Kedamaian yang seharusnya bertahan kini mulai redup. Entitas asing yang disebut Absolute Being kini menjajah bumi dan ingin menguasai nya, manusia biasa tak punya kekuatan untuk melawan. Namun terdapat manusia yang menjadi puncak yaitu High Human. High Human adalah manusia yang diberkahi oleh kekuatan konstelasi kuno dan memakai otoritas mereka untuk melawan Absolute Being. Mampukah manusia mengembalikan kedamaian? ataukah manusia dikalahkan?. Tidak ada yang tahu jawaban nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30: Terpisah
Matahari mulai merangkak naik di ufuk timur, menyinari puncak-puncak pohon Hutan Iris dengan semburat keemasan. Udara pagi membawa aroma tanah basah dan kabut yang memudar perlahan, seolah dunia menarik napas baru setelah malam yang panjang dan berat. Di balik kabut tipis yang masih bergelayut, Sho membuka matanya. Ia masih duduk bersila di atas pohon raksasa, napasnya tenang, tapi matanya menyimpan peringatan.
Aria, Yara, Kieran, dan Liora kini mulai terbangun di bawah naungan pelindung alami yang Sho bangun semalam. Meskipun tubuh mereka belum sepenuhnya pulih, ada semangat baru dalam tatapan mereka. Hari ini, mereka akan melanjutkan perjalanan menuju jantung reruntuhan Zafrel.
Namun saat mereka menuruni Hutan Iris dan melangkah keluar menuju padang berkabut di perbatasannya, sesuatu terasa aneh.
"Angin... berhenti, ada yang janggal." Ucap Yara dengan penuh kewaspadaan.
Sho mengangkat tangan, menghentikan langkah semua orang. "Kita tak sendiri." Bisik Sho.
Secepat kilat, tanah di depan mereka meledak, dan tiga sosok muncul di hadapan mereka: Irene dengan kabut kutukan Sekhmet yang mengalir dari tubuhnya, Clark si pria bertopeng dengan konstelasi Hephaestus, dan bocah tanpa nama bersinar api liar—pemegang konstelasi Kagutsuchi. Senyum sinis menghiasi wajah mereka.
"Sudah bangun rupanya. Kau akan menyesal karena tidak menghabisi kami malam tadi Sho... ataukah kau tidak punya kekuatan untuk itu?" Ejek Irene dengan nada licik bagaikan ular.
"Pisahkan mereka." ujar Clark singkat. Suaranya dalam dan bergetar seperti logam panas di palu.
Kabut hitam menyapu tanah, melemparkan semuanya ke arah berbeda. Sebelum mereka bisa bereaksi, formasi mereka telah terpecah.
Yara dan Kieran terdorong kearah reruntuhan Zafrel yaitu kuil bagian dalam, menghadapi bocah tanpa nama pemegang Kagutsuchi yang tertawa dengan nyaring. Tanah di sekitarnya terbakar, udara meliuk seperti kaca cair.
"Berhati-hatilah Yara... Kagutsuchi adalah dewa tingkat tinggi." Bisik Fujin dengan suara yang terdengar lembut namun tegas.
"Yara, itu api spiritual... bahkan tubuh kita bisa meleleh kalau terkena langsung." ucap Kieran sambil memunculkan kedua palu petir nya.
"Aku tahu. Tapi... aku juga anak dari angin badai." balas Yara sambil menyelubungi dirinya dengan aura Fujin.
Pertarungan mereka dimulai dalam ledakan api dan pusaran angin yang mengguncang bumi.
Aria dan Liora terbawa kearah bagian dalam dari hutan Iris yang kini diselimuti kabut besi dan panas. Clark muncul dengan senjata terapung—martil, pedang, tombak—semuanya mengepung mereka dalam formasi mematikan. Tubuhnya menyala seperti tungku pandai besi, dan setiap langkahnya menggetarkan tanah.
"Aria... berhati-hatilah, setiap senjata yang ditempa oleh Hephaestus mampu untuk melukai dewa." Bisik Apollo.
"Terima kasih Apollo... tapi aku sudah bukan gadis lemah seperti dulu lagi!" Seru Aria sembari memunculkan busur perak miliknya, rambut nya kini berubah menjadi kuning keemasan bagaikan matahari.
"Kita pasti bisa mengalahkan nya!" Ucap Liora sembari mengangkat tongkatnya dan menggenggam liontin nya erat-erat.
Disaat yang sama Sho terlempar ke sisi berlawanan, yaitu padang tandus yang jauh dari hutan Iris. Sho berdiri sendiri menghadapi Irene.
"Kau terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup Sho, aku akan memusnahkan mu dan selanjutnya adalah teman-teman mu..." Ucap Irene sambil memanggil tombak-tombak kutukan dari balik bayangannya.
Sho memegang kalung nya, dan seketika kalung nya berubah menjadi Bident. "Langkahi dulu mayatku sebelum kau menyentuh teman-temanku!" Teriak Sho sembari menggenggam Bident nya.
"Bagus. Karena yang kuincar memang hanya kau." Balas Irene dengan nada arogan.
Langit di atas mereka perlahan berubah. Fajar yang seharusnya membawa kehangatan justru ternodai oleh energi gelap yang mengepul dari Irene. Pepohonan di sekitar Sho meringkuk, akar-akar menegang, dan bumi menahan napasnya.
Tiga pertarungan dimulai secara bersamaan, masing-masing dengan kekuatan yang bisa mengubah takdir dunia. Di tanah yang belum pernah diinjak oleh manusia selama ribuan tahun, konstelasi para dewa saling berbenturan, dan masa depan dunia tergantung pada siapa yang akan berdiri terakhir.
Dan di tengah semuanya, Sho menatap Irene dengan mata membara. Tak ada ruang untuk ragu.
"Kau memang membawa ku jauh dari hutan, tapi kau harus tahu bahwa aku masih kuat meskipun tanpa adanya bantuan dari hutan!." Seru Sho dengan penuh tekad.
Sementara didalam reruntuhan Zafrel yaitu kuil bagian dalam, cahaya merah membakar langit reruntuhan saat energi konstelasi api meledak dari tubuh seorang bocah kecil berambut putih kusut. Tubuhnya kurus, matanya kosong, namun nyala api membungkus tubuhnya seperti jubah iblis. Di dahinya, simbol konstelasi Kagutsuchi bersinar menyala-nyala.
Yara menjejak tanah lebih dahulu, diikuti oleh Kieran. Ia menarik napas panjang, Yara menciptakan tombak dari angin dan badai, lalu ia mengayunkan tombaknya ke depan. Aura Fujin mengalir deras dari tubuhnya, membentuk pusaran angin yang mengguncang pilar-pilar tua di sekitar mereka.
"Sialan... aku tidak tahu kalau Kagutsuchi sangatlah kuat." Ucap Kieran lirih, namun tangannya sudah menggenggam erat kedua palu petirnya..
"Jangan lengah." bisik Yara, matanya fokus pada gerak bocah itu yang perlahan menunduk—lalu meledak maju dengan kecepatan gila.
BLAARR!!
Api merah menyapu dari tanah saat bocah itu menghantam tanah dengan tinjunya. Ledakan lava membumbung, menelan Yara dan Kieran dalam sekejap. Suhu udara langsung melonjak tajam, membuat udara terasa menyayat.
Namun angin berpusing. Yara menerobos api dengan tubuh dibungkus pusaran angin spiral, matanya tajam menembus asap. Ia melompat ke kiri, tombaknya berputar—menebas oksigen dan menyayat lidah api.
Sementara itu Kieran muncul dari atas, tubuhnya bercahaya dengan listrik. Ia menghantamkan kedua palu nya ke tanah—mengalirkan arus petir ke arah bocah itu.
"Gyaaaaahh!!" Bocah itu meraung dan tubuhnya tiba-tiba berubah—api dari Kagutsuchi menyelimuti tubuhnya hingga ia tampak seperti siluet dewa api sendiri. Sayap dari bara menyembul dari punggungnya, dan dari tanah muncul pilar-pilar magma yang meletus satu per satu.
"Aku akan membakar kalian hidup-hidup!" Seru Bocah itu, suaranya terdistorsi oleh api-api yang menjalar.
Kieran melompat ke samping, namun bara api itu mengejarnya seperti makhluk hidup.
Yara mengangkat tangannya. "Wind Blessing!" Seru Yara.
Angin membentuk perisai besar, menangkis letusan api ke samping. "Kita harus terus menyerang nya tanpa henti!" Teriak Yara dengan lantang.
"Kalau begitu aku akan menggunakan seluruh kekuatan ku." Balas Kieran dengan nada bersemangat.
Kieran berputar—membentuk segel petir di udara. "Raijin... berkati aku dengan petir mu..." Bisik Kieran lalu melesat maju dengan kecepatan kilat. Ia menyayat perut bocah itu dengan tebasan cepat dari petir yang menyelimuti tangan nya—namun bukan darah yang keluar, melainkan cairan magma.
"Dia bukan manusia lagi." gumam Kieran.
Tiba-tiba bocah itu mengangkat tangannya dan menjentikkan jari.
BOOM!
Ledakan api terjadi dari bawah tanah, langsung menghantam Kieran dan membuatnya terpental ke dinding kuil. Tanah di sekitar mereka kini mulai retak dan membara.
Yara maju ke depan, tatapannya dingin, tubuhnya bergetar oleh kekuatan angin yang terkumpul di ujung tombaknya.
"Aku mendengar nya... Kagutsuchi seakan-akan berteriak kesakitan..." Ucap Yara dengan suara bergetar.
"Aku akan membebaskan Kagutsuchi dari siksaan ini!" Seru Yara sembari melempar tombaknya ke langit, lalu menepukkan kedua tangannya.
Tombak itu berputar di udara—mengisap angin dan petir bekas Kieran dari atmosfer, lalu jatuh menghujam ke arah bocah itu.
Seketika itu juga, Kieran bangkit dan menerjang dari belakang bocah itu, dan menghantamkan kedua palunya kearah bocah itu. "Aku akan memusnahkan mu dan membuat dunia seimbang kembali!" Teriak Kieran.
BUMMM!!
Ledakan petir dan angin meledak bersamaan, menghempas bocah itu hingga tubuhnya terpental. Simbol konstelasi Kagutsuchi di dahinya mulai retak—dan energi api yang menyelubunginya mulai meredup.
Tubuh bocah itu kini tergeletak, napasnya berat, namun matanya perlahan kembali menampilkan ekspresi... manusia.
Yara menatapnya dengan sorot mata sayu. "Sudah berakhir... kau kalah." Ucap Yara sembari menatap kearah bocah itu yang kini sudah tidak berdaya.
Kieran menghampiri, darah menetes dari pelipisnya. "Dia bukan anak kecil, melainkan makhluk terkutuk." Ucap Kieran dengan tegas.
Seketika Fujin dan Raijin muncul bersamaan, tidak dalam bentuk bintang-bintang namun dalam wujud aslinya. Kehadiran nya membuat Yara dan Kieran langsung berlutut bahkan tidak bisa bergerak.
"Biar kami yang mengurusnya sekarang, kalian berdua beristirahat dahulu." Ucap Raijin, suaranya bergema bahkan membuat tanah bergetar.
Bocah itu diangkat oleh Fujin dengan angin nya, lalu dengan perlahan-lahan Kagutsuchi ditarik dari dalam tubuh bocah tanpa nama itu dan dibebaskan. Sesaat setelah Kagutsuchi ditarik, sang dewa api tersebut langsung lenyap dari alam manusia. "Urusan kami sudah selesai. Kini Kagutsuchi telah bebas dan kembali kealam dewa." Ucap Fujin, suaranya begitu lembut.
Hanya dalam hitungan detik, Fujin dan Raijin menghilang tanpa jejak. menyisakan Yara dan Kieran. Usai kedua Dewa tersebut menghilang akhirnya Yara dan Kieran berbaring ditanah. Mereka benar-benar kelelahan.
---
Disisi lain. Sebuah ledakan menghantam bagian dalam dari Hutan Iris, menghancurkan begitu banyak pepohonan. Dari balik kepulan debu, muncul siluet tinggi dengan jubah compang-camping. Wajahnya tertutup topeng, namun dari balik topeng itu, mata keperakan bersinar tajam. Itu adalah Clark, mantan High Human, kini berubah menjadi Hollow dengan konstelasi yang telah menyimpang bentuknya.
Di seberangnya, Aria berdiri tegap, busur peraknya bersinar lembut dalam genggaman. Cahaya keemasan menyelubungi rambutnya beterbangan ringan, matanya memancarkan pancaran Apollo yang kini menyatu dengannya.
Di sampingnya, Liora—dalam mantel biru tua bertatahkan simbol kerajaan Vixen—mengangkat tongkat sihirnya. Tak ada keraguan di matanya, hanya ketegasan dan fokus. Dia tahu siapa yang mereka hadapi. Dan dia tahu… dia hanya manusia.
Clark melepas topengnya, menampakkan wajah lelaki paruh baya dengan bekas luka seperti retakan kaca. Suaranya berat dan menusuk.
"Didalam hutan ini, kalian hanyalah makhluk fana yang lemah tanpa perlindungan dari sang Inkarnasi Persephone..." Ucap Clark dengan suara penuh ancaman.
"Oh... Manusia biasa? beraninya kau menantangku..." Sambung Clark sembari menatap kearah Liora.
Liora melangkah maju. "Aku tak perlu jadi wadah dewa untuk mengalahkanmu!" Ucap Liora dengan penuh tekad dan keberanian.
Aria menatapnya sekilas, senyum tipis tersungging. "Nyawa mu kini menjadi tanggung jawabku." Bisik Aria kepada Liora.
Clark mengangkat satu tangan. "Aku akan memastikan bahwa kalian mati tanpa adanya rasa sakit..." Ucap Clark sembari memunculkan jutaan senjata berterbangan.
Namun Aria sudah bergerak terlebih dahulu. Cahaya menyelimuti tubuhnya, lalu ia menghilang dalam seberkas sinar. Muncul kembali di atas Clark sambil menarik busurnya. "Solar Arrow!" Seru Aria.
Anak panah cahaya melesat—namun Clark memutar tubuh, menepisnya dengan lengan berselubung sihir hitam. Panah meledak di udara, membuat serpihan cahaya hujan ke segala penjuru.
Liora mulai merapal mantra. "Glacia mea voluntas, omnia congelo!" Bisik Liora. Seketika badai es muncul di bawah kaki Clark, menyelimuti area dengan ratusan pecahan kristal es tajam. Tapi Clark hanya mengangkat satu tangan dan menjentikkan jari.
Seketika pedang yang begitu panas dan ditempa dengan lahar muncul lalu menusuk kearah tanah, dalam sekejap es itu meleleh dalam sekejap menjadi kabut mendidih. Dari kabut itu, Clark menembakkan puluhan pedang dan tombak ke arah Liora. Gadis itu menggigit bibirnya, lalu memutar tongkatnya.
"Aegis Mea!" Seru Liora, seketika perisai transparan muncul—pedang-pedang dan tombak yang melayang kearah nya tertahan oleh pelindung itu, tapi tak tembus. Liora terpental beberapa langkah, napasnya berat, tapi dia masih berdiri, sihir pelindungnya retak bahkan bisa hancur kalau diserang lagi.
Aria melayang di udara, auranya bersinar terang. Simbol Apollo di punggung tangannya kini menyala emas.
"Aku akan membebaskan Hephaestus dari kendalimu! kau sudah bukan manusia Clark!" Seru Aria sembari menarik tiga anak panah bersinar, lalu melepaskannya secara bersamaan.
Tiga garis cahaya melengkung dari arah berbeda, mengepung Clark dari atas, kiri, dan kanan. Kali ini Clark mendadak kesulitan—ia membuat dinding dari puluhan senjata, tapi dua panah menembusnya, menghantam tubuhnya dan membuatnya berlutut.
Liora melihat celah itu dan langsung merapal mantra sihir. "Tonitrus mea vox, omnia concutio!" bisik Liora.
BZZZTT.
Petir seketika menyambar kearah Clark, membuatnya tak bisa bergerak, tubuhnya gosong akibat sambaran petir itu.
Aria turun, menatapnya dengan sedih. "Kasihan sekali Hephaestus di siksa olehmu." Ucap Aria dengan penuh simpati, bukan kepada Clark melainkan kepada Hephaestus.
Namun mata Clark berkedip sekali—dan dari dadanya, muncul bayangan kelam seperti tangan dewa yang mencengkram jantungnya sendiri.
ROAARR!!
Clark mengaum, dan tubuhnya bermutasi menjadi seperti makhluk tanpa bentuk. Akan tetapi Apollo kini sudah muncul. Cahaya matahari bersinar begitu terang menembus dedaunan pohon. Sosok nya begitu agung bahkan kehadiran nya saja membuat Aria dan Liora terdiam membeku.
"Sebaiknya aku segera melindungi dirimu sendiri karena aku akan turun tangan kali ini..." Ucap Apollo, suaranya mengguncang bumi dan pepohonan.
Mendengar itu, Aria segera memeluk Liora dan melompat ke belakang, membentuk kubah cahaya besar untuk mengantisipasi agar dia tidak terkena dampak dari kehadiran Apollo.
Hanya dalam hitungan detik, Clark yang berubah menjadi monster tanpa bentuk kini lenyap, menyisakan tubuh humanoid nya. "Sayang sekali Hephaestus harus tersiksa seperti ini..." Ucap Apollo sembari menarik jiwa Hephaestus dari dalam tubuh Clark dan membebaskan nya dari siksaan.
Beberapa saat kemudian, semuanya tenang. Hanya ada puing, dan debu yang perlahan turun seperti salju.
Aria berdiri, tubuhnya masih bersinar samar. Liora terdiam, memandang kearah Apollo
Apollo berjalan perlahan kearah Aria, namun ia tetap menjaga jarak agar eksistensi nya tidak melukai Aria. "Kau kini sudah kuat... aku tidak menyesal memilih mu sebagai Inkarnasi ku." Ucap Apollo dengan suara lembut. Kemudian Apollo menghilangkan, hanya menyisakan jejak-jejak cahaya yang hangat dan lembut.
"Itu gila..." Ucap Liora yang langsung membaringkan tubuhnya ke tanah.
"Aku setuju... Kehadiran Apollo membuat ku merinding..." Balas Aria.
Kini hutan Iris kembali bernafas, dan cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah daun menyinari Aria dan Liora seolah memberikan mereka penghargaan. Kini tersisa pertarungan Sho dengan Irene.