NovelToon NovelToon
Akad Yang Tak Kuinginkan

Akad Yang Tak Kuinginkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Nikah Kontrak
Popularitas:15.7k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Jingga Nayara tidak pernah membayangkan hidupnya akan hancur hanya karena satu malam. Malam ketika bosnya sendiri, Savero Pradipta dalam keadaan mabuk, memperkosanya. Demi menutup aib, pernikahan kilat pun dipaksakan. Tanpa pesta, tanpa restu hati, hanya akad dingin di rumah besar yang asing.

Bagi Jingga, Savero bukan suami, ia adalah luka. Bagi Savero, Jingga bukan istri, ia adalah konsekuensi dari khilaf yang tak bisa dihapus. Dua hati yang sama-sama terluka kini tinggal di bawah satu atap. Pertengkaran jadi keseharian, sinis dan kebencian jadi bahasa cinta mereka yang pahit.

Tapi takdir selalu punya cara mengejek. Di balik benci, ada ruang kosong yang diam-diam mulai terisi. Pertanyaannya, mungkinkah luka sebesar itu bisa berubah menjadi cinta? Atau justru akan menghancurkan mereka berdua selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trauma dan Masa Depan.

Kafetaria kantor sore itu masih ramai. Suara gelas beradu, bunyi sendok mengaduk kopi, bercampur dengan tawa karyawan yang baru saja keluar dari jam kerja. Aroma kopi hitam pekat menyelimuti ruangan, bercampur dengan wangi butter dari croissant yang baru keluar oven.

Di salah satu sudut dekat jendela kaca besar, Jingga sudah duduk dengan wajah sumringah. Ia memainkan sedotan plastik di gelas es cappuccino-nya, sambil sesekali menggerakkan bahu mengikuti lagu pop yang samar terdengar dari speaker kafe.

“Maaf ya, lama?” suara Mahesa terdengar dari belakang. Ia datang sambil menenteng dua paper bag berisi camilan.

Jingga langsung melambai dengan ekspresi ceria. “Nggak, kok. Aku udah akrab sama sedotan ini, tuh liat… “ ia pura-pura bikin sedotan itu berdiri tegak lalu jatuh ke meja. “Dia udah jatuh cinta sama aku.”

Mahesa menggeleng sambil duduk, menaruh paper bag. “Kamu itu bisa banget bikin hal sepele jadi drama.”

“Biar hidup nggak boring, Mas. Lagian aku kan stand-up comedian terselubung.” Jingga menyeringai, lalu mengambil satu paper bag. “Ini apa?”

“Donat isi cokelat. Tadi lewat toko donat, terus aku ingat kalau kamu suka.”

Jingga langsung menepuk tangan. “Yes! Donat adalah jodoh sejati! Tapi jangan khawatir, Mas, aku nggak akan ninggalin kamu cuma karena donat.”

Mahesa tersenyum kecil, menatap gadis itu dengan mata yang jelas penuh sayang. Lalu ia berdehem. “Ngomong-ngomong, aku mau nanya sesuatu yang agak serius.”

“Wah, serem banget nadanya. Jangan bilang mau ngajak aku gabung MLM, ya.”

Mahesa terkekeh. “Bukan. Aku cuma… aku ingin tahu, kapan aku bisa ketemu sama orang tuamu? Aku ingin resmi, Jingga. Aku serius sama kamu.”

Jingga yang tadinya sudah mengunyah donat langsung berhenti sejenak. Ia memandang Mahesa, lalu mencoba tersenyum lagi meski sorot matanya meredup. “Ehmm… Mas… kalau ketemu orang tuaku… kayaknya… belum bisa sekarang.”

“Kenapa?” Mahesa mendesak lembut. “Aku pikir, kalau memang kita sama-sama serius, harusnya nggak ada yang perlu ditunda.”

Jingga menggigit bibir. Dalam hatinya bergemuruh. Ia tahu Mahesa tulus, ia tahu pria itu ingin masa depan jelas. Tapi bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ia memperkenalkan Mahesa, sedang ia sudah berstatus istri orang… meski pernikahan itu terjadi tanpa restu hatinya, dengan luka yang masih segar di tubuh dan jiwa.

Seandainya saja Savero, bos dingin yang tega merenggut malamnya, tidak melakukan itu, tentu hidupnya akan lain. Ia pasti sudah menjadi istri Mahesa dengan bangga, bukan begini.

“Mas…” Jingga mencoba mengatur napas. Senyum tipis kembali ia pasang, meski matanya sedikit basah. “Kalau kamu memang sayang aku, terimalah aku apa adanya. Tapi… kasih aku waktu setahun. Setahun aja. Setelah itu… kita nikah.”

Jingga ingat kontrak nikahnya dengan Savero selama setahun, artinya setahun lagi ia bebas untuk menikah dengan Mahesa. Soal statusnya yang janda nanti, akan Jingga jelaskan pelan-pelan. Ia yakin Mahesa akan menerimanya.

Mahesa terdiam, menatap wajah ceria yang kini mulai diselimuti kegelisahan. “Setahun?” ia mengulang pelan.

Jingga buru-buru menambahkan, “Iya, Mas. Anggap aja setahun itu periode uji coba. Kayak… KPR rumah kan ada masa tenor. Nah, hubungan kita juga ada tenor. Satu tahun lagi, langsung akad.”

Celetukan itu berhasil membuat Mahesa tersenyum samar. “Kamu memang… selalu bisa bikin hal berat terdengar ringan.”

“Karena aku anaknya positif thinking. Kalau galau terus, bisa-bisa aku berubah jadi sinetron striping yang tiap episode isinya cuma nangis.”

Mahesa akhirnya menghela napas. “Baiklah. Satu tahun. Tapi jangan mundur lagi, ya.”

Jingga mengacungkan jari kelingking. “Janji. Pinky promise.”

Mereka pun saling mengaitkan jari kelingking, lalu tertawa kecil. Suasana yang sempat tegang kembali mencair.

Setelah obrolan serius itu, Mahesa menyinggung soal setoran tabungan Jingga. “Ngomong-ngomong, kamu udah bawa uangnya?”

Jingga mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari tasnya. “Taraaa\~ ini hasil peras keringatku. Jangan-jangan bank KPR nanti sampai bingung kenapa ada cicilan semanis ini.”

Mahesa menerima amplop itu dengan senyum hangat. “Makasih ya, sayang. Kamu udah berjuang banget buat kita.”

Jingga mengangguk mantap. “Apa pun buat masa depan kita. Aku rela, kok. Aku percaya rumah itu bakal jadi tempat paling hangat buat kita berdua. Sama buat kucing kalau nanti kita adopsi.”

Mahesa spontan terbatuk. “Eh, kucing?”

“Iya. Aku kan suka kucing. Lucu-lucu.”

Mahesa buru-buru menggeleng. “No, no, no. Jangan kucing.”

“Kenapa? Kamu nggak suka?”

Pria itu memandang ke arah lain. “Bukan nggak suka… tapi aku fobia kucing.”

Jingga langsung melotot, lalu menahan tawa. “Serius, Mas? Yang badannya tinggi gede gini, takut sama meong?”

Mahesa garuk kepala, agak malu. “Bukan takut… lebih ke… panik. Jadi kalau kamu bawa kucing, siap-siap aja aku lari duluan.”

Jingga ngakak sampai tepuk meja. “Astaga! Masa cowok takut sama makhluk imut dan tak berdosa itu?”

Mahesa ikut terkekeh. “Ya bukan aku aja sih… aku pernah denger, katanya Pak Savero juga fobia kucinga… dia bisa keringetan dingin cuma gara-gara ketemu kucing di parkiran.”

Jingga melongo, “Hah? Yang bener?… Pantes aja mukanya sering ditekuk. Ternyata banyak ketakutan terpendam. Kasian, ya. Dia butuh pelukan kucing imut biar sembuh.” Jingga menirukan suara kucing, membuat Mahesa makin tertawa.

“Bukan itu aja, Pak Bos katanya juga banyak fobianya. Fobia tempat sempit, fobia kotor… “

“Fobia kotor?” Ulang Jingga, pikirannya melayang, lalu senyum jahil terbit dibibirnya.

Suasana pun mencair lagi. Mereka ngobrol ringan sampai senja merayap di balik jendela kaca kafe.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sepulang kerja, Mahesa mengajak Jingga ke apartemennya. Gedung itu menjulang, lampu-lampu koridor mulai menyala. Begitu masuk, Jingga langsung menaruh tasnya di sofa, lalu menggulung lengan kemeja.

“Dapur mana, Mas? Aku mau pamer skill memasak dadakan.”

Mahesa menunjuk dapur kecil di pojok. “Kamu yakin? Jangan sampai aku jadi korban percobaan racun.”

“Tenang, Mas. Aku punya jurus rahasia, bumbu instan!” Jingga mengangkat sachet bumbu mi instan dengan gaya seperti pahlawan super.

Mahesa sampai geleng-geleng kepala, tapi membiarkannya. Ia duduk sambil memperhatikan Jingga yang sibuk di dapur. Suara panci beradu, wangi bawang putih tumis mulai mengisi apartemen.

Tak lama, mereka duduk berdua di meja makan mungil. Hidangan sederhana tersaji: nasi goreng, telur dadar, dan sop sayur.

Mahesa mencicipi. “Hm… lumayan juga.”

“Lumayan? Itu pujian apa kritik terselubung?”

“Pujian. Serius. Aku nggak nyangka kamu bisa masak seenak ini.”

Jingga tersenyum lebar, lalu pura-pura sombong. “Jangan kaget kalau nanti aku buka restoran sendiri. Namanya, Warteg Jingga… spesialis nasi goreng cinta.”

Mereka pun makan sambil bercanda. Selesai makan, Mahesa merapikan piring sementara Jingga merebahkan diri di sofa.

“Ayo nonton film horor. Aku download yang baru.” Mahesa mengangkat remote.

“Ya ampun, Mas. Kamu kan takut horor.”

“Makanya nonton sama kamu. Kalau serem, tinggal peluk kamu.”

Jingga tertawa renyah. “Alibi licik.”

Film pun diputar. Sesekali Jingga menjerit kecil pura-pura, lalu langsung menakuti Mahesa dengan menggertak “Boo!” Mahesa yang memang gampang kaget reflek memeluk Jingga erat.

“Hahaha! Mas, serius deh, kalau kamu ikut lomba penakut nasional, pasti juara satu.”

Mahesa pura-pura cemberut. “Yaudah, kalau gitu aku peluk kamu terus biar nggak takut.”

Dan benar saja, ia kembali merapatkan tubuh, memeluk Jingga erat. Gadis itu terdiam sejenak, tapi membiarkan. Hatinya hangat, karena ia tahu Mahesa tulus.

Tak lama, Mahesa menatap wajahnya, lalu mencium bibir Jingga perlahan. Awalnya Jingga kaget, tapi ia larut dalam ciuman itu. Dunia seakan berhenti, hanya ada kehangatan.

Namun ketika Mahesa mulai menidurkan tubuh Jingga di sofa, tangannya perlahan membuka kancing blus Jingga…

seketika bayangan malam kelabu itu datang. Malam ketika Savero memperkosanya tanpa ampun. Ingatan itu menghantam keras.

Jingga tersentak, matanya melebar panik. Nafasnya tercekat. Dengan kasar ia mendorong Mahesa hingga pria itu jatuh ke lantai.

“Jingga! Apa-apaan ini?” suara Mahesa meninggi, marah sekaligus bingung.

Jingga gemetaran, tubuhnya bergetar hebat. “Ma… maaf…” ia cepat-cepat merapatkan kancing blusnya. Air mata hampir jatuh. “Aku… aku belum siap…”

Mahesa berdiri, wajahnya tegang. “Belum siap? Kita sudah dua tahun pacaran, Jingga. Kita mau menikah. Apa salahnya kalau kita… melakukannya?”

Jingga menunduk. Senyumnya yang ceria sepanjang hari lenyap. “Maaf, Mas… aku belum bisa.”

Keheningan menekan ruangan. Mahesa menatap lama, rasa kesal jelas menguasainya. Tapi begitu melihat Jingga benar-benar gemetar, ia menahan diri. Napasnya berat, lalu ia duduk kembali di samping Jingga.

“Baiklah.” suaranya merendah. “Aku akan tunggu sampai kamu siap.”

Jingga menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tahu, pria di sampingnya itu begitu sabar. Tapi luka dalam dirinya masih terlalu dalam.

Dan untuk pertama kalinya malam itu, Jingga yang selalu penuh canda… diam.

(Bersambung)…

1
Purnama Pasedu
ooo,,,,savero baru tahu,,,pelan pelan ya
Purnama Pasedu
pas tahu jingga dah nikah,gimana Kevin y
Mar lina
Semoga Kak Savaro
langsung mp sama Jingga...
biar Kevin gak ngejar-ngejar Jingga
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Nuriati Mulian Ani26
ohhh kasihan jingga
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄. Thor lucu banget aduhhh
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄. keren alurnya thor
Purnama Pasedu
nikmatilah jingga
Nuriati Mulian Ani26
lucuuuuuuu
Nuriati Mulian Ani26
bagusss ceritanya
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙂𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profil ku ya😌
total 1 replies
Mar lina
aku mampir
Nuriati Mulian Ani26
😄😄😄😄😄 lucu menarik sekali
Nuriati Mulian Ani26
aku sangat tertarik kekanjutanya ..keren dari awal ceritanya
Halimatus Syadiah
lanjut pool
Lily and Rose: Siap Kak 🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
survei resepsi pernikahan ya jingga
Lily and Rose: Ide bagus… bisa jadi tempat buat mereka resepsi juga tuh Kak 😁
total 1 replies
Purnama Pasedu
kamu salah jingga
Lily and Rose: Iya, Jingga salah paham terus 😂
total 1 replies
Halimatus Syadiah
Thor up dete kelamaan ya, tiap hari nungguin trus , kl bisa tiap hari ya 👍
Lily and Rose: Siap Kak, Author update sesering mungkin pokoknya 🥰
total 1 replies
Desi Permatasari
update kak
Lily and Rose: Done ya Kak…
total 1 replies
Purnama Pasedu
ada kevin
Lily and Rose: Ide bagus 🥰
total 1 replies
Cookies
lanjut
Lily and Rose: Siap Kak
total 1 replies
Purnama Pasedu
Nisa yg lapor ya pa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!