Menara yang Misterius yang sudah berdiri dan berfungsi sejak sangat lama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Space Celestial, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Api masih berkobar di kejauhan. Kilauan merah jingga di langit malam menyatu dengan warna ungu aneh yang menggantung tanpa suara. Asap menari di antara bangunan klasik Paris, memeluk patung-patung marmer dan menara-menara tua dalam selimut kehancuran.
Sofia Carson berjalan perlahan di trotoar yang retak. Setiap langkahnya disertai derak halus kaca-kaca pecah di bawah sepatu kombat hitamnya. Punggungnya dibebani oleh ransel besar, dan kedua tangannya memegang senjata kecil: satu pisau militer di kanan, kapak satu tangan di kiri.
Dia berjalan dengan tenang. Namun matanya tajam. Terbiasa.
Seolah-olah dia sedang berjalan di rumah lamanya.
Tapi ini bukan rumah. Ini ladang pembantaian.
Sofia berhenti ketika mendengar suara tangisan pelan dari sebuah toko buku tua. Langkahnya mendekat pelan. Ia menurunkan tubuhnya, menekuk lutut, lalu menyandarkan diri pada dinding luar.
Dengus napas. Suara gerakan cepat. Terdengar dari dalam.
Satu. Dua. Tiga... Empat suara.
Empat napas berbeda. Tak terlalu dalam. Manusia.
Bukan monster.
Sofia memasukkan kembali pisau ke sarungnya dan menyimpan kapak kecil di sabuk pinggang. Ia mengetuk pelan pintu kayu yang sedikit retak.
Tok. Tok.
Sunyi.
Lalu suara kecil menjawab dari dalam. “Siapa… siapa itu?”
“Aku bukan musuh. Aku manusia. Aku tidak akan menyakitimu,” jawab Sofia pelan, tenang.
Tak lama, pintu dibuka perlahan. Hanya sedikit, cukup untuk menampilkan mata seorang wanita muda—sekitar usia dua puluhan, rambut pirang berantakan, wajahnya penuh keringat dan debu. Di baliknya, terlihat tiga orang lain: seorang pria paruh baya, dan dua anak kecil yang memegang boneka kotor.
Sofia tidak berkata banyak. Ia hanya mengangguk dan melangkah masuk perlahan.
Udara di dalam dingin, pengap, dan penuh ketakutan. Rak-rak buku telah dijadikan penghalang sementara di dekat jendela. Di lantai, beberapa botol air, makanan ringan, dan tas-tas sekolah terserak. Mereka terlihat seperti pelancong yang terjebak di neraka.
“Apa kalian sudah makan?” tanya Sofia singkat.
Wanita itu ragu. “…Sedikit.”
Sofia membuka ranselnya dan mengeluarkan satu kotak makanan kaleng dan satu botol air. Ia meletakkannya di lantai, lalu duduk bersila, menghadap mereka.
"Aku hanya akan istirahat sebentar. Setelah itu aku pergi lagi," katanya tenang.
Anak kecil perempuan itu menatap Sofia lama, lalu berbisik, “Kau tentara?”
Sofia menoleh pelan. Senyumnya lembut, tapi penuh luka.
“Bukan. Aku... penumpang waktu.”
12 April 2018, 02:49 AM – New York City
Shawn Kruger menekan tombol di samping helm digital kecil yang ia temukan dari tubuh monster yang merupakan kobold cybernatic. Layar hologram biru menyala sebentar, lalu mati. Ia menghela napas.
"Gadget ini butuh energi sihir..." gumamnya.
Dia masih mencoba memahami logika teknologi dan sihir bercampur yang sekarang tersebar di sekelilingnya. Dunia ini bukan dunia yang hanya bisa diukur dengan fisika. Bahkan sains mulai tidak relevan saat langit terbuka dan monster dari dimensi lain menyerbu kota-kota.
Dia berdiri di atas atap sebuah toko alat elektronik. Di bawahnya, jalan utama sudah sepi. Asap mengepul dari beberapa bangkai mobil. Dia sudah menghitung...
17 monster. 17 poin.
Tapi itu belum cukup. Tujuan mereka adalah 100 poin dalam waktu 24 jam.
Itu hanya permulaan.
Di belakangnya, terdengar langkah tergesa.
“Shawn!”
Suara itu datang dari seorang wanita berambut pendek, bernama Kelly—salah satu orang yang ia temukan selamat beberapa menit setelah tutorial dimulai. Di belakangnya ada dua pria lain, membawa tongkat dan tas darurat.
“Ada tiga monster datang dari arah timur. Me–Mereka punya armor! Dan... satu dari mereka bisa menembak plasma dari mulutnya.”
Shawn langsung bergerak.
“Mereka mengincar siapa pun?” tanyanya cepat.
Kelly menggeleng. “Sepertinya acak.”
Shawn berpikir cepat. Matanya menatap ke arah utara, ke gedung perkantoran yang runtuh sebagian.
“Kita bawa mereka ke sana. Aku akan tarik perhatian mereka dari sisi kiri. Kalian siapkan jebakan dari kanan. Gunakan kabel listrik itu—yang tadi kalian temukan. Kita buat mereka tergelincir dan jatuh.”
“Tapi... kau bisa mati.”
Shawn menoleh. Tatapannya dingin, tetapi ada keteguhan di dalamnya.
“Kita semua bisa mati. Tapi kalau kita hanya bersembunyi, kita pasti mati.”
Shawn menoleh. Tatapannya dingin, tetapi ada keteguhan di dalamnya.
“Kita semua bisa mati. Tapi kalau kita hanya bersembunyi, kita pasti mati.”
Dia tidak pernah punya mentor seperti Sofia. Tidak ada Gilgamesh dalam hidupnya. Tidak ada pelatihan atau ramalan atau kekuatan waktu.
Yang ia punya hanyalah naluri dan keputusan.
12 April 2018, 02:50 AM – Paris
Sofia berdiri di depan toko buku lagi, setelah memastikan keempat orang di dalam cukup aman. Dia meninggalkan sedikit makanan dan obat untuk mereka, lalu Sofia pergi dari sana.
Ia mulai bergerak lagi.
Di tengah jalan, layar biru kecil muncul di hadapannya.
[Poin saat ini: 46 / 100]
[Status: Aktif – Tutorial berlangsung]
Dia masih belum lupa.
Menara Ilahi adalah tempat penuh kebenaran pahit. Tempat mitos, kepercayaan, dan kekuatan bertabrakan. Namun sebelum dia bisa mencapai kembali lantai itu... dia harus menyelesaikan Tutorial.
Dan waktunya tidak banyak.
Langkahnya menyusuri jalanan Paris yang kosong, membisikkan doa dalam hatinya untuk mereka yang tidak akan pernah menyelesaikan ujian ini.
Langit masih berwarna ungu gelap. Cahaya bulan hampir tak terlihat, tertelan oleh bias warna aneh dari langit yang retak-retak seperti cermin pecah. Jalanan Paris mulai sepi—bukan karena tidak ada lagi kehidupan, tapi karena banyak yang telah mati.
Sofia Carson berdiri di tengah puing-puing reruntuhan sebuah kafe yang pernah elegan. Mejanya hancur, kursinya patah, dan aroma darah menggantikan aroma kopi. Di sekelilingnya, tubuh monster terbujur tanpa nyawa. Beberapa terpotong bersih, sebagian lainnya gosong dan terbakar. Darah mereka bukan merah, tapi hitam pekat dengan aroma seperti oli tua dan besi berkarat.
Sofia berdiri, menatap layar biru yang melayang di hadapannya:
[Poin Saat Ini: 97 / 100]
Napasnya berat. Bukan karena lelah, tapi karena emosi yang ditahan terlalu lama.
Tangannya bergetar ringan, meski tubuhnya terlatih.
Ia telah membunuh tiga puluh monster berturut-turut dalam dua jam terakhir. Semua sendirian. Tanpa bantuan, tanpa dukungan.
Ia tidak bisa mempercayai siapa pun. Bukan sekarang. Bukan saat-saat awal ini.
Gilgamesh pernah berkata padanya bahwa Pada awal setiap era, semua topeng manusia masih utuh. Saat itulah pengkhianatan paling murah terjadi. Dan Sofia mengingatnya dengan jelas.
Satu-satunya suara yang menemaninya adalah langkah kakinya sendiri dan suara retakan api di kejauhan.
Ia berjalan perlahan ke gang sempit, tempat terakhir yang ia deteksi lewat insting—sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan logika biasa. Sofia melatih instingnya di lantai-lantai menara. Ia tahu, bahaya kadang tak berbentuk suara atau cahaya. Tapi... rasa dingin di tengkuk.
Dari dalam bayangan, seekor hob-goblin bersenjata tombak plasma melompat keluar.
Tapi Sofia sudah siap.
Tubuhnya memutar ke kiri, menghindar, lalu kapak kecil di tangannya meluncur cepat ke dada makhluk itu. Makhluk itu mengerang, jatuh, dan Sofia mengakhiri nyawanya dengan satu tusukan pisau ke lehernya.
Sunyi.
Ia menarik napas perlahan, memeriksa tubuhnya dari kemungkinan luka. Lalu layar biru kembali muncul:
[Poin Saat Ini: 100 / 100]
[Status: Selesai – Selamat! Anda telah menyelesaikan Tutorial.]
Sofia melihat jam tangganya bahwa sudah jam 4 pagi dan dia tidak tahu bahwa dia adalah orang pertama yang menyelesaikan Tutorial. '4 jam berlalu.' Sofia tidak menyangka bahwa 4 jam yang diperlukan Sofia untuk menyelesaikan Tutorial.
12 April 2018, 04:00 AM – New York City, Amerika Serikat
Sementara itu, di sisi dunia yang berbeda, Shawn Kruger masih berlari.
Langkahnya berat, napasnya kasar. Tubuhnya terluka ringan di bahu kiri akibat terkena serangan cakar dari sejenis werewolf yang menyerangnya setengah jam lalu. Namun ia berhasil kabur.
Dia melewati lorong-lorong bawah tanah kereta yang gelap dan lembap, menembus asap dan suara gemuruh yang datang dari permukaan.
Di tangannya, sebuah pipa besi besar, senjata seadanya. Tapi tangan itu menggenggamnya erat.
Shawn masih belum membunuh banyak monster. Poinnya bahkan belum mencapai setengah dari yang dibutuhkan.
[Poin Saat Ini: 43 / 100]
[Status: Aktif – Tutorial berlangsung]
Tapi itu bukan karena dia lemah. Bukan karena dia ragu.
Melainkan karena dia memilih bertahan, bukan menyerang.
Dia tahu terlalu banyak. Dia ingat semuanya.
Bagaimana orang-orang di tutorial sebelumnya mengkhianati satu sama lain hanya karena poin.
Bagaimana ada yang menggunakan manusia lain sebagai umpan agar bisa membunuh monster lebih aman.
Bagaimana orang-orang yang tampak baik… akhirnya menjadi monster yang lebih kejam daripada makhluk yang menyerang mereka.
Dia tak ingin mengulangi kesalahan itu.
Shawn berhenti di tikungan, lalu menempelkan tubuhnya ke dinding. Dia mendengar suara—bukan suara monster, melainkan manusia.
"Hei, kita bisa ke sana! Ayo! Dia bilang ada makanan dan senjata!"
Suara itu terdengar tergesa, panik, dan terlalu... penuh harapan.
Shawn mengintip pelan.
Sekelompok lima orang, dua pria dan tiga wanita, mengenakan pakaian sipil. Salah satunya membawa pistol, tapi dari cara dia memegangnya, Shawn tahu orang itu belum pernah menembak sebelumnya.
Satu langkah mundur. Dua. Tiga.
Dia tidak akan bergabung dengan mereka.
Mereka mungkin tulus, mungkin tidak. Tapi Shawn tidak akan bertaruh.
Dia punya misi sendiri: menemukan kembali tim lamanya.
Dalam hidupnya sebelumnya, setelah tutorial selesai dan dia terlempar ke dalam menara, dia dipertemukan secara acak dengan sembilan orang lainnya—berasal dari tempat berbeda, latar belakang berbeda, tapi satu hal sama: semangat untuk bertahan hidup.
Itu adalah timnya.
Dan jika peristiwa tutorial ini mengulang jalur yang sama, maka orang-orang itu pasti juga akan dipanggil ke sini.
Dia hanya perlu bertahan. Hidup. Sampai waktu dan takdir mempertemukan mereka lagi.
12 April 2018, 04:01 AM – Paris
Sofia menatap langit yang perlahan berubah.
Warna ungu itu mulai tersingkir oleh warna biru lembut, seperti saat fajar akan datang, namun tidak sepenuhnya. Di cakrawala, lingkaran besar berwarna keemasan mulai muncul.
[Peserta Sofia Carson telah menyelesaikan Tutorial.]
[Anda akan di teleportasi Ke lantai 1 menara Ilahi.]
[Teleportasi ke Menara Ilahi: Dalam waktu 01:00:00.]
[Selamat! Anda mendapatkan 2000 Poin.]
Dia punya satu jam sebelum dipindahkan.
Cukup waktu untuk istirahat dan mengumpulkan Suplai, dia tidak perlu membunuh orang lain karena sejak awal dia tidak ingin membunuh orang kecuali orang tersebut berniat membunuh dia atau mempunyai niat buruk kepada Sofia.