Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BELUM IZIN SUAMI
"Waaahh ... Apartemen kamu bagus sekali, za!" intan berkata dengan tatapan kagumnya saat dia masuk ke apartemen adza yang ada di tengah kota.
Adza tersenyum lalu meletakkan tas yang dia bawa. Dia melihat apartemennya yang putih dan furniturnya yang rata-rata berwarna cream muda yang lembut. Sangat khas untuk apartemen yang ditinggal oleh seorang gadis sepertinya. Ya, dia masih gadis walaupun dia sudah menikah. Dan kedepannya dia akan tinggal di sini setelah lulus dari pesantren.
"Kamu akan tinggal di sini sendiri?" adza mengangguk lalu tersenyum.
"Mau menemaniku?" tanya adza membuat membuat intan menatapnya.
"Andai aku jomblo, aku mau sih. Tapi sayangnya sudah ada pawang dan akan menikah setelah lulus. Jadi sepertinya sulit kalau aku harus menginap di sini sementara Ustadz Farel ada di pesantren."
Adza tersenyum lalu mengajak intan ke arah belakang untuk menuju dapur. Semuanya sudah lengkap dan peralatan-peralatan kecil juga sudah disiapkan oleh anak buahnya. Dia benar-benar hanya tinggal datang dan tinggal di sini. Rahman sudah sempat menawarkan untuk ada seorang pelayan yang akan mengurusnya tapi dia menolak dan akan dia tinggal sendiri saja untuk lebih tenang.
Sudah dia katakan sebelumnya kalau dia adalah orang yang introvert. Dia ingin di apartemen ini juga tenang dan tidak harus memikirkan apapun, karena walaupun dia sudah menikah tapi dia tetap memiliki luka di dalam hatinya tentang kematian orang tuanya yang tentu saja belum dia bisa lupakan sampai sekarang.
"Ya Allah, canggih sekali! Jadi pengen punya satu," ujar intan lagi lalu meringis ketika adza melihatnya.
"Bagus banget, za. Sumpah, ini apartemen orang kaya memang. Kira-kira berapa ya harganya satu unit?" tanyanya membuat adza tersenyum.
"4," balasnya membuat intan membuka matanya lebar-lebar.
"4 apa?!"
"M."
Intan memegang jantungnya yang terasa berdebar cepat. Kata-kata yang diucapkan oleh adza hanya dua tapi itu sudah cukup membuatnya jantungan seperti sekarang. Dia duduk di salah satu kursi pantry sementara adza sudah tersenyum dan mengambilkan air minum di kulkas yang sudah diisi beberapa bahan makanan.
"Kamu masih santriwati yang baru saja akan lulus, tapi kekayaanmu menyamai presiden, za ... Kamu keren sekali," ujarnya membuat adza tersenyum dan duduk di sana.
"Apa gunanya semua ini kalau aku hanya sendiri? Aku sudah tidak punya orang tua lagi dan menikmati ini semua juga tidak enak tanpa mereka." adza berkata seraya menghela napas.
"Uang sebanyak ini juga tidak ada gunanya, keuntungan dari perusahaan hanya banyak ku donasikan karena terlalu banyak membuatku merasa tidak ada gunanya. Aku tidak punya cicilan atau tidak ada hutang keluarga sama sekali, bisa dikatakan aku bangkit dari keterpurukan dan mempertahankan perusahaan ini untuk tetap bangkit dan berjalan hanya karena ada ribuan karyawan yang bekerja di dalamnya dan membutuhkan gaji. Jika tidak, mungkin aku akan menekan keegoisanku dan perusahaan ini tidak akan bertahan."
Intan mengusap punggung adza dengan lembut seolah menguatkannya. Sementara gadis itu sudah tersenyum seolah mengatakan kalau dia baik-baik saja padahal intan tahu benar bagaimana perasaannya.
"Kalau misalnya kamu sedih dan sendirian nanti jangan lupa untuk menghubungiku, ya? Aku pasti akan datang apalagi kita satu universitas. Jadi jangan pendam kesedihan sendiri, aku ingin menemani kamu saat kamu sendirian."
Adza tersenyum dan mengangguk pelan. Mereka berbincang tentang beberapa hal lagi di sana, sambil memperhatikan apa saja yang menjadi furniture dan juga bagian-bagian dari apartemen. Ada dua kamar mandi, dua kamar tidur, dapur, balkon, ruang tamu dan satu ruang kerja. adza merasa semuanya sudah lengkap dan tidak ada yang harus diubah makanya sekarang dia berjalan bersama intan keluar dari dalam unit apartemen itu.
"Kamu berani tinggal di dalamnya sendiri?"
"Apa yang harus aku takutkan? Aku berani, lagipula nanti ada beberapa anak buah yang berjaga di depan pintunya jadi bukan masalah besar, 'kan? Hanya setengah tahun, setelah itu nanti aku akan tinggal dan tidur di sini bersama dengan Gus. Aku tidak akan kesulitan pada apapun," gumamnya membuat intan mengangguk paham.
Mereka berjalan dan turun menggunakan lift sampai akhirnya tiba di sebuah mobil yang ada anak buah adza di sana.
"Kamu pandai naik mobil, za?" tanya intan membuat adza tersenyum.
"Pandai, mau jalan-jalan dulu?"
Intan tersenyum lebar.
"Boleh, kapan lagi kita akan bebas seperti ini?Berhubung kita diberikan waktu seharian, tidak apa-apa dong kalau kita keluar sebentar dan jalan-jalan untuk menghabiskan waktu. Lagi pula aku pasti tidak akan kena marah karena sudah jalan-jalan dengan menantu Kyai," ujar intan membuat adza tersenyum.
"Saya yang bawa, Pak. Nanti Bapak tunggu saja di pesantren karena saya akan langsung membawa mobilnya ke sana," ujar adza pada anak buahnya yang langsung mengangguk.
"Hati-hati, Non."
Adza tersenyum lalu mulai masuk dan intan dengan rasa tak sabar segera duduk di samping kemudi. intan sendiri sebenarnya bukanlah anak orang miskin sampai dia kemaruk untuk hal ini, dia hanya tidak pernah saja melihat adza membawa mobil makanya dia cukup excited ketika adza menyetujui apa yang dia minta.
Adza memakai seatbelt, membuat intan mengikutinya sebelum akhirnya adza memperbaiki kaca dalam dan mulai membawa mobil berjenis Toyota itu keluar dari dalam pekarangan apartemen.
Adza sudah belajar mengendarai mobill beberapa tahun lalu, karena enam tahun lalu orang tuanya meninggal dunia dan dia harus bisa menjadi orang yang multifungsi. Makanya dia pandai untuk urusan mengemudi, beberapa pemahaman soal bisnis dan segala hal yang bersangkutan.
Dia harus menjadi seorang wonder woman sejak sekarang, makanya dia banyak bisa melakukan apapun agar ke depannya dia bisa mengandalkan dirinya sendiri.
"Za ... Kamu hebat banget, aku baru tahu sumpah!"
Adza menatap intan. "Ini biasa saja, ntan, hanya pandai mengemudi, semua orang juga rata-rata bisa kok," ujarnya membuat intan cemberut.
"Aku buktinya tidak bisa," balas gadis itu cemberut membuat adza meringis.
"Kalau begitu aku akan membawamu makan, mau?" tawarnya membuat intan berubah dari cemberut lagi bersemangat.
"Dimana? Aku mau!"
Adza tersenyum. "Ada sebuah tempat makan yang enak di sini. Aku akan membawamu kesana. Itung-itung kita sedang menikmati waktu karena baru saja selesai ujian. Eh, ntan ... Aku baru ingat sesuatu," ujar adza membuat intan menatapnya.
"Kenapa? Kamu melupakan apa?"
Adza diam beberapa saat sebelum akhirnya bertanya. "Aku sama sekali belum izin tadi pada Gus kalau aku keluar hari ini dari pesantren. Kira-kira salah tidak ya?" tanyanya membuat intan berkedip beberapa kali.
"Aku hanya baru izin pada keluarga Kyai saja dan pada Gus azka tidak. Aku salah tidak ya?" tambahnya seraya meringis sementara intan sudah tak mampu berkata-kata.
itu sih menurut ku ga tau deh kalok menurut anak pondok