NovelToon NovelToon
Kanvas Hati

Kanvas Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ramadhan

Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22.

Detik demi detik waktu terus berlalu. Malam kian terus merambat. Dua hati yang kini telah saling menerima segala perbedaan di antara mereka. Sisa-sisa percintaan mereka seakan menambah hangat dan intimnya suasana dalam peraduan.

“Kamu tidak lelah dan mengantuk?” tanya Fandy ketika mereka sudah berbaring lagi sambil berpelukan.

Cyra menggeleng. “Tidak Bang, paling besok saat di kantor baru terasa kantuknya.”

“Aku suka saat kita begini. Tidur berdua berpelukan sambil bercerita apa saja, tidak hanya aktifitas ranjang semata,” tambahnya.

“Kamu yakin tidak mau lanjut tidur lagi?” tanya Fandy ingin memastikan.

Cyra mengangguk yakin. “Iya... kita seperti ini saja dulu.”

Fandy tersenyum. “Baiklah, tapi jika aku mau kita menyatu lagi apa kamu keberatan?”

Cyra meringis, wajahnya menyiratkan rasa tidak percaya. Suaminya itu benar-benar ingin membuktikan ucapan sebelumnya. Tidur bukan hanya sekedar tidur hingga pagi tiba. 

“Dasar mesum kamu Bang,” ejeknya sambil tertawa pelan.

“Hehehe… mesum hanya ke kamu itu udah paling benar istriku,” gurauan Fandy itu membuat Cyra ikut tertawa.

“Oh iya… pesanku satu hal. Nanti saat kamu bertemu langsung sama pelangganku di Bandung, tolong bersikap sewajarnya saja.”

“Maksudmu sewajarnya gimana?’

“Jangan menampakkan cemburumu padanya. Percaya dan yakin saja sama aku, hati ini untukmu dan udah mentok banget di kamu,” kata Fandy sambil senyum-senyum.

“Oh… begitu ya. Oke nanti aku coba. Tapi masa sih hati kamu udah mentok banget di aku, bukannya bisa belok kapan saja?”

“Jangan sampai dong. Kamu harus percaya sama aku. Kalau bisa jagain deh hati ini dan dikasih tanda, hak milik Cyra Ramanda.” Fandy lalu tertawa antara jujur dan gombal ke istrinya.

Cyra tertawa lepas akhirnya, setelah sedari tadi berusaha menahan tawanya. “Hahaha… ya udah. Nanti hatimu aku kasih tanda kepemilikan, awas aja kalau sampai di lepas ke lain hati!”

Keduanya tertawa ceria bersama. Saling bercerita tentang hal apa saja. Bagi mereka pillow talk itu juga penting selain aktivitas intim pastinya.

Waktu terus bergerak, denting jam seiring menemani keduanya, satu jam lebih mereka berbincang diselingi tawa canda. 

Rasa kantuk seakan menghilang, hanya rasa bahagia dan nyaman yang mereka dapat satu sama lain. Bahagia itu sederhana, saling tulus menyayangi dan bersikap apa adanya.

“Cyra… kalau kita menyatu lagi sekarang boleh,” bisik Fandy seraya menatap hasrat istrinya.

Cyra mengangguk patuh dan tersenyum. “Boleh bang, akupun mau.”

Ternyata tubuh keduanya masih sama-sama polos. Keduanya tadi berbaring lagi hanya ditutupi dengan selimut tebal. Memudahkan Fandy bergerak memulai lagi penyatuan mereka.

Fandy menyingkap selimut yang menutupi keduanya. Kini dia berada di atas tubuh Cyra. Mata keduanya saling menatap penuh hasrat.

Diusap lembut rambut hitam Cyra, lalu dia sentuh wajah cantiknya. “Kamu selalu cantik Cyra, lebih cantik lagi saat polos seperti ini,” jujurnya.

Cyra tersipu malu dan langsung menutup wajah dengan kedua tangannya. “Abang gombal terus deh,” keluhnya merasa malu lama-lama.

“Jujur aku lho. Aku mengagumimu sejak awal kita bertemu sebelumnya. Aku lihat kamu seperti artis turki kala itu,” ungkapnya.

“Masa sih! Tidak percaya aku Bang,” bantah Cyra.

“Serius… sumpah. Kecantikanmu mengalihkan duniaku,” kata Fandy seraya menciumi area wajah Cyra tanpa henti.

Cyra merasa geli dibuatnya. “Aku juga suka wajah tampan dan tubuhmu yang agak berotot ini Bang,” ucap Cyra sambil membelai wajah dan tubuh Fandy yang di atasnya kini.

Fandy tidak berkata lagi, mulut dan tangannya mulai bergerak aktif. Menyusuri setiap lekuk tubuh indah istrinya. 

“Cup… cup… hmm… hmm,” suara kecupan dan desahan keduanya makin jelas terdengar.

“Cyra…cup… muahhh, semua yang ada di tubuhmu aku suka dan makin membuatku candu.” Fandy terus menciumi leher, dada Cyra dan bibirnya dengan intens.

Cyra membalas Fandy tanpa ragu, dilumatnya bibir Fandy sambil memeluk dengan erat. “Hmm…mmmh, bibir Abang aku juga menyukainya,” keduanya saling memuji disela-sela ciuman mereka.

Bibir Fandy lalu turun perlahan, menciumi setiap jengkal tubuh Cyra. Saat berada di dadanya mulut Fandy mencium dan menghisap dengan kuat. “Ahh…Abang,” desah Cyra nikmat seraya meremas rambut Fandy.

Cyra makin menarik kepala Fandy untuk terus memanjakan dadanya, hasratnya makin meningkat. Tangan dan mulut Fandy aktif bergerak, meremas lembut dan menyesap dadanya dengan kuat tanpa henti.

Kini mulut Fandy sudah berada di area intim Cyra. Dicium dan diisapnya tanpa ragu, Fandy ingin memanjakan istrinya sampai puas. Dia sangat suka melihat reaksi tubuh Cyra saat mendapat pelepasannya.

Tak lama kemudian, punggung Cyra terangkat. Tubuhnya bergetar hebat, matanya terpejam, napasnya terengah-engah seakan gelombang dahsyat menerpanya. “Abang… aku… aku sampai.”

Fandy tersenyum bangga, lalu mengecup kening dan bibir tipis Cyra. “Kamu terlihat sangat cantik saat seperti ini.”

Cyra balas mengecup kening dan juga bibir Fandy. “Abang mau aku gantian memanjakan milikmu?”

Fandy menggeleng. “Tidak usah cantik, aku ingin segera menyatu denganmu,” katanya seraya mengarahkan miliknya ke dalam milik Cyra yang sudah basah dan siap menerima.

Keduanya sudah saling menyatu tanpa banyak kata. Desah napas keduanya memburu, milik Fandy terus menekan dengan intens. Mereka saling bergerak dan berciuman mesra. Fandy menekan miliknya dengan lembut agar Cyra tidak merasa sakit.

Satu jam lebih mereka aktif bergerak memacu gairah yang makin membuncah, terus bergerak hingga menuju puncak nirwana. “Abang… mmmh… ahh… aku mau sampai lagi.”

“Tahan sebentar ya, aku sedikit lagi,” pinta Fandy sambil terus menekan.

Fandy terus memacu dirinya seraya berciuman dengan Cyra. “Ahh… Cyraku yang cantik, aku… akupun sampai.” Fandy menyandarkan kepalanya di dada Cyra setelah pelepasan akhirnya.

“Kamu belahan hatiku Cyra, rasa sayangku padamu semakin besar setiap harinya,” ucap Fandy lirih.

Cyra merespon dengan memeluk erat tubuh Fandy, dia cium kening Fandy berkali-kali. “Akupun sama sepertimu, jangan pernah duakan dan tinggalkan aku Bang,” mohonnya.

“Tidak akan pernah, tolong ingat dan pegang kata-kataku ini!”

Cyra tak ingin bicara lagi, hanya memeluk erat suaminya dan berharap kasih sayang mereka terus tumbuh di setiap waktu.

***

Fajar menyingsing pertanda pagi mulai tiba. Pasangan ini masih betah berpelukan dalam hangatnya selimut.

Fandy terbangun lebih dulu. Dia tatap lama wajah cantik istrinya. Setelah puas menatap, lalu dia kecup lama kening dan wajah Cyra sampai istrinya bangun karena merasa geli.

“Selamat pagi istriku yang cantik,” sapa Fandy sambil mencium bibir Cyra yang agak bengkak karena ulahnya.

“Selamat pagi juga suami tampanku,” balas Cyra dengan senyum seraya membelai wajah Fandy.

“Aku mandi lebih dulu boleh? Apa mau berdua saja bagaimana?”

Cyra terdiam sesaat. “Hmm… peluk aku lagi Bang, terus nanti yang mandi duluan kamu.”

Fandy tersenyum dan tak ingin menolak. “Baiklah, aku ikut apa maumu,” katanya seraya meraih tubuh Cyra lagi dalam pelukannya.

Mereka ingin menikmati kebersamaan ini lebih lama lagi, karena sebentar lagi akan berpisah di antara jarak dan waktu. Setelah cukup lama dan puas memeluk, akhirnya keduanya saling melepas pelukannya.

Tak lama kemudian, suami istri itu sudah selesai mandi dan berpakaian. Cyra meminta Fandy sarapan dengannya lebih dulu sebelum pulang.

“Bang… gendong aku ke bawah boleh? Masih lelah enggak?

Fandy menggeleng. “Boleh banget dong. Untukmu tidak akan ada kata lelah.”

Fandy dengan sigap meraih tubuh ramping Cyra dan digendong depan menghadapnya. “Cantik banget kamu kalau sudah berpakaian kerja begini,” pujinya.

Cyra menyandarkan kepala di dada Fandy. “Oh... jika selain pakaian kerja berarti aku jelek dong,” protesnya.

Fandy menggeleng. “Bukan begitu, kamu selalu cantik memakai pakaian apapun. Lebih cantik lagi kalau polos,” bisik Fandy mesum.

Spontan Cyra mencubit gemas Fandy. “Dasar kamu mesum terus,” omelnya sambil cemberut.

“Aduh… sakit ini cantik. Aku mesum tapi kamu sayang, kan?”

Cyra mengangguk yakin. “Sayang banget biar kamu mesum juga… hehehe,” candanya sambil tertawa.

Fandy ikut tertawa. “Sama dong sayangnya kita kalau begitu.”

Keduanya kini sudah duduk di meja makan dan mengambil sarapan yang telah disediakan mbok Inah.

“Silahkan dimulai sarapannya Non Cyra dan Den Fandy, Mbok tinggal ke belakang dulu. Permisi,” pamit mbok Inah.

“Terima kasih Mbok, nanti sarapan juga ya setelah kita selesai,” balas Cyra dan Mbok hanya mengangguk lalu berlalu.

Selesai sarapan keduanya bersiap dan menuju kendaraannya masing-masing. Fandy meraih tubuh Cyra dulu sebelum ke motornya.

Dipeluknya erat Cyra, dia hirup dalam-dalam aroma tubuh Cyra yang selalu wangi dan menenangkannya. “Cup… cup... hmm… ummm.” Fandy kecup dan lumat lagi bibirnya Cyra.

Sepuluh menit lamanya mereka berciuman dan berpelukan sangat mesra. “Cup… cup… muahhh,” Cyra mengakhiri lebih dulu ciuman mereka.

“Abang ihh… enggak bosan apa kita ciuman terus,” gerutunya.

“Enggak dong, candu banget bibirmu itu soalnya.”

Keduanya saling tertawa. Fandy lalu melepaskan pelukannya. “Kalau jadi menyusul ke Bandung kabari aku ya.”

Cyra mengangguk. “Iya Bang pasti aku kabari dulu, kamu hati-hati di jalan. Jaga diri dan hatimu hanya untukku ok!”

“Oke cantik… siap laksanakan, aku duluan ya,” pamit Fandy.

Fandy dengan motornya melaju keluar dari rumah mewah itu. Sedangkan Cyra masih duduk di kursi kemudi menatap suaminya yang pergi lebih dulu. 

Tiba-tiba Cyra merasa gelisah, jantungnya berdegup kencang. “Pertanda apa ini? Semoga tidak ada sesuatu yang terjadi sama bang Fandy,” batinnya.

1
Syahril Salman
semangat lanjut kakak 💪😍
Syahril Salman: sama2 kak😍
total 2 replies
Mericy Setyaningrum
Romantis ceritanya ya Kak
Lia Ramadhan 😇😘: makasih banget kak untuk supportnya🙏🤗
total 3 replies
Syahril Salman
jadi tambah bagus kak covernya 😍👍
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Syahril Salman
Ceritanya bagus, simple dan mudah dimengerti. Saya suka karakter Fandy yang berkomitmen, padahal belum mengenal Cyra lebih jauh tetapi berani memutuskan akan menikahinya.
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak untuk ulasan positifnya🙏
total 1 replies
Syahril Salman
lanjutkan kk ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!