Aku sering mendengar orang berkata bahwa tato hanya diatas kulit.
“Jangan bergerak.”
Suara Drevian Vendrell terdengar pelan, tapi tegas di atas kepalaku.
Jarumnya menyentuh kulitku, dingin dan tajam.
Ini pertama kalinya aku ditato, tapi aku lebih sibuk memikirkan jarak tubuhnya yang terlalu dekat.
Aku bisa mencium aroma tinta, alkohol, dan... entah kenapa, dia.
Hangat. Menyebalkan. Tapi bikin aku mau tetap di sini.
“Aku suka caramu diam.” katanya tiba-tiba.
Aku hampir tertawa, tapi kutahan.
Dia memang begitu. Dingin, sok datar, seolah dunia hanya tentang seni dan tatonya.
Tapi aku tahu, pelan-pelan, dia juga sedang mengukir aku lebih dari sekadar di kulit.
Dan bodohnya, aku membiarkan dia melakukannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reenie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drevian Menemui Liora
Pagi itu, aroma roti panggang memenuhi dapur kecil rumah yang sekaligus menyatu dengan toko buku kecil milik Liora.
Liora ingat kalau Livia memintanya untuk menutup toko buku satu hari ini saja dengan alasan mengurangi gosip, padahal ada hal lain dibalik itu.
Matahari baru saja menyinari di balik jendela besar, memantulkan cahaya keemasan ke meja kayu sederhana di mana Liora sedang menyiapkan sarapan untuknya dan Livia.
Rambutnya ia ikat seadanya, wajah tanpa riasan, apron sederhana menutupi pakaiannya.
Livia yang duduk di meja makan, mendengar suara ketukan pintu dan membukanya.
Pria itu berdiri dengan kemeja putih sederhana, wajahnya terlihat letih tapi matanya tetap tajam.
“Pagi, Livia. Apa Liora ada?” suaranya tenang, namun mengandung sesuatu yang membuat dada Livia ikut berdebar.
“Dia ada di dapur,” jawab Livia agak ragu, tapi akhirnya memberi jalan.
Drevian melangkah masuk. Suara langkah sepatunya terdengar di lantai kayu toko buku yang sepi. Ia melewati rak-rak yang penuh dengan buku baru, lalu berhenti sejenak, seolah menghirup aroma khas kertas dan kayu yang mengingatkannya pada masa lalu. Ia berjalan melewati rak buku kecil dan memasuki rumah Liora, perlahan membuka sepatunya, melewati ruang tamu dan berjalan menuju dapur.
Saat ia tiba di dapur, pemandangan yang ia lihat membuatnya terdiam. Liora, dengan rambut berantakan dan apron lusuh, sedang serius mengocok adonan pancake. Sinar matahari pagi menyentuh di wajahnya, membuatnya tampak begitu sederhana sekaligus menawan.
Drevian tidak bersuara. Ia hanya berdiri di belakang Liora, mengamati.
Liora menoleh pelan, hendak meraih garpu, dan-
“Ah!” serunya kaget hampir menjatuhkan wajan.
“Kamu?! Astaga, Drevian!”
Drevian tersenyum tipis, meski matanya menyimpan kerinduan yang dalam.
“Pagi, Liora.”
“Kenapa kamu bisa ada di sini?!” Liora buru-buru menaruh wajan, wajahnya merah padam.
“Livia yang membukakan pintu,” jawabnya santai. Ia menarik kursi lalu duduk di meja makan seolah rumah itu miliknya.
Liora menatapnya tajam. “Kamu bikin aku hampir kena serangan jantung.”
Drevian mengangkat alis. “Kalau benar begitu, aku akan tanggung jawab.”
Liora mendengus, mencoba menutupi wajahnya yang semakin panas.
“Sarapan? Aku lagi bikin pancake.”
“Aku sudah sarapan.”
“Kalau gitu duduk diam. Jangan bikin suasana makin aneh,” katanya sembari menuang adonan ke wajan lagi.
Drevian hanya memandangi punggung Liora. Ada rasa rindu yang tak bisa ia jelaskan, namun untuk kali ini, ia menahan diri. Ia ingin memeluk Liora dari belakang saat itu juga tapi dia menahannya.
Setelah sarapan selesai, Liora duduk berhadapan dengan Drevian di meja makan. Livia duduk disampingnya sambil mereka sarapan.
Suasana hening. Hanya terdengar detik jam dinding.
“Kenapa kamu datang?” tanya Liora akhirnya.
Drevian menatapnya lekat. “Karena aku ingin bicara. Aku ingin minta maaf.”
Liora terdiam, menunduk menatap piringnya.
“Boleh aku ajak kamu ke toko bukumu sebentar? Aku ingin bicara di sana,” lanjut Drevian.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah duduk di pojok bacaan toko buku. Tempat itu sepi, hanya ada aroma kayu dari rak buku itu.
Drevian menarik napas panjang.
“Liora aku tahu banyak hal buruk menimpamu. Dan sebagian karena aku juga. Aku terlalu membiarkan gosip dan orang lain mengusikmu. Aku minta maaf.”
Liora mengangkat pandangan, menatapnya. Ada luka, tapi juga kerinduan.
“Maaf tidak bisa menghapus semuanya, Drevian.”
“Aku tahu. Tapi aku ingin memperbaiki semuanya. Kalau kamu mau”
Keheningan panjang.
Akhirnya Liora mengangguk pelan. “Aku akan coba memberi kesempatan. Tapi aku butuh waktu.”
Drevian tersenyum lega, meski samar. “Itu sudah lebih dari cukup untukku.”
Drevian mengambil satu buku novel romansa dan membacanya. Ia ingin berbicara dengan Liora lebih banyak lagi tapi entah mengapa setiap kata terasa berat untuk diucapkan.
Ia merasa bersalah karena telah membiarkan Liora menghadapi komentar dan postingan Selena itu menghantui dirinya. Ia tahu bagaimana sakitnya perasaan Liora.
Liora ingin menanyakan apa benar Selena lah perempuan yang dibilang Zeke ingin ditato tanpa pakaian itu. Ia ingat sekali saat pertama datang, Zeke bilang ada wanita yang ingin ditato oleh Drevian tanpa pakaian dan itu adalah Selena.
"Drevian..." panggil Liora
Drevian mendongak dari bukunya.
Liora ingin menanyakan tapi pertanyaannya menjadi lain
"Kamu suka novel romansa, ya?"
Sialan, Liora tidak berani menanyakan itu.
"Iya." balas Drevian singkat lalu kembali membaca novel romansa itu
Suasana hening, hanya mereka berdua. Livia sesekali mengintip, Ia memberikan ruang kepada mereka berdua.
Liora sebenarnya masih merasa sakit hati karena postingan Selena itu. Apalagi Drevian tidak ada dipihaknya waktu itu, yang ada hanya Zeke membelanya.
"Liora, aku udah bilang tentang kamu pada Kak Celeste." ucap Drevian sambil menutup novelnya
"Kak Celeste? Itu kakak perempuanmu?" tanya Liora
"Iya. Sejujurnya waktu itu kakak lihat postingan Selena di IG. Ada tertera namamu. Jadi kakak aku penasaran siapa sebenarnya Liora itu. Kakak datang ke studioku dan aku menceritakan dirimu pada kakakku."
"Tenang, Liora. Kakak ku akan menyukaimu, kakak tidak pernah membeda-bedakan gadis kaya dengan gadis sederhana. Yang kakak mau kita berdua sama-sama saling melengkapi. Kakak sudah tahu bagaimana sifat Selena. Yang kakak inginkan sekarang adalah menemuimu." lanjutnya
"Tapi bagaimana jika Kak Celeste tidak menyukaiku?" tanya Liora, raut wajahnya sedih
"Dia akan menyukaimu. Dia percaya pada Zeke, dia percaya padaku dan dia percaya padamu. Aku tahu kau pasti sudah mendengar bahwa Selena itu anak orang kaya, ayahnya CEO tapi dia memutuskan untuk bekerja diperusahaan lain sebagai sekretaris bossnya."
Drevian menghela nafas
"Dan aku tahu, kau sudah mendengar bahwa perempuan yang ingin ditato olehku tanpa pakaian itu adalah Selena." lanjutnya
Liora terbelalak, hal yang ingin dia tanyakan sudah dikatakan Drevian.
"Liora, aku bukan laki-laki seperti itu. Aku hanya memilihmu, aku ingin menjadi milikmu. Aku harap kau tidak termakan gosip buruk itu."
Drevian memegang tangan Liora lalu mencium punggung tangannya. Ia lalu berdiri, menyimpan novel itu dan berjalan ke arah pintu keluar.
"Besok aku jemput." ujarnya lalu pergi.
Keesokan harinya, toko tato Liora baru saja buka ketika sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. Dari balik kemudi, Drevian turun dengan penuh percaya diri. Para pelanggan yang sedang duduk di ruang tunggu langsung saling berbisik.
“Eh, itu kan Vendrell”
“Dia jemput Liora? Terang-terangan banget.” ucap pelanggan perempuan
Liora yang baru keluar dengan kemeja putih dengan rok cream terkejut melihatnya.
“Drevian, kamu...?”
“Aku menjemputmu,” jawabnya. Ia tidak peduli tatapan orang-orang.
Liora sempat gelisah, tapi akhirnya menurut. Mereka masuk bersama. Ia berpamitan dengan Livia lalu pergi bersama Drevian.
Ibu Veli melihat itu dan tersenyum.
"Semoga Liora tidak kembali bersedih lagi." ucap Ibu Veli pada Livia dikasir
"Iya, bu."
Di perjalanan, suasana masih terasa canggung. Drevian mengajak Liora ke studionya. Ia mengencangkan mobilnya dan beberapa menit lalu sampai.
Sesampainya di studio, Drevian memegang tangan Liora dan mengajaknya masuk. Ada dua pelanggan pria muda pagi itu yang menatap dan tersenyum. Drevian mengajaknya ke ruang pribadinya, tempat Ia biasa dengan Liora.
Zeke dan Ronan yang sedang mempersiapkan peralatan tato melihat bos mereka kembali membawa sang pujaan hatinya.
"Liora." sapa Zeke
Liora lalu tersenyum pada Zeke. Dua pelanggan pria muda itu melihat cara Liora tersenyum. Itu adalah senyum tulus.
"Itu Liora, ya? Gadis yang viral akhir-akhir ini?" tanya salah satu pelanggan pria
"Iya, benar." jawab Zeke tak senang. Dia pikir pelanggan pria itu akan menjelekkan Liora juga
"Gadis itu memancarkan aura yang berbeda."
Zeke mendongak
"Sayang sekali jika dia difitnah oleh Selena murahan itu. Kenapa perempuan sangat suka gosip apalagi gosip tak benar." lanjut pria itu.
Zeke hanya melihat pria itu dan tidak menjawab. Ia kembali mempersiapkan peralatan tato untuk kedua pelanggan mereka. Ia hanya berharap hari ini Selena tidak datang untuk membuat rusuh.
waw sih