Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Itu terlalu berbahaya untuk Anda, Tuan," kata Govin, "Anda hanya perlu memerintahkan para pengawal untuk segera menangkap Evan Krest."
Xander berjalan menuju ruangan utama, melewati Govin dan yang lain. "Jika kita menangkap Evan Krest sekarang, dia dan bawahannya akan langsung melarikan diri. Kita bisa kehilangan jejak mereka dan harus kembali mencari mereka dari awal. Aku yakin mereka tidak akan menyakiti Ryder lebih dari ini, terbukti dengan pengawal pertama yang mereka culik masih hidup hingga sekarang. Lebih baik menunggu satu hari lebih lama dibanding harus memulai semuanya dari awal. Meski pengawal kita cukup banyak, tapi tidak menutup kemungkinan jika Evan Krest bisa melarikan diri dengan mudah."
Xander dan yang lain sampai di ruang utama. Ia segera menyebutkan rencananya untuk menangkap Evan Krest.
"Tuan Xander, rencana Anda terlalu berbahaya," ujar Govin.
"Situasi akan menjadi lebih berbahaya jika kita kehilangan jejak Evan Krest." Xander menoleh pada Govin. "Jika kau melihat situasi semakin berbahaya, kau bisa menghentikan rencanaku, Govin."
"Baiklah, Tuan." Govin memberi anggukan singkat pada pengawal lain untuk bersiap.
Xander kembali ke dalam kamar, mendekat pada kasur, menyingkap selimut yang menutupi Lizzy. Sayangnya, ia tidak menemukan wanita itu.
"Kau akan berangkat sekarang?" tanya Lizzy yang muncul dari kamar mandi.
"Bagaimana kau tahu?" Xander balik bertanya.
"Kau tentu tidak lupa jika istrimu seorang pengawal, bukan?" Lizzy tertawa. "Aku terbangun ketika mendengar suara ponselmu."
"Aku tidak punya pilihan lain selain berangkat sekarang." Xander memeluk Lizzy. "Kau akan baik-baik saja dengan hal itu?"
"Tentu saja." Lizzy membalas pelukan. "Kau melakukan semua ini untukku dan anak kita. Aku akan mendoakan keberhasilanmu dari sini.
Berjuanglah.”
"Aku pasti akan kembali secepatnya." Xander perlahan melepas pelukan, mencium kening Lizzy cukup lama.
Beberapa menit kemudian, Xander sudah berada di halaman depan. Lizzy, Sebastian, Samuel, dan Lydia ikut mengantar kepergiannya. Dalam waktu cukup singkat, rombongan kendaraan mulai meninggalkan halaman utama.
Begitu tiba di bandara, Xander dan yang lain menggunakan pesawat terbang untuk sampai di negara Lytora. Jika perjalanan tidak mendapat hambatan, ia dan rombongan akan tiba di pulau Tuzon sekitar jam sepuluh pagi nanti.
Xander tiba di negara Lytora pukul delapan pagi. Ia dan yang lain pergi menuju pulau Tuzon menggunakan rombongan mobil, lalu beralih menggunakan kapal laut.
Xander tiba di pelabuhan pukul sepuluh pagi. Ia dan yang lain berbusana selayaknya turis yang sedang berlibur begitu menjejakkan kaki di pulau Tuzon. Para pengawal menggunakan kapal laut yang berbeda-beda dan langsung menyebar ke sekeliling.
Xander, Govin, Miguel, Mikael serta enam pengawal lain mulai memasuki kota dengan berjalan kaki. Salah satu pengawal yang sudah berada di pulau Tuzon berperan sebagai pemandu wisata yang mengajak rombongan mengunjungi setiap sudut kota.
Xander harus mengakui jika pulau Tuzon memiliki pemandangan yang sangat luar biasa dengan laut, hamparan pasir, bukit, gunung, perkebunan dan tata kelola kota yang menakjubkan, ditambah udara yang masih sangat segar. Andai saja tidak sedang dalam misi, Xander akan mengajak Lizzy untuk berlibur ke tempat ini.
"Di bukit itulah tuan Ryder dan salah satu pengawal menghilang," ujar pengawal bernama Baron sembari menuju perbukitan di atas sana. Jarinya bergeser ke arah lain. "Lalu di tempat itulah sinyal terakhir dari tuan Ryder. Para pengawal masih bersiaga di tempat itu. Sayangnya, sampai saat ini tidak ditemukan seorang pun yang keluar dari tempat itu."
Xander, Govin, Miguel, Ronald dan pengawal lain saat ini sedang berada di sebuah bus terbuka yang sedang melaju ke atas bukit.
"Aku menduga jika ada semacam ruangan atau jalan rahasia yang digunakan oleh anak dari Evan Krest untuk keluar dari tempat penyekapan. Bisa saja saat ini dia berada di sekeliling kita dan mengawasi kita dengan ketat," ucap Xander.
Xander dan rombongan tiba di sebuah terminal bus yang cukup ramai dengan turis, para pedagang dan orang lokal. Matahari tampak terik bersinar. Tempat ini sudah cukup dekat dengan perbukitan. Terdapat beberapa tangga dan kereta gantung yang akan mengantarkan wisatawan untuk sampai ke sana.
Xander, Govin, dan Miguel berada dalam satu tim, sedang Mikael dan keenam pengawal lain membentuk dua kelompok yang kemudian bergerak ke bagian kiri dan kanan. Mereka akan bergabung dengan pengawal lain yang sudah lebih dahulu berjaga.
Xander, Govin, dan Miguel berjalan menaiki bukit melalui tangga. Nyaris di sepanjang jalan mereka menemukan pedagang yang menjajakan barang jualan. Mereka memasuki satu per satu jalan kecil dengan berpura-pura mengambil foto dan bertanya pada warga lokal mengenai barang dagangan mereka. Sayangnya, mereka belum mendapatkan informasi apapun, begitupun dengan kelompok lain, setelah hampir satu jam lamanya berada di dekat bukit.
Xander, Govin, dan Miguel sudah berada di bukit yang merupakan tempat menghilangnya Ryder dan satu pengawal. Sejauh mata memandang, tidak ditemukan keanehan apa pun di sekitar sini. Semuanya tampak begitu normal.
Xander meneropong bukit paling atas. "Padahal aku sudah sedekat ini, tapi kenapa aku masih belum menemukanmu, Evan Krest. Dimana kau bersembunyi?"
Xander berjalan-jalan di sekitar bukit dengan diikuti oleh Govin dan Miguel dari jarak agak jauh. Ia beristirahat di bawah sebuah pohon dengan tatapan yang mengawasi sekeliling di balik kacamata hitamnya. Beberapa warga tampak hilir mudik menaiki dan menuruni bukit melalui tangga. Mendongak ke atas, beberapa kereta gantung tampak melewati pepohonan dan bukit dengan kecepatan sedang.
Sesuai dengan informasi dari pengawal yang sudah berada di tempat ini lebih dulu. Tidak ada warga yang bernama Evan Krest. Selain itu, tidak ada juga warga yang merupakan pindahan dari negara Vistoria.
"Sepertinya aku harus menunggu hingga malam tiba untuk kau muncul, Evan Krest," gumam Xander seraya bangkit dari kursi.
Langit akhirnya bersolek jingga. Aktivitas warga lokal dan para turis cukup sibuk ketika malam akan tiba. Kumpulan burung tampak berterbangan di langit, disusul oleh munculnya serangga malam.
Xander tengah berjalan seorang diri di balik keramaian. Ia berpura-pura menelpon seseorang dan mengatakan jika dirinya terpisah dari rombongan turis hingga menarik beberapa orang di sekitarnya.
"Baiklah, aku akan mencari penginapan di sekitar sini. Kita akan bertemu kembali di pelabuhan esok hari." Xander memasukkan telepon ke dalam saku celana, mengawasi keadaan sekeliling.
Govin dan Miguel masih mengawasinya, begitupun dengan para pengawal lain.
Xander bertanya pada beberapa orang mengenai penginapan terdekat. Sayangnya, semuanya sudah disewa oleh para wisatawan.
Xander berjalan hingga ke pinggiran bukit, duduk di kursi, berpura-pura menelpon. Matahari sudah sepenuhnya terbenam dan malam sudah menguasai langit. Keadaan sudah cukup sepi dibanding sore tadi.
"Permisi, Tuan. Aku mendengar jika kau sedang mencari penginapan." Seorang pria kisaran tiga puluh tahunan muncul dari samping Xander.
"Kau benar." Xander berdiri. "Apa kau memiliki penginapan yang masih kosong?"
"Kebetulan sekali aku memiliki kamar kosong di rumahku. Kau bisa menggunakannya sebagai tempat beristirahat. Aku juga akan menyediakan makan malam dan tempat berendam untukmu. Hanya saja, tempatnya agak jauh sini. Kita harus menaiki tangga untuk sampai kesana. Jika kau setuju, aku akan mengantarmu ke sana."
"Baiklah, aku setuju. Aku sudah sangat lelah setelah berjalan-jalan seharian. Tolong antarkan aku secepatnya ke sana."
"Baik. Tolong ikuti aku, Tuan." Pria berbaju hitam itu berjalan lebih dahulu, menunjuk sebuah tangga di pinggiran tebing.
Xander mendongak dan melihat sebuah titik cahaya di sana. Ia mulai mengikuti pria itu.
"Dari cara bicaramu kau sepertinya berasal dari Vistoria. Apa kau baru pertama kali mengunjungi pulau Tuzon, Tuan?" tanya pria itu seraya menoleh singkat pada Xander.
"Aku memang berasal dari Vistoria. Aku pertama kali mendengar tempat ini dari saudaraku. Dia mengatakan kalau dia sedang berada di pulau Tuzon. Dia juga mengatakan kalau pulau Tuzon adalah tempat yang luar biasa. Tanpa pikir panjang, aku segera pergi ke tempat ini. Sayangnya, sejak kemarin saudaraku tidak memberiku kabar apa pun. Selain itu, aku juga terpisah dari rombonganku karena terlalu asyik berjalan-jalan seorang diri. Sepertinya saudaraku mengerjaiku atau mungkin saja dia menghilang karena diculik seseorang." Xander pura-pura tertawa.
Pria itu melirik Xander sesaat. "Pulau Tuzon adalah tempat yang aman untuk wisatawan. Hal ini dibuktikan dengan catatan kriminal yang nyaris tidak ada. Aku pikir saudaramu sedang mengerjaimu, Tuan."
"Sepertinya saudaraku memang sedang mengerjaiku." Xander kembali tertawa, menggaruk rambut yang tidak gatal.
Xander dan pria itu berjalan hingga tiba di sebuah bangunan kayu berlantai dua yang tempatnya agak jauh dari rumah lain.
"Kita sudah sampai, Tuan." Pria itu memasuki rumah lebih dahulu.
Xander segera memasuki rumah, mengamati dekorasi yang tertata dengan cukup baik.
#✌️✌️✌️
cepat² di up nya min
#makan2