NovelToon NovelToon
My Sugar Baby

My Sugar Baby

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Tante
Popularitas:202
Nilai: 5
Nama Author: Angie de Suaza

"Angelica, seorang wanita tegar berusia 40 tahun, berani dalam menghadapi kesulitan. Namun, ketika dia secara bertahap kehilangan motivasinya untuk berjuang, pertemuan tak terduga dengan seorang pria tampan mengubah nasibnya sepenuhnya.
Axel yang berusia 25 tahun masih muda tetapi sombong dan berkuasa, cintanya yang penuh gairah dan kebaikannya menghidupkan kembali Angelica.
Bisakah dia menyembuhkan bekas lukanya dan percaya pada cinta lagi?
Kisah dua sejoli yang bersemangat dan berjuang ini akan membuktikan bahwa usia tidak pernah menjadi penghalang dalam mengejar kebahagiaan."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angie de Suaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 14

Akhir pekan pun tiba, membawa serta semangat dari dua jiwa: satu berjuang untuk masa depan, satu lagi berambisi membuat namanya semakin bersinar.

Angélica tidur hingga siang karena hari Sabtu itu ia harus bekerja di restoran “Las Pollitas”, tempat ia biasa membantu teman-temannya—Lissy, Mary, dan Sandra—karena akhir pekan adalah waktu tersibuk di Pasar San Antón, kawasan Chueca, Madrid, yang dipadati wisatawan.

Ia tiba sekitar tengah hari, sadar bahwa tak akan ada jam pulang tetap, karena para turis yang keluar dari bar sekitar kerap mencari makanan lezat larut malam. Menu andalan mereka adalah tapas, yang dibuat dengan resep tradisional khas Madrid dan dikuasai dengan sempurna oleh semua anggota tim.

Pekerjaan baru selesai sekitar pukul dua dini hari. Karena sudah terlalu larut, Angélica memutuskan ikut menginap di rumah keluarga Cruz, yang hanya berjarak beberapa blok. Elvira, ibu dari Mary dan Lissy, sangat menyayangi Angélica dan selalu menunggu mereka pulang demi keselamatan mereka. Besok harinya, mereka harus kembali bekerja di restoran, meski jam tutup lebih awal.

Sementara Angélica sibuk melayani pelanggan dan menyiapkan tapas, Axel berada di ruang produksi bersama Marisolio, membantu para penjahit menyelesaikan gaun-gaun yang harus rampung sebelum Rabu. Selama akhir pekan itu, Axel begitu sibuk hingga tak sempat memikirkan Angélica—ia merasa tenang karena muse-nya kini telah kembali bekerja di Emporionya.

Hari Senin tiba. Hal pertama yang dilakukan Angélica setelah sampai di kampus adalah mendaftarkan diri. Akhirnya, ia resmi menjadi mahasiswa universitas bergengsi itu. Sebulan lagi, ia akan mengikuti lokakarya musim panas jurusan seni romantik, dan semester pertamanya akan dimulai pada bulan September.

Setelahnya, ia mulai membersihkan ruang praktik seni rupa. Di sana, para model bersiap-siap untuk berpose di depan mahasiswa. Imajinasi Angélica pun mulai liar—ia membayangkan tubuh-tubuh telanjang para model, lalu bayangan itu berubah menjadi sosok Axel, telanjang sepenuhnya, dan ia sendiri sedang melukis tubuh maskulin itu di atas kanvas.

Sayangnya, ia tidak boleh berlama-lama. Kelas tak akan dimulai sampai ia selesai membersihkan ruangan. Tentu, pertunjukan sensual itu hanya untuk mahasiswa terdaftar, tapi sebentar lagi, ia akan jadi penonton sah dari pemandangan artistik nan menggoda tersebut.

Pukul satu siang, pekerjaannya selesai. Seperti biasa, ia buru-buru menuju kantor Darko Luxure. Sepuluh menit sebelum pukul dua, ia menempelkan jarinya di mesin absensi. Setelah beberapa kali perawatan kolagen, jarinya kini lembut dan halus, dan sistem pun menyambutnya. Ia lalu turun ke ruang ganti karyawan, di mana Ramona sudah menunggunya.

“Bu Ramona sayang! Halo! Kangen, ya? Syukurlah aku sudah kembali,” sapa Angélica dengan nada sarkastik. Para pegawai lain yang mendengarnya langsung tertawa, sampai akhirnya tatapan tajam Ramona membuat mereka terdiam.

“Lucu sekali, Sosa. Kita lihat saja nanti, apakah kamu masih bisa tertawa saat membuat kesalahan. Dan akan banyak kesalahan, percayalah. Aku akan ada di sana untuk menertawakanmu,” balas Ramona dingin, lalu pergi meninggalkan ruangan.

“Hai, kamu pasti Angélica, ya?” sapa salah satu pegawai wanita.

“Iya, betul. Senang bertemu kalian,” jawab Angélica ramah.

“Namaku Olga, ini Nancy, dan itu Arminda. Kami bertiga bertugas di lantai atas, dan hari ini kamu ditugaskan di lantai 21. Semoga sukses, ya. Bosnya memang agak galak, tapi kalau kamu kerja yang bener, dia nggak akan ganggu kamu,” kata Olga memperingatkan.

“Terima kasih, Olguita. Akan kuingat,” ujar Angélica sambil bersiap menuju lantai yang dimaksud.

Siang hari, pekerjaan lebih ringan. Pembersihan menyeluruh dilakukan di malam hari. Pekerjaan di siang hari hanya sebatas merapikan bila ada yang berantakan, membuatkan kopi, atau memenuhi permintaan kantor.

Setibanya di lantai 21, hal pertama yang dilakukan Angélica adalah memeriksa cafe. Ia melihat mesin kopi sudah kosong, jadi ia segera mencucinya, mengganti filternya, dan mulai menyeduh kopi segar.

Sementara itu, Axel tidak sabar menanti pukul dua. Lima belas menit berlalu, namun sosok yang dinantikannya belum juga muncul. Ia mulai bekerja untuk mengalihkan perhatian, tapi pikirannya terus terganggu. Dirinya merasa aneh—seminggu yang lalu ia adalah pria yang melihat perempuan hanya sebagai pelengkap, bukan sebagai sesuatu yang berarti. Tapi sekarang?

Pukul dua lewat tiga puluh menit, ia sudah tak tahan. Ia pun keluar ruangan, menuju lift, namun terhenti oleh aroma kopi segar yang menyeruak dari cafe. Ia mengikuti aromanya dan menemukan Angélica, berdiri membelakanginya. Tanpa berpikir panjang, Axel mendekat, memeluknya dari belakang, dan mencium lehernya. Refleks, Angélica melompat.

“Ya ampun, Axel! Kamu bikin aku kaget!” serunya sambil menoleh dan menatap Axel kesal. Namun Axel tetap memeluknya sambil menghirup aroma tubuhnya.

“Aku kangen,” ucap Axel lembut. “Ayo ke ruanganku.”

“Tidak, nanti jadi omongan orang,” tolak Angélica. “Kalau buatku sih nggak masalah, tapi kamu harus jaga citra. Lebih baik kamu ke ruanganmu dulu. Kalau kopinya sudah jadi, aku yang antar.”

Axel menurut meski wajahnya jelas kecewa. Ia pun kembali ke ruangannya dan duduk menanti. Ketika pintu diketuk beberapa menit kemudian, Axel langsung mengizinkan masuk dengan semangat, tapi alangkah kecewanya ketika yang datang justru… Sarah.

“Siapa yang nyuruh kamu nganterin kopi sialan ini?” bentaknya marah. Ia ingin Angelica yang datang, bukan wanita bertubuh kurus ini.

“Tadi ibu kebersihan yang bikin, saya cuma bantu antar,” jawab Sarah gugup. Axel hampir saja menyiramkan kopi panas itu ke kepalanya.

“Keluar! Sebelum aku benar-benar lempar itu ke kepalamu!”

Saat itu juga, Marisolio masuk ke ruangan.

“Axelito, jangan! Jangan siram kopinya ke si kurus itu,” serunya.

Axel dan Sarah sama-sama menoleh ke Marisolio, terkejut karena ia justru membela Sarah.

“Serahkan saja padaku. Aku yang akan siramkan, biar kamu nggak capek dan tanganmu tetap mulus,” kata Marisolio dengan ekspresi serius.

Sarah langsung lari tunggang-langgang keluar dari kantor. Ia tahu Marisolio benar-benar sanggup melakukannya.

“Fuh, untunglah dia pergi. Aku paling nggak suka sama si betis bangau itu. Eh, ngomong-ngomong, tadi aku lihat wanita yang datang hari Jumat. Yang kamu ajak masuk ke kantor sambil cuekin aku. Si mata cantik itu. Yang kamu—ya, kamu tahu sendirilah,” ujar Marisolio sambil mengedip nakal.

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!