NovelToon NovelToon
Cerita Horor (Nyata/Fiksi)

Cerita Horor (Nyata/Fiksi)

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Matabatin / Kutukan / Tumbal
Popularitas:863
Nilai: 5
Nama Author: kriicers

Villa megah itu berdiri di tepi jurang, tersembunyi di balik hutan pinus. Konon, setiap malam Jumat, lampu-lampunya menyala sendiri, dan terdengar lantunan piano dari dalam ruang tamu yang terkunci rapat. Penduduk sekitar menyebutnya "Villa Tak Bertuan" karena siapa pun yang berani menginap semalam di sana, tidak akan pernah kembali dalam keadaan waras—jika kembali sama sekali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kriicers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab4•Rumah Sakit Blok C

...Rumah Sakit Blok C :...

Udara Payakumbuh malam itu Menusuk tulang, dinginnya merayapi setiap sudut ruangan kontrakan sederhana yang kini terasa begitu sunyi. Di luar, gerimis tipis menari-nari di atas genting, menciptakan melodi sendu yang entah mengapa justru menambah kegelisahan di hati Arya. Jemarinya mengetik dengan ragu di atas layar laptop, menamatkan laporan jaga malamnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota, tepatnya di bangunan tua yang dikenal dengan sebutan Blok C.

Blok C. Bahkan hanya menyebut namanya saja sudah cukup untuk membuat bulu kuduk Arya berdiri. Bangunan dua lantai itu adalah bagian tertua dari rumah sakit, dulunya merupakan barak militer pada zaman penjajahan. Aura pengap dan lembab selalu menyambut siapa pun yang bertugas di sana, seolah menyimpan kisah-kisah pilu dan jeritan yang tak pernah benar-benar pergi. Banyak perawat dan dokter yang enggan ditempatkan di sana, memilih bergantian dengan alasan apa pun. Namun, bagi Arya, seorang dokter muda yang baru saja menyelesaikan masa koasnya, Blok C adalah medan praktik yang penuh tantangan, sekaligus sumber pendapatan tambahan yang tak bisa ia tolak.

Malam itu, hanya ada Arya dan seorang perawat senior bernama Suster Lusi yang berjaga di Blok C. Suster Lusi, dengan wajahnya yang selalu tampak lelah dan matanya yang menyimpan tatapan kosong, jarang berbicara dan lebih sering menyendiri di ruang perawat. Arya sendiri lebih banyak menghabiskan waktu di ruang jaga dokter, memeriksa catatan pasien dan sesekali berkeliling untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Namun, malam ini terasa berbeda. Ada keheningan yang lebih mencekam dari biasanya, seolah ada sesuatu yang sedang menahan napas.

Sekitar pukul dua dini hari, saat Arya sedang membaca catatan seorang pasien lanjut usia dengan penyakit paru-paru kronis di kamar nomor 5, ia mendengar suara langkah kaki samar dari ujung lorong. Langkah itu pelan dan diseret, tidak seperti langkah manusia biasa. Jantung Arya berdebar lebih kencang. Ia mencoba menepis pikiran-pikiran aneh dan meyakinkan dirinya bahwa itu pasti Suster Lusi yang sedang memeriksa pasien. Namun, ia tahu, Suster Lusi selalu memakai sandal jepit yang bunyinya khas, sedangkan langkah yang ia dengar ini lebih berat dan tanpa alas.

Ia memberanikan diri untuk keluar dari ruang jaga. Lorong Blok C tampak remang-remang, hanya diterangi oleh beberapa lampu neon yang cahayanya redup dan berkedip-kedip. Ujung lorong tampak gelap, seperti mulut gua yang siap menelan siapa saja yang mendekat. Arya mencoba memanggil Suster Lusi, tetapi suaranya hanya bergema pelan di keheningan malam.

"Suster Lusi? Anda di sana?"

Tidak ada jawaban.

Rasa penasaran dan sedikit ketakutan mendorong Arya untuk berjalan perlahan menuju sumber suara. Setiap langkahnya terasa berat, dan suara derit lantai kayu tua di bawah kakinya justru menambah suasana mencekam. Ia terus berjalan, melewati deretan kamar pasien yang pintunya sebagian besar tertutup rapat. Bau obat-obatan bercampur dengan bau lembab yang khas dari bangunan tua ini semakin kuat menusuk hidungnya.

Ketika ia hampir mencapai ujung lorong, suara langkah itu berhenti. Arya menghentikan langkahnya, mencoba mendengarkan dengan saksama. Keheningan kembali menyelimuti lorong, tetapi kali ini terasa lebih mengancam, seolah ada sesuatu yang sedang mengawasinya dari kegelapan.

Tiba-tiba, dari salah satu kamar pasien yang pintunya sedikit terbuka, Arya melihat sekelebat bayangan putih bergerak cepat. Jantungnya serasa mencelos. Ia tahu, itu bukanlah hal yang wajar. Sebagai seorang dokter, ia dididik untuk berpikir logis dan rasional, tetapi apa yang baru saja dilihatnya jelas-jelas di luar nalar.

Dengan keberanian yang tersisa, Arya mendekati kamar tersebut dan mengintip melalui celah pintu. Kamar itu tampak kosong, tempat tidurnya rapi tanpa bekas siapa pun berbaring. Namun, di dinding dekat jendela, ia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut sekaligus merinding. Ada coretan samar yang tampak seperti bekas cakaran, membentuk pola yang tidak jelas.

Saat Arya sedang mengamati coretan itu, tiba-tiba ia merasakan hembusan napas dingin di belakang telinganya. Bulu kuduknya kembali berdiri. Ia menoleh dengan cepat, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Namun, aroma anyir darah samar-samar tercium di udara.

Ketakutan Arya mulai mencapai puncaknya. Ia ingin segera kembali ke ruang jaga, menjauhi tempat ini secepat mungkin. Namun, saat ia berbalik, ia melihat sesosok фигура berdiri di ujung lorong, tepat di kegelapan yang tadi membuatnya merinding. Sosok itu tampak tinggi dan kurus, dibalut kain putih lusuh, dengan rambut panjang terurai menutupi wajahnya. Meskipun wajahnya tidak terlihat, Arya bisa merasakan tatapan kosong yang menusuk dari balik rambut itu.

Sosok itu perlahan bergerak maju, menyeret kakinya di lantai. Suara gesekan kain putih dengan lantai yang berdebu terdengar jelas di keheningan malam. Arya terpaku di tempatnya, tidak bisa bergerak, tidak bisa berteriak. Ketakutan telah melumpuhkan seluruh tubuhnya.

Semakin dekat sosok itu, Arya bisa mencium bau busuk yang menyengat, seperti bau daging yang membusuk. Ia memejamkan matanya, berharap ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir.

Tiba-tiba, ia mendengar suara Suster Lusi dari arah belakangnya. "Arya? Kamu di sini? Ada apa?"

Arya membuka matanya. Sosok putih itu menghilang. Lorong kembali tampak kosong dan remang-remang seperti sebelumnya. Ia menoleh ke arah Suster Lusi, yang berdiri di dekat ruang perawat, menatapnya dengan tatapan heran.

"Suster... tadi... ada..." Arya mencoba berbicara, tetapi suaranya tercekat.

Suster Lusi mendekatinya dengan wajah khawatir. "Ada apa, Arya? Kamu terlihat pucat sekali."

Arya menceritakan semua yang baru saja dialaminya, mulai dari suara langkah kaki, bayangan di kamar pasien, hingga sosok putih di ujung lorong. Suster Lusi mendengarkannya dengan seksama, tanpa ekspresi yang berarti di wajahnya.

Setelah Arya selesai bercerita, Suster Lusi terdiam sejenak. Kemudian, ia berkata dengan suara pelan, "Arya, kamu tahu kenapa Blok C ini selalu sepi?"

Arya menggeleng. Ia hanya tahu bahwa bangunan ini tua dan banyak cerita mistis yang beredar di kalangan staf rumah sakit.

Suster Lusi menghela napas panjang. "Blok C ini dulunya adalah tempat para korban perang dirawat. Banyak dari mereka meninggal di sini dengan luka yang mengerikan dan rasa sakit yang tak tertahankan. Konon, arwah mereka masih bergentayangan, mencari kedamaian yang tak pernah mereka temukan."

Penjelasan Suster Lusi semakin menambah kengerian di hati Arya. Ia mulai mempercayai bahwa apa yang dilihatnya tadi bukanlah ilusinya semata.

"Tapi, Suster... sosok putih itu... apa itu?" tanya Arya dengan suara gemetar.

Suster Lusi menatap Arya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mungkin... itu salah satu dari mereka. Atau... mungkin juga bukan."

Arya mengerutkan kening. "Maksud Anda?"

Suster Lusi terdiam lagi, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Kemudian, ia berkata dengan nada yang lebih serius, "Arya, ada satu hal yang perlu kamu tahu tentang Blok C ini. Dulu, sebelum menjadi bagian dari rumah sakit, bangunan ini adalah... rumah sakit jiwa."

Pengakuan Suster Lusi bagaikan petir menyambar di siang bolong. Arya terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Rumah sakit jiwa? Jadi, selama ini ia bertugas di bangunan yang dulunya menampung orang-orang dengan gangguan jiwa?

"Rumah sakit jiwa?" ulang Arya dengan suara tercekat.

Suster Lusi mengangguk pelan. "Ya. Dan konon, banyak kejadian mengerikan terjadi di sini. Penyiksaan, pembunuhan... roh-roh yang tidak tenang dari para pasien dan petugas rumah sakit jiwa itu masih terperangkap di sini."

Arya mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya. Ini menjelaskan mengapa aura Blok C selalu terasa begitu berbeda, begitu kelam.

"Lalu... sosok putih itu...?" tanya Arya lagi, masih penasaran.

Suster Lusi menghela napas lagi. "Arya, selama bertahun-tahun aku bertugas di sini, aku sering mendengar cerita tentang penampakan sosok putih di lorong ini. Beberapa perawat bahkan mengaku pernah melihatnya memasuki kamar-kamar kosong dan menghilang begitu saja. Mereka bilang, sosok itu adalah arwah seorang pasien wanita yang meninggal dengan tragis di salah satu kamar di ujung lorong sana."

Suster Lusi menunjuk ke arah ujung lorong yang tadi tampak gelap. Arya menelan ludah. Ia tidak menyangka bahwa malam pertugasannya di Blok C akan menjadi pengalaman yang begitu mengerikan.

Namun, cerita belum berakhir. Tiba-tiba, Suster Lusi tersenyum tipis, senyuman yang tidak sampai ke matanya. "Tapi, Arya... ada satu hal lagi yang perlu kamu tahu."

Arya menatap Suster Lusi dengan bingung. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyeruak di hatinya. Ada sesuatu yang tidak beres.

"Apa itu, Suster?" tanya Arya dengan hati-hati.

Suster Lusi melangkah mendekat ke arah Arya, tatapannya kini tampak lebih intens dan aneh. Suaranya berubah menjadi lebih rendah dan serak, tidak seperti suara Suster Lusi yang ia kenal selama ini.

"Sosok putih itu... bukan hanya arwah pasien."

Arya semakin merasa tidak nyaman. Ia merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan, meskipun suhu udara tidak berubah.

"Lalu... siapa dia sebenarnya?" tanya Arya dengan suara bergetar.

Suster Lusi berhenti tepat di hadapan Arya. Wajahnya yang tadi tampak lelah kini terlihat pucat pasi, matanya memancarkan kegelapan yang menakutkan.

"Dia adalah... aku."

Detik itu juga, Arya merasakan dingin yang luar biasa menusuk tulang-tulangnya. Ia melihat perubahan yang mengerikan terjadi pada Suster Lusi. Kulitnya tampak semakin pucat dan keriput, matanya membesar dengan pupil yang menghitam, dan senyum mengerikan terbentuk di bibirnya yang kering. Sosok itu tidak lagi tampak seperti Suster Lusi yang ia kenal.

Arya tersentak mundur, mencoba menjauhi sosok mengerikan di hadapannya. Ia baru menyadari sesuatu yang janggal sejak awal. Suster Lusi tidak pernah benar-benar berinteraksi dengannya malam ini, hanya menjawab seperlunya dan lebih banyak diam. Dan sekarang... ia mengerti.

"Kau... kau bukan Suster Lusi," kata Arya dengan suara tercekat, ketakutan yang luar biasa mencekamnya.

Sosok itu tertawa pelan, suara tawa yang terdengar seperti gesekan tulang belulang. "Suster Lusi sudah lama pergi, Dokter Muda. Tinggal aku di sini... menjaga Blok C."

Tiba-tiba, sosok itu bergerak cepat ke arah Arya, tangannya yang kurus dan pucat terulur ke arahnya. Arya mencoba menghindar, tetapi ia terlambat. Cengkeraman tangan itu terasa dingin dan kuat, seperti cengkeraman es.

Arya berteriak sekuat tenaga, tetapi suaranya seolah tertahan di udara. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya, seperti ada energi jahat yang sedang menyerap kehidupannya.

Saat kesadarannya mulai menipis, Arya melihat sekilas ke arah ujung lorong. Di sana, di kegelapan yang sama tempat ia melihat sosok putih sebelumnya, kini berdiri sesosok фигура lain. Sosok itu tampak lebih mengerikan, lebih gelap, dengan mata merah menyala yang menatapnya dengan penuh kebencian.

Kemudian, semuanya menjadi gelap.

Pagi harinya, beberapa staf rumah sakit menemukan Arya tergeletak tak sadarkan diri di lorong Blok C. Tidak ada luka fisik yang jelas di tubuhnya, tetapi wajahnya pucat pasi dan matanya terbuka lebar, menunjukkan ekspresi ketakutan yang mendalam. Suster Lusi tidak terlihat di mana pun.

Ketika Arya sadar beberapa hari kemudian, ia tidak ingat apa pun tentang malam mengerikan itu. Dokter yang menanganinya mendiagnosisnya mengalami trauma psikologis berat. Ia dipindahkan ke bangsal lain dan tidak pernah lagi ditugaskan di Blok C.

Namun, bagi para staf rumah sakit yang lebih senior, cerita tentang Dokter Arya dan menghilangnya Suster Lusi menjadi bagian dari legenda kelam Blok C. Mereka percaya bahwa arwah-arwah penasaran di bangunan tua itu telah mengambil korban baru. Dan sesekali, di malam-malam sunyi, beberapa perawat yang bertugas di dekat Blok C mengaku masih mendengar suara langkah kaki diseret dan mencium bau anyir darah samar-samar di udara. Mereka juga mengatakan, terkadang, mereka melihat sekelebat bayangan putih bergerak di ujung lorong, seolah sedang menunggu korban berikutnya. Dan siapa sangka, sosok putih itu mungkin saja adalah Suster Lusi, yang kini menjadi bagian dari kengerian abadi Rumah Sakit Blok C.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Kriicers
terimakasih bagi yangg sudahh membaca ya gaes ,apakah enak di gantung?😭🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!