tidak segan menghancurkan Azzarel Syndicate, bahkan dari dalam."

Suasana di ujung telepon langsung berubah dingin.

"Aku harap kau tidak lupa siapa yang melatihku dulu, Moreno."

Serina mematikan panggilan. Senyumnya tetap mengembang—dingin, licik, dan penuh rencana.

1
sjulerjn29
semangat thor 😊
sjulerjn29
kdrt tuh..kasian amat izara..😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!