MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Terbangun karena cekikan yang membuatnya susah bernapas. Athena mendapati dirinya ternyata masuk ke dalam novel yang dia baca sebelum dia tidur. Ternyata dia menjadi seorang pemeran antagonis yang lemah dan manja yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan dirinya.
Bisakah Athena bertahan di dunia yang asing itu baginya? bagaimana caranya dia kembali? apa saja dia temui di sana? adakah cinta yang mengubah dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Wanita yang sedang mensturasi memang sedikit menyeramkan.
“Tidak, aku tidak ingin memanggilmu Kakak,” ujar Axcel dengan wajah yang tampak merah malu-malu dengan apa yang dilakukan oleh Athena. Axcel tahu Athena hanya ingin menjahilinya. Tapi dia tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri.
“Ha? Kenapa kau tidak mau memanggilku kakak?” tanya Athena yang mengerutkan dahinya. Akhirnya dia menjauhkan diri dan wajahnya dari Axcel yang membuat Axcel jadi kembali bisa melihat wanita itu.
“Aku hanya tidak ingin memanggilmu begitu.”
“Tidak bisa! Mulai saat ini kau harus memanggilku kakak, coba ayo panggil kakak, pasti akan sangat imut.” Athena kembali menjahili Axcel. Ingin mencubit pipinya lagi tapi ingat wajah Axcel sekarang sedang terluka, jadi dia menggantikannya dengan mencubit lengan atas Axcel yang tentunya langsung meringis kesakitan. Cubitannya Athena memang tak pernah main-main, sekuat tenaga melampiaskan rasa gemasnya.
“Tidak, aku tidak ingin,” ujar Axcel yang merasa tidak akan mau memanggil Athena sebagai kakak.
“Beri aku alasan kenapa kau tidak ingin memanggilku kakak, jika alasannya masuk akal maka aku akan berhenti memaksamu untuk memanggil aku kakak,” tanya Athena.
“Itu karena di umur asliku, aku lebih tua dari pada umurmu sekarang, yang harusnya disebut kakak adalah diriku,” ujar Axcel menatap Athena dengan serius.
Athena terdiam sejenak dan seolah menganalisa apa yang dikatakan oleh Axcel. “Tidak! Tetap saja saat ini kau haru memanggilku kakak.”
“Kenapa?”
“Karena saat ini kau terperangkap dalam tubuh bocah. Walaupun kau merasa umur mu lebih tua dari pada umurku. Tapi sekarang kau hanya seperti anak berumur sembilan atau sepuluh tahun. Jadi kau tetap harus memanggilku kakak. Akan sangat aneh jika kita di luar dan tiba-tiba ada yang mendengar aku memanggilmu kakak, padahal tubuhmu masih pendek seperti itu,” alasan Athena lagi tidak terima. Mendengar kata-kata itu Axcel melihat tubuhnya. Tingginya memang hanya setengah dari Athena.
“Tidak, tetap saja umurku lebih tua darimu. Ada orang yang tubuhnya pendek tapi usianya sudah tua dan mereka tetap memanggilnya sesuai dengan umur mereka.” Axcel menggelengkan kepalanya. Tanda tidak setuju. Baginya tubuhnya saja yang kecil tapi tetap saja dia adalah seorang pria dewasa yang lebih tua dari Athena.
“Ayolah! Ayo coba dulu panggil aku kakak, adik kecil.”
Axcel menjawab dengan gelengan kepalanya kembali.
“Axcel! Ayo panggil aku kakak! jika tidak aku tidak akan mengobatimu, ayo panggil aku kakak!” ujar Athena yang mulai mengancam Axcel karena bocah ini tidak ingin mengikuti perkataannya. Axcel hanya mengerutkan dahinya melihat tingkah Athena. Dia menggeleng hanya menggelengkan kepalanya tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat kelakuan Athena.
“Baiklah, kakak,” ujar Axcel malas.
“Nah, begitu kan kau begitu manis. Mulai sekarang kau harus memanggilku kakek. Kalau tidak, ingat hanya aku yang bisa menyebuhkanmu. Jadi jangan macam-macam. Sudahlah aku ingin ke kamar,” ujar Athena senang karena keinginannya sudah diikuti oleh Axcel. Athena begitu bahagia sampai dia begitu girang. Lagi-lagi Axcel hanya mengerutkan dahi melihat tingkah Athena. Wanita jika sedang menstruasi memang tidak bisa ditebak dan sedikit mengerikan.
****
Di sisi lain, pengambilan nilai piano sedang berlangsung di kampus. Awalanya Arabella masih khawatir bahwa Athena akan datang tapi setelah menunggu beberapa lama akhirnya Arabella merasa tenang karena tidak melihat Athena sama sekali.
“Jangan terlalu gugup, dia tidak akan datang. Lagipula kalau dia datang Ayah yakin dia pasti tidak akan bisa sebaik dirimu,” ujar Jullian.
“Ya, tapi dia bisa saja datang kembali. Ayah tahu bagaimana kan sifat Athena. Dia bisa tiba-tiba berubah pikiran,” ujar Arabella tampak manja pada ayahnya.
“Kau tidak perlu takut. Ayah sudah mengaturnya. Para juri akan memberikanmu nilai yang tinggi padanya. Jadi kau tidak perlu khawatir. Dia pasti akan memilih dirinya,” ujar Jullian dengan senyuman untuk membuat anaknya tenang.
“Baiklah Ayah,” ujar Arabella kembali tersenyum tenang mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya. Arabella menjadi semakin senang setelah mendengar permainan peserta yang lainnya. Dia merasa tidak ada orang yang bisa menandinginya di sini.
“Nona Arabella, setelah ini adalah giliran Anda,” ujar seorang yang bertugas mengabsen para mahasiswa yang mengikuti pengambilan nilai piano ini.
“Oh, baiklah. Ehm, apakah ada orang lain yang mendaftar setelah aku?” tanya Arabella lagi.
“Eh, Anda adalah mahasiswa terakhir yang mengikuti pengambilan nilai ini,” ujar orang itu lagi melihat daftarnya.
Arabella langsung mengulas senyum manis. Tentu saja hal itu sudah memastikan bahwa Athena benar-benar menepati kata-katanya bahwa dia tidak mengikuti pengambilan nilai ini. Arabella akhirnya merasa lega.
“Nona Arabella, silahkan naik ke atas,” ujar pria itu lagi ketika pemainan piano sebelumnya selesai.
“Semangat!” ujar Jullian pada anaknya. Arabella menarik napasnya dan segera berjalan ke atas panggung dengan gayanya yang sangat percaya diri. Arabella merasa sangat percaya diri akan kemampuannya. Arabella juga tahu bahwa Edward sekaran sedang bersembunyi di ruangan sebelah untuk mendengarkan permainan dari para mahasiswa yang ditunjuk. Jadi Arabella merasa begitu yakin bahwa Edward nantinya pasti akan memilih dirinya.
“Selamat siang, nama saya Arabella,” salam Arabella pada tiga juri pengambil nilai piano. Arabella mengucapkannya jelas dan cukup besar agar Edward di ruangan sebelah bisa mendengar namanya.
“Silakan langsung untuk memainkan pianonya,” ujar salah satu juri yang ada di sana.
“Baik,” ujar Arabella.
Arabella langsung melangkah ke arah grand piano yang ada di tengah panggung itu. Dia segera duduk di kursi kecilnya. Meletakkan jari jemarinya di atas tuts piano. Arabella menarik napasnya dalam sambil menyunggingkan senyumannya. Begitu yakin Edward pasti akan terpukau dengan permainannya.
Arabella langsung memulai permainannya. Jari jemarinya menari dengan lincah di atas tuts piano itu. Arabella begitu yakin dan percaya diri dengan kemampuannya dalam bermain piano dan memang kemampuan Arabella sangat baik, tapi Edward yang berada di ruangan sebelah malah menautkan alisnya saat mendengarkan permainan Arabella.
Bagi orang pada umumnya, kemampuan Arabella memanglah sudah sangat baik, alunan lagu yang dia buat pastilah membuat orang merasa terbuai. Tapi bagi seorang Edward yang begitu mencintai piano dan tahu jelas bagaimana permainan yang sangat baik, permainan Arabella terasa biasa saja malah cenderung standar.
Arabella memang bisa memainkan lagu yang sedang dia bawakan dengan baik. Tapi Edward tidak bisa mengerti arti dari lagu tersebut dan perasaan seperti apa yang ingin disampaikan oleh Arabella melalui alunan melodinya.
Tak perlu waktu lama, Edward langsung mengirimkan pesan pada salah satu juri yang ada di sana. Isi pesan menyatakan bahwa Edward juga tidak memilih Arabella. Setelah itu Edward langsung memasukkan ponselnya dan berjalan ke arah jendela dan berniat untuk pergi dengan melompati jendela. Dia tidak bisa menemukan orang yang cocok bermain piano dengan dirinya.
...****************...
maaf lm up kak, LG sakit jd maaf kalo banyak typo
ada apakah dengan kak author kok lama up nya