Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 Gagal Memiliki Mantu
Safir benar-benar melakukan saran yang telah di berikan oleh Ruby. Setelah selesai melakukan salat malam dan banyak mengutarakan doa untuk menyampaikan seluruh keresahan hati.
Begitu selesai, Safir langsung mendaratkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menatap langit-langit kamarnya tersebut. Pikirannya kembali terarah pada Queen yang kembali datang mengusik Safir .
"Apa benar yang telah di katakan Kak By kalau aku menyukainya?" gumam Safir memperkirakan keadaan. Namun, tidak lama kemudian Safir menggelengkan kepalanya. Ia seolah mengelak semua perkiraan yang ada.
Kilasan bayangan Divya hadir di saat Safir sedang mengingat segala tingkah laku dan perhatian yang telah di berikan Queen padanya.
Seketika itu Safir merasa bersalah pada Divya karena merasa kalau dirinya telah mengkhianati semua janji yang telah ia berikan pada Divya.
"Ya Allah, Ya Tuhan. Aku harus melakukan apa agar hati ini tidak bimbang."
Safir mengusap wajahnya secara kasar. Ia menghela nafasnya dalam-dalam agar perasaanya jauh lebih tenang.
Tidak ingin kalut dengan perasaannya sendiri, Safir memilih terus memejamkan kedua matanya. Sampai tanpa terasa dirinya mulai lelap terbuai mimpi.
*
Seperti biasanya Queen akan bangun pagi-pagi sekali. Namun, kebiasaan Queen berubah sejak hampir satu bulan ini. Sekalipun sudah melakukan kewajiban pada sang pencipta, Queen tidak lagi keluar kamar untuk olahraga ataupun mengisi waktu paginya dengan menyibukkan diri di dapur seperti dulu. Karena kini Queen lebih senang jika dirinya berdiam diri di dalam kamar.
Gadis cantik yang sudah bersiap diri sejak tadi, kini berdiri di depan kaca untuk memastikan penampilannya saat ini.
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan bahagia. Ayo semangat."
Itulah kalimat yang sudah setiap hari Queen ucapkan untuk menguatkan hati yang masih harus bertahan beberapa hari lagi. Gadis yang kini menggunakan celana panjang dan juga kemeja serta rambut yang diikat seperti ekor kuda itu tersenyum menatap dirinya sendiri.
Setelah merasa kalau penampilannya sudah terlihat pas dan rapih, Queen segera meraih tas selempang dan sepatu kets. Segera gadis tersebut keluar dari kamar dan menuju ruang makan terlebih dahulu.
"Tumben sudah cantik, mau pergi ke mana?"
Terakhir kali Queen keluar rumah yaitu satu minggu yang lalu. Maka sekarang Reina nampak senang saat melihat anaknya yang sudah nampak rapih dan cantik di pagi hari seperti ini.
"Queen mau pamit keluar dulu, Ma. Mau jalan sama Maira dan Trio S," Queen tersenyum tulus memperlihatkan betapa senangnya dirinya saat ini. Bertemu dengan si kembar tiga tentunya akan menjadi hiburan tersendiri bagi Queen.
"Seandainya aku boleh keluar. Aku juga ingin ikut kamu, Queen. Rindu sekali sama kelakuan tengilnya Shanum."
"Berandai-andai saja dulu. Karena Kakak kan masih di pingit. Tinggal beberapa hari lagi menikah," Queen tersenyum samar melihat Divya sebentar. "Oma mau ikut? Kami jalan bersama dengan Bunda," tawarnya. Sengaja Queen lakukan untuk mengalihkan diri agar Queen tidak bicara dengan Divya terlalu lama.
Nissa langsung menggelengkan kepalanya pelan. "Oma tidak ikut. Tidak mau mengganggu waktunya si kembar dengan Omanya yang ada di sini. Oma titip salam saja untuk Bunda ya?"
"Siap, Oma."
"Makan yang banyak, katanya mau kuliah di Australia. Biar orang tua di sini juga enggak khawatir sama Queen saat sudah jauh nanti," ucap Yusuf. Selama ada di sini, Yusuf dan Nissa bahkan tidak pernah lagi melihat lahapnya Queen menikmati segala macam makanan yang ada.
"Dengerin yang Opa bilang. Sehatkan badan biar tenang Papa nanti saat Queen jauh," kini Hendri juga ikut menimpali ucapan Yusuf.
"Segini juga sudah kenyang, Opa, Papa. Nanti saat kami jalan juga pasti makan kok."
Begitu selesai menikmati sarapannya, Queen segera meninggalkan rumah. Dengan di antar sopir, Queen sudah meluncur ke lokasi tujuan di mana ia dan Ruby membuat janji.
"Mairaaa ..." Teriak Queen sambil melambaikan tangannya. Ia lari untuk menghampiri orang-orang yang sudah pasti menunggunya sejak tadi.
Semenjak setelah malam lamaran, itu adalah terakhir kalinya bagi Zantisya melihat Queen. Perempuan paruh baya tersebut jelas terkejut saat melihat Queen kurusan. Tidak jauh seperti anaknya yang kini juga ikut mengurus. Zantisya menahan air matanya. Selain perihatin dengan Queen, ia juga perihatin dengan dirinya sendiri karena gagal memiliki mantu seperti Queen.
"Janji jam berapa, kenapa baru datang jam segini?" Zen langsung menjitak kepala Queen pelan karena sudah molor setengah jam lebih.
"Ya Maaf, Om," tanpa mau berdebat dengan Zen, Queen lebih dulu menghampiri Zantisya. "Bunda apa kabar?" tanyanya setelah mencium punggung tangan perempuan tersebut.
"Bunda, baik. Queen bagaimana?"
"Seperti yang Bunda lihat. Queen selalu baik," ucapnya sambil menunjukkan senyuman seperti biasanya saat berhadapan dengan Zantisya.
"Ante," Shaka yang sejak tadi ada di gendongan Zen, langsung mengulurkan tanganya pada Queen karena ingin pindah gendongan.
"Uluh uluh, mau gendong sama Ante ya? Sini, sini," dengan sigap dan hati yang senang, Queen langsung mengambil alih Shaka. Tidak ingin membuat iri saudara sepupunya yang lain, Queen juga mencium pipi Shaki dan Shanum.
"Shaka ini definisi bucin sama Om dan Ante ya?" ucap Ruby spontan saja. Hingga detik itu juga, Queen dan Ruby saling bertemu tatap. "Om Arfan," jelasnya berbohong. Sedangkan kini tangan Ruby menarik pelan pipi Shaka.
Zantisya bisa bernafas lega karena anak perempuanya yang tengil itu tidak kelepasan saat bicara. Begitu juga dengan Zen yang langsung mencolek pinggang Ruby dari belakang.
"Sudah ya, aku tinggal sekarang. Semangat bersenang-senang. Papa tinggal dulu ya para kesayangan," pamit Zen kemudian mendaratkan ciuman di pipi ketiga anaknya.
"Loh, Om enggak ikut main dengan kita?"
"Enggaklah. Mumpung ke Malang, tentu Om harus mengurus pekerjaan yang ada di sini."
"Kerja terooosss ..." Ucap Queen kesal dan menunjukkan rasa kecewanya.
"Harus dong. Ini salah satu cara mempertahankan kekayaan. Time is money," jawab Zen asal saja.
"Mas, ada yang ketinggalan enggak?"
Baru saja Zen pergi hingga beberapa langkah, kini ia harus kembali menghampiri Ruby.
Cup
"Aku pergi sekarang," ucap Zen setelah mendaratkan kecupan pada pipi Ruby. Sebelum beranjak, Zen masih sempatnya mengacak-acak rambut Queen.
"Oh ya Allah. Om dan Tanteku ini memang super bucin tanpa mikirin perasaan jomblo bagaimana. Ternoda mataku," ucapnya sambil menutupi matanya menggunakan tangan Shaka.
Sedangkan Zantisya jadi gemes sendiri dengan kelakuan anak dan menantunya tersebut.
"Itulah gunanya hidup, Queen. Ada yang berpasangan dan ada yang jomblo untuk menyaksikan yang uwu-uwu."
"Uwu-uwu saja terus, nanti hamil," bisik Queen yang berhasil membuat Ruby melebarkan kedua matanya. Reaksi Ruby tersebut berhasil membuat Queen terkekeh.
"Ini gelang kamu," ucap Ruby sambil memasangkan satu gelang, sebagai tanda tiket masuk ke dalam wisata kebun binatang yang ada di Kota Batu tersebut.
"Yeee ... Ayo kita masuuukkk ..." ucap Queen semangat.
"Ayo Mbak," ajak Ruby pada tiga Art yang sejak tadi duduk terpisah karena sibuk foto-foto sendiri.
"Loh, ternyata ramean?" Queen jelas terkejut melihat para asisten rumah Zantisya tersebut. Tiga orang yang kini membawa stroller lipat untuk ketiga balita kalau kelelahan.
"Ya iyalah ramean. Kalau hanya kita bertiga, bakal lelah karena mengurus mereka sendiri-sendiri tanpa ada yang bantu dan gantiin jaga."
demo rumah emak guys