Arion adalah segalanya yang diinginkan setiap wanita dan ditakuti setiap pria di kampus. Tampan, karismatik, dan pemimpin Klan Garuda yang tak terkalahkan, ia menjalani hidup di atas panggung kekuasaan, di mana setiap wanita adalah mainannya, dan setiap pertarungan adalah pembuktian dominasinya. Namun, di balik pesona mautnya, tersembunyi kekosongan dan naluri brutal yang siap meledak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dnnniiiii25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Sisa lipstik merah Violet yang menempel di bibir Arion terasa seperti cap pengkhianatan yang tak terhapuskan.
Sebuah janji yang ia bisikkan pada Luna di bawah pohon beringin seolah menguap, tergantikan oleh sensasi familiar dari hasrat lama.
Setiap langkah menjauh dari studio musik adalah langkah yang menjauhkannya dari masa lalu, namun juga langkah yang mendekatkannya pada sebuah perangkap baru, Perangkap hatinya sendiri.
Puisi-puisi Adam, Klub rahasia, Kematian kedua di kampus, Semua itu adalah potongan teka-teki yang jauh lebih besar dari sekadar perkelahian geng.
Arion tahu ia harus bergerak cepat, sebelum kebenaran terkubur, atau sebelum ia sendiri terkubur dalam labirin godaan yang ia ciptakan. Ia merasa ada yang berubah dalam dirinya, namun godaan adalah kekuatan lama yang sulit ia tanggalkan, dan itu akan kembali menghantuinya.
Besoknya, Arion bertemu Kenzie di tempat rahasia mereka, sebuah gudang tua yang jarang digunakan di ujung kampus.
Arion menceritakan apa yang ia dapatkan dari Violet, Ia mencoba terdengar obyektif, namun ada nada yang tidak biasa dalam suaranya.
"Klub rahasia? Petinggi kampus?" Kenzie terkejut "Ini gila Dion, Ini bukan cuma soal kita vs Serigala Hitam lagi, Ini sudah kejahatan kerah putih"
"Tepat" Arion mengangguk, rahangnya mengeras, "Dan Adam punya buktinya, Mungkin dalam puisinya."
"Bagaimana kita bisa menemukannya? Polisi sudah menyita barang-barang Adam," Kenzie bertanya, sambil menuangkan air mineral untuk mereka.
"Aku akan menghubungi Adrian, Dia punya akses ke catatan kampus," Arion langsung mengeluarkan ponselnya, memutar nomor.
ADRIAN (20, mahasiswa IT, anggota Garuda yang jago meretas sistem kampus).
"Adrian, aku butuh bantuanmu." ucap Arion, Adrian yang dikenal sebagai hacker handal Klan Garuda, segera merespons.
"Ada apa bos? Ada data yang perlu dihack?"
"Aku butuh semua informasi tentang Adam, Kelas, loker, alamat asrama, Dan cari tahu di mana barang-barangnya disimpan setelah disita polisi" Arion menjelaskan.
"Prioritas utama apa pun yang dia tulis, terutama puisi."
"Siap bos, Beri aku waktu."
Sementara menunggu kabar dari Adrian, Arion tidak bisa berhenti memikirkan Luna, Bayangan mata Luna yang dalam dan penuh pengertian, sentuhannya yang lembut di tangannya.
Entah kenapa seperti ada rasa bersalah di hatinya, seperti seakan dia melakukan kesalahan besar dengan violet, padahal ia tahu itu memang selalu menjadi gayanya, dan kali ini dia merasa perlu setidaknya mencari Luna.
Arion mencari Luna di studio Seni Rupa, namun menemukan studio itu kosong. Ia berjalan ke arah taman kampus tempat ia pertama kali melihat Luna menggambar. Benar saja Ia menemukannya di sana, duduk di bawah pohon beringin tua, dengan buku sketsa di pangkuannya.
Namun Luna tidak menggambar, Tangannya gemetar samar, dan tatapannya kosong, jauh seolah jiwanya melayang entah ke mana, Ada jejak air mata kering di pipinya, meskipun ia berusaha menyembunyikannya, Arion merasakan sentakan di dadanya.
"Luna?" Arion memanggil pelan, suaranya dipenuhi rasa bersalah.
Luna berbalik, matanya yang gelap kini memerah, namun tetap berusaha terlihat kuat, seperti ada campuran kekecewaan, kesedihan, dan kemarahan yang samar di sana.
"Kau datang" Suaranya datar tanpa emosi.
"Aku,, aku mencari Adam" Arion mencoba mengalihkan pembicaraan, namun itu terdengar hambar bahkan di telinganya sendiri. Dia Arion, seorang playboy ulung, berusaha menjelaskan diri pada seorang wanita.
Luna tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya, penuh kepedihan.
"Mencari Adam atau mencari alasan untuk datang kepadaku setelah semalam?"
"Kau melihatnya?" Arion terdiam Ia tidak bisa berbohong pada mata itu.
Luna mengangguk perlahan, tatapannya kini menusuk Arion.
"Aku melihatnya, aku kebetulan lewat studio musik, Aku tidak sengaja tapi aku melihatmu Dengan Violet, Aku melihatmu menciumnya, Aku melihatmu meresponsnya".
Nada suaranya penuh penekanan seolah kalimat itu adalah pisau yang menghujam Arion, padahal ia tahu bahwa dirinya bukan siapa siapa Arion, tapi entah kenapa kata kata itu keluar dari mulutnya
Rasa bersalah mencengkeram Arion, Ia mendekat, ingin meraih tangan Luna, namun Luna menarik tangannya menjauh.
"Kau berjanji" Luna berbisik, suaranya pecah, "Atau setidaknya, kau membuatku percaya waktu itu"
"Aku tahu Luna, aku minta maaf, Itu kesalahan" Arion mencoba menjelaskan kata-katanya terasa hampa.
Luna menatapnya lurus. "Kesalahan? Atau kebiasaan? Mana yang benar Arion? Pertarungan itu mudah bagimu, Wanita itu mudah bagimu, Tapi apa yang sulit?"
Arion menunduk Ia tidak punya jawaban Ia adalah pria yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, namun di hadapan Luna, ia merasa telanjang dan tak berdaya.
"Aku,,,, aku tidak tahu."
"Aku tidak punya hak atas dirimu Arion, Aku tahu itu Tapi aku punya hak untuk tidak dipermainkan, Aku punya hak untuk tidak dijadikan bagian dari koleksimu", Luna berdiri, buku sketsanya terjatuh ke tanah
"Kau berbeda Luna, Kau bukan bagian dari koleksi", Arion melangkah mendekat memaksakan dirinya, Ia mengangkat tangan ingin menyentuh wajah Luna, namun Luna menghindar.
Apa yang membuatku berbeda Arion? Karena aku tidak membuka kakiku semudah mereka?".
"Karena aku tidak tergila-gila padamu seperti Clarissa dan Tania?".
"Atau karena kau melihat ada keindahan dalam kekacauan yang kau ciptakan sendiri?"Luna bertanya suaranya penuh rasa sakit.
"tidak apa Arion, kita dua orang yang baru saling kenal secara langsung, kita bukan siapa-siapa, walau aku mengagumimu, tapi aku tidak gila seperti wanita lain"
Arion merasakan tamparan emosional yang jauh lebih menyakitkan daripada pukulan Rex, Ia melihat dirinya di mata Luna, dan ia tidak menyukai apa yang ia lihat.
Tiba-tiba Ponsel Arion berdering, Adrian. Arion melirik layar lalu ke Luna.
"Aku harus pergi Luna, Adrian punya kabar tentang Adam."
"Pergi saja Arion, Lakukan apa yang harus kau lakukan, Aku akan selalu ada di sini, Menggambar kekacauan yang kau ciptakan. Mungkin suatu hari, aku akan menggambar dirimu yang lain Jika ada". Luna berbicara dan melihatnya dengan tatapan hampa.
Arion tahu ia telah menghancurkan sesuatu. Sesuatu yang rapuh dan berharga, Ia ingin tinggal, ingin menjelaskan lebih jauh, ingin memperbaiki, namun panggilan tugas memaksanya.
Dengan berat hati ia memutar tumit, meninggalkan Luna sendirian di bawah pohon beringin itu, buku sketsa tergeletak di sampingnya, menjadi saksi bisu dari hati yang terluka.
Arion bertemu Adrian di perpustakaan, Kenzie juga sudah bergabung.
"Bos, aku sudah menemukan informasi tentang Adam, Dia menyimpan beberapa barang di lokernya di perpustakaan Dan yang paling penting ada USB drive tersembunyi di bawah meja belajarnya di asrama," kata Adrian
"USB drive? Mungkin itu buktinya!" Arion berseru.
"Baik Adrian, Persiapkan orang, Kita akan bergerak malam ini."
Arion kembali memikirkan Luna, Rasa bersalahnya semakin kuat, Ia tahu ia harus membuktikan dirinya Bukan hanya kepada Luna tetapi kepada dirinya sendiri, Ini adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang benar sesuatu yang lebih besar dan baik dari perkelahian geng atau godaan wanita.
Malam itu, Arion, Kenzie, dan beberapa anggota Garuda yang paling terpercaya bergerak dalam kegelapan, Mereka menyelinap ke asrama Adam, menghindari patroli keamanan, Adrian dengan cepat berhasil membobol sistem keamanan pintu asrama.
Di dalam kamar Adam yang gelap, Arion mencari USB drive, dan ia menemukannya di bawah meja Adam, tersembunyi dengan rapi, Ia langsung mencabutnya, menyimpannya di saku jaketnya.
Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari luar "Ada yang di sana Cepat"
"Sial Kita ketahuan" Kenzie menggeram lewat HT "Rex dan Serigala Hitam, Mereka juga mencari sesuatu"
Pertarungan kembali tak terhindarkan, Arion keluar dari kamar Adam langsung berhadapan dengan Rex.
"Kau Bajingan, Apa yang kau cari di kamar Adam?" Rex berteriak, matanya merah karena marah dan duka
"Kau yang membunuhnya kan?"
"Aku mencari pembunuhnya Rex, Sama sepertimu" Arion membalas, menghindar dari pukulan Rex yang membabi buta.
Perkelahian sengit kembali terjadi di lorong asrama yang sempit, Kali ini amarah Rex lebih besar, Ia kehilangan kendali, Setiap pukulannya ditujukan untuk membunuh, Arion harus mengerahkan semua kemampuannya untuk bertahan.
Di tengah perkelahian, Arion melihat beberapa mahasiswi penghuni asrama yang baru pulang, terkejut dan ketakutan melihat perkelahian itu, Salah satu dari mereka.
MIA (19 mahasiswi Sastra, cantik dan vokal), berteriak memaki Arion dan Rex, Arion sekilas menatap Mia, ekspresi jijik di wajahnya mengingatkannya pada pandangan yang dulu pernah ia abaikan, Namun kini ia merasa berbeda, ia tidak ingin terlihat seperti itu di mata siapa pun lagi, terutama setelah interaksinya dengan Luna.
Arion berhasil mendesak Rex ke dinding "Bukan aku pelakunya Rex, Pikirkan Mengapa aku membunuh anggota gengmu? Aku bukan orangnya"
Rex tidak mendengarkan, Ia menyembunyikan sebuah pisau lipat di balik punggungnya, Arion melihat kilat logam itu.
"Sial" Kenzie berteriak melihat pisau di tangan Rex.
Pada saat yang sama sirene keamanan asrama meraung, Alarm tanda bahaya berbunyi.
Rex terpaksa mundur, namun ia sempat menggores lengan Arion dengan pisaunya, meninggalkan luka dangkal namun menyakitkan.
"Ini belum berakhir Arion, Aku akan menemukan pembunuh Adam, dan jika itu kau, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri" Rex dan anak buahnya melarikan diri.
Arion memegang lengannya yang berdarah, Kenzie segera mendekat.
"Kau baik-baik saja Dion?"
"Aku baik" Arion mendesis Ia melihat USB drive masih aman di sakunya Mereka harus pergi.
Arion dan Kenzie melarikan diri dari asrama dan melompat pagar belakang, Arion merasakan denyutan di lengannya, tapi yang lebih mengganggu adalah denyutan di hatinya.
Kekacauan, bahaya, dan bayangan Luna yang terluka, Ia tahu ia harus membuka USB drive itu Dan ia tahu ia harus memilih, Kali ini ia harus memilih dengan benar, Demi Luna dan demi dirinya sendiri.