Dijual kepada mafia kejam, Arini disiksa dan dikurung dalam neraka bernama cinta. Tapi tak seperti gadis lemah dalam dongeng, Arini memilih bangkit. Karena tidak semua cinta pantas diperjuangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfrida Sitorus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
keesokan paginya, Reina duduk di ruang kerjanya sambil memandangi layar laptop. Di hadapannya, Davin berdiri sambil membawa map hitam berisi laporan terkini. Foto-foto Siska di dalam penjara terpampang jelas: wajah lusuh, rambut kusut, dan tatapan kosong.
“Dia sudah mulai runtuh, Reina,” ujar Davin pelan.
“Tahanan senior membuatnya bekerja seharian, mengasingkannya, dan memotong jatah makannya. Mereka juga sudah mulai mempermainkan pikirannya.”
Reina mengangkat sebelah alis. “Bagus… tapi belum cukup. Aku ingin dia hancur dari dalam.”
Davin mengangguk, lalu memberikan dokumen lain. “Kita sudah kirimkan surat palsu seolah Andra akan mengkhianatinya demi hukuman ringan. Dia menangis seharian kemarin.”
Senyum tipis terbentuk di wajah Reina. “Teruskan. Pastikan setiap hari adalah neraka baginya.”
sedangkan disisi lain,dimarkas bawah tanah
Leonardo memanfaatkan situasi,di markas besarnya, Leonardo duduk di balik meja hitam besar dengan tatapan penuh rencana. Di layar monitornya, berita tentang penangkapan Andra dan Siska terus diputar.
“Dua ekor tikus sudah jatuh ke perangkap. Reina pasti sibuk mengurus ini… artinya ia lengah di sisi lain.”
Seorang pria bertubuh tegap, anak buahnya, berdiri di hadapannya. “Bos,di kediaman keluarga O’Reilly. Keamanannya ketat… tapi bukan berarti tak bisa ditembus.”
Leonardo memutar cincin di jarinya, lalu tersenyum dingin. “Siapkan tim kecil. Kita tidak menyerang… kita menyusup. Aku ingin tahu setiap sudut rumah itu, siapa yang jaga, dan kapan anak itu keluar bermain.”
Penyusupan Dimulai
Malam itu, dua pria berbadan atletis menyusup di bawah bayang-bayang pepohonan yang mengelilingi mansion O’Reilly. Mereka bergerak tanpa suara, memanfaatkan celah di antara pos penjagaan. Salah satu dari mereka adalah mata-mata Leonardo yang sudah menyamar sebagai tukang kebun paruh waktu di properti tetangga.
Dengan kamera kecil di saku, mereka memotret titik-titik buta di area kamera pengawas mansion, jadwal patroli pengawal, dan bahkan kebiasaan Rian saat bermain di taman belakang bersama pengasuhnya.
Laporan itu dikirim langsung ke ponsel Leonardo. Ia menatap setiap foto dengan mata tajam. “Anakku… bahkan dari foto, aku bisa melihat darahku mengalir di wajahnya.”
Leonardo tidak gegabah.Ia tahu Reina bukan lawan sembarangan.
“Kita tidak akan mengambilnya sekarang,” ujarnya kepada bawahannya. “Kita tanam bayangan kita di dekatnya… dan perlahan-lahan, dia akan terbiasa dengan kehadiran orang-orangku.saat saatnya tiba… aku akan datang sendiri.”
Ia menatap peta besar kediaman O’Reilly yang terpampang di layar. Setiap sudut, setiap jalur pelarian, bahkan lokasi ruang bermain Rian sudah ia hafal di luar kepala.
“Mainkan ini pelan-pelan.jangan sampai rein sadar,paham!!?"
"siap bos."
Di sisi lain, Reina berdiri di balkon mansionnya, memandang lampu-lampu malam. Baginya, musuhnya saat ini hanyalah keluarga tirinya yang sedang ia hancurkan perlahan di penjara. Ia tidak tahu bahwa ada musuh lama yang sudah menanam langkahnya di halaman rumah sendiri.
Dan Leonardo, dari balik layar ponselnya, tersenyum puas melihat foto Rian yang baru saja ia terima. “Kau tidak akan bisa melindunginya selamanya, Reina…”
Keesokan paginya, seorang pria berbadan tegap yang menyamar sebagai kurir pengantar bunga memasuki area depan kediaman O’Reilly. Wajahnya ramah, suaranya sopan, namun di bawah bungkusan bunga itu tersembunyi kamera mikro yang langsung mengirimkan gambar ke markas Leonardo. Setiap langkah di halaman, setiap percakapan pengawal, bahkan letak pintu-pintu penting terekam jelas.
Di layar besar kantornya, Leonardo memperhatikan dengan saksama. Pandangannya berhenti ketika kamera menangkap sosok mungil Rian yang sedang berlari di taman bersama pengasuhnya. Anak itu tertawa ceria, sama sekali tidak tahu bahwa seseorang sedang mengawasinya dari kejauhan. Leonardo mengeratkan rahangnya, jemarinya mengetuk meja. “ Anakku... Dan dia harus ditanganku.dia yang akan menjadi penerusku.”
Sementara itu, di sudut taman, salah satu pengawal baru yang ternyata adalah infiltrasi orang Leonardo berpura-pura memperbaiki keran air. Sesekali matanya melirik ke arah Rian. Ia menghitung waktu, memperhatikan pola pergerakan pengasuh, bahkan mengukur jarak antara dirinya dengan anak itu. Semua data itu akan dikirimkan untuk mempersiapkan langkah berikutnya.
Menjelang sore, kurir bunga itu keluar dengan wajah santai, seakan pekerjaannya hanya sebatas mengantar karangan ucapan. Namun begitu ia berada di luar gerbang, ia langsung masuk ke mobil hitam tanpa plat resmi. Di dalamnya, Leonardo duduk sambil menunggu, menyalakan rokoknya. Laporan diberikan, foto-foto ditunjukkan, dan Leonardo tersenyum puas. “Kita semakin dekat… sangat dekat.”
Di waktu yang sama, Reina sedang sibuk membalas laporan Davin mengenai perkembangan Siska di penjara. Ia benar-benar tenggelam dalam rencana balas dendamnya, tidak menyadari bahwa lawan lamanya sudah menanamkan mata dan telinga di jantung wilayahnya sendiri. Rian masih tertawa bahagia di taman, dan itu membuat Reina merasa aman… sebuah rasa aman yang palsu.
Leonardo bersandar di kursinya di dalam mobil, memandangi foto Rian sekali lagi. “Bermainlah selama kau mau, Reina. Tapi ingat… semua permainan akan berakhir saat aku memutuskan waktunya.”
Di matanya, penyusupan ini baru permulaan. Dan ketika ia memulai langkah berikutnya, tak ada yang akan bisa menghentikannya.