Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"Kamu bukanya orang yang menyenggol saya waktu di rumah sakit itu? Pemuda arogan!" hardik Rasyid menampakan wajah kesalnya.
"Anda? Seharusnya Anda itu lebih waspada kalau jalan! Sudah tua, tapi tidak tahu diri!" balas cibir Yusuf.
Keduanya sama-sama melempar sorot mata tajam, hingga Umi Khadijah dan Kiyai Ismail datang untuk melerai.
"Ya Allah ... Ada apa ini?" Umi Khadijah mengedarkan tatap kearah pria yang bersitegang saat ini. "Yusuf, kalau ada tamu itu dipersilahkan duduk dulu, Nak!"
"Nak Rasyid? Ayo silahkan duduk terlebih dahulu!" Kiyai Ismail menengahi.
Dan kini, semuanya sudah duduk diteras lesehan. Umi Khadijah kebelakang untuk mengambilkan tamunya minum.
"Nak, panggil saya Abah saja!" Kiyai Ismail tahu, jika Rasyid agak canggung memanggilnya apa.
"Abah ... Saya mohon! Biarkan saya bertemu dengan istri saya! Saya ingin menjelaskan kesalah pahaman ini. Setiap malam saya tidak pernah tidur, karena terus memikirkan istri saya!" Rasyid kali ini mengiba, tidak peduli tatapan dari pria muda disebrangnya itu.
'Istri? Istri siapa maksud pria ini?' Yusuf masih belum paham, apa tujuan pria itu datang.
"Maaf, sebelumnya saya menyela, Abah." Razel ikut menimpali, "Nona muda pergi karena kesalah pahaman! Tuan saya sudah akan meresmikan pernikahannya dengan Non Jesica. Tapi, Nona malah pergi karena ucapan mantan istri Tuan saya."
'Apa? Pria tua itu suaminya Jesica? Jadi, Jesica memang sengaja kabur dari pria itu? Nggak ... Aku nggak akan membiarkan Abah memberi tahu.'
"Jesica sudah pergi dari sini! Dan untuk dimananya ... Saya tidak akan memberitahukan itu pada Anda!" sahut Yusuf menaikan suaranya.
"Yusuf!!!" sentak Kiyai Ismail. "Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu."
Rasyid suda semakin emosi. Ia berisap bangkit, namun langsung dicegah oleh asistennya. "Tuan, tolong kendalikan emosi Anda!"
"Apa maksud ucapanmu? Jesica adalah istri saya! Dimana istri saya saat ini? Jawab!" tekan Rasyid, wajahnya sudah menggeram hebat.
Tanpa ucapan apapun, Yusuf langsung melenggang begitu saja.
Lagi-lagi Rasyid sudah akan mengejar pria muda itu, namun lenganya ditahan oleh sang asisten.
"Nak, maafkan putra saya! Begini ... Jesica memang sempat singgah dirumah ini untuk waktu cukup lama. Tapi, sekarang Nak Jesica sudah pulang ke Negaranya! Nak Jesica sudah menceritakan semuanya masalahnya. Abah rasa ... Istrimu benar-benar kecewa, Nak!" Kiyai Ismail tidak dapat menyanggah lagi.
Rasyid kali ini benar-benar rapuh. Ia menangis terisak, merasakan lelah, dan sesag yang menyatu. Akankah ini semua ujian dari Allah? Atau ... Ini semacam bentuk karma, atas kebohongan yang ia lakukan kepada sang istri.
Razel tak sampai hati. Ia mengusap punggung lemah Tuannya, sambil memberikan tisu kepada Rasyid.
"Saya akui, Abah ... Saya memang bersalah kepada istri saya! Sebelum istri pertama saya berselingkuh, saya berniat mengambil anak Jesica, untuk saya rawat dengan istri pertama saya! Tapi sekarang ... Hidup saya hampa. Malam itu ... Saya sudah berniat untuk meresmikan pernikahan saya ... Tapi Jesica salah paham," isakan itu mengalihkan wajah tampan Rasyid.
Kiyai Ismail juga ikut merasakan sesak, apalagi ia juga seorang Ayah.
"Semua manusia tempatnya khilaf. Namun Allah maha pengampun. Entah nanti seperti apa takdir diakhir ... Maka berlapang dada lah, Nak!"
Setelah pertemuan itu, Rasyid memutuskan pamit, karena ia harus secepatnya terbang ke Singapore. Entah sebuah kebetulan, atau takdir Allah ... Kini ia berangkat menuju negara asal istrinya.
Kiyai Ismail dengan cepat masuk kedalam. Putranya kali ini sudah kelewatan akan berbicara.
"Ada apa, Abah?" Umi Khadijah merasa cemas, melihat kemarahan suaminya.
Yusuf keluar dari dalam kamarnya. "Mengapa Abah malah memberitahu pria itu?! Yusuf tidak rela, jika Jesica kembali mengulang kisah keruhnya!" meskipun teramat kecewa, namun Yusuf masih dalam mengolah emosinya.
"Rasyid suaminya Jesica, Yusuf!" sentak Kiyai Ismail.
"Aku mencintai jesica, Abah!" suara Yusuf terdengar parau, seolah ia sedang memohon akan harapanya.
Degh!!!
"Yusuf! Jesica istri orang! Tidak seharusnya kamu mencintai dia!" sentak kembali Kiyai Ismail. Ia tidak ingin, putranya menyalahi syariat agama.
"Bah ... Apa salahnya? Apa salahnya jika Yusuf menaruh perasaan kepada dia?! Jesica hanya ditipu oleh pria itu! Pernikahannya hanya secara agama ... Belum resmi!"
Umi Khadijah sudah menangis. Ia mengusap lengan suaminya, hingga Kiyai Ismail berlalu begitu saja.
Yusuf menghirup nafas dalam. Ia kini menjatuhkan tubuhnya diatas sofa. Merasa kalut, tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya.
***
Malam itu, setelah selesai sholat Isyak, dan Jesica masih mengenakan atasan mukenanya, ia baru ingat jika belum membuka bingkisan dari Huda Yahya.
Sejenak, Jesica memandang sebuah kotak bewarna putih dengan pita hitam yang melekat. Namun setelah ia buka, Jesica agak mengernyit, kala mendapati sebuah buku diary. Disampul depan terdapat tulisan arab, yang sudah Jesica terjemahkan.
~Wanita Terbaik~
Didalam tulisan itu, Huda Yahya menuangkan segala isi hati kedalam lembaran putih tersebut. Dan salah satunya yang membuat Jesica tertarik membaca, yakni ....
"Tuhan memang memberikan rasa cinta serta nyaman kepada setiap Insan. Namun, apakah rasa ini salah, jika sosok yang sangat indah itu ... Ia telah melabuh terlebih dulu."
Semua kalimat indah itu ditulis menggunakan kalimat arab.
Jesica mengambil buku diary itu, dan kini ia bersandar diranjang, sambil mengusap perut besarnya. Sesekali ia mengembangkan senyum manis, bahkan ... Pipinya juga ikut bersemu merah.
Drttt ....
Gawainya bergetar dua kali, tanda ada pesan masuk. Dan hingga kini, Jesica masih memakai ponsel terbarunya.
"Mas Huda ini ada-ada saja," kekeh Jesica. Ia kini menurunkan kakinya dengan pelan.
'Jesica ... Apa boleh, saya menelfon? Ada yang ingin saya sampaikan.'
"Silahkan, Mas Huda." Balas Jesica.
Dan kini keduanya sudah saling bercengkrama. Huda Yahya sejak tadi selalu mengingatkan Jesica untuk menjaga pola makan, kesehatan, bahkan sampai perawatan bayi kelak.
Entah sudah sejak kapan, Huda selalu mempelajari bagaimana cara mengurus bayi yang tepat.
📞 "Jesica ... Apa boleh, saya ingin membacakan surah Maryam kepada bayimu? Tolong, letakan disamping perutmu ya," kalimat Huda begitu lembut, hingga membuat Jesica selalu terbuai.
Dan kini, Huda melantunkan ayat suci al-qur'an secara langsung, begitu Jesica menempelkan gawainya diatas perut. Suara Huda terdengar merdu sekali. Dan siapa sangka, perut Jesica bereaksi dengan berkedut beberapa kali.
📞 "Shadaqallahuladzim ...." Huda Yahya kini mengakhiri bacaan ayat sucinya.
"Mas, makasih ya! Perut aku tadi bereaksi, loh!!! Aku yakin, bayinya juga ikutan ngaji didalam perut," kekeh Jesica.
📞 "Ya sudah, ini sudah malam! Kamu jangan tidur larut-larut! Oh ya ... Jangan lupa diminum susu hamilnya! Assalamualaikum,"
"Baik, Mas! Mas Huda juga. Walaikumsalam!"
Setelah itu panggilan terputus. Jesica mulai merebahkan tubuh lelahnya. Mencoba memejamkan mata, namun sulit sekali. Bayangan wajah Rasyid selalu terlihat, setiap ia memejamkan mata. Akankah Jesica rindu? Atau ... Itu semua hanya keinginan sang bayi.