"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
nekat pacaran
Alvan mendapatkan tamparan keras dari Yono, ayah tirinya. Karena membuat Erik masuk rumah sakit akibat tinjuan brutal darinya. Sebenarnya Alvan tidak ingin melakukan itu pada Erik tetapi, dengan Erik yang selalu membuatnya emosi, akhirnya terpaksa melakukan itu.
"Bisakah kau tidak perlulah sedikit saja?!" Bentak Yono, ayah tiri Alvan dengan memukul kepala Alvan.
Herlin, ibunda Alvan datang menghampiri putranya dan segera membawanya keluar dari rumah, Herlin tidak sanggup lagi melihat putra kesayangannya dipukul Yono.
"Lebih baik kamu pulang ke apartemen saja, Al." Ujar Herlin meminta pada putranya
"Alvan nggak akan pernah biarin bunda ada di tangan lelaki bajinga* itu." Balas Alvan
"Nggak, sayang. Jangan pikirin bunda yang kotor ini, bahkan bunda lebih kotor karena bunda sudah berhubungan dengan lelaki yang sama sekali belum nikahi bunda." Ujar Herlin menangis dipelukan putranya
"Alvan janji sama bunda, Alvan akan lepaskan bunda dari Yono." Ujar Alvan tak mau menyebut Yono sebagai ayahnya
"Belajarlah agama lebih dalam ke orang tuanya nak Ulya. Cuma kamu satu-satunya anak yang bisa selamatkan bunda di akhirat nanti. Jadi lelaki yang Sholeh, jangan sampai masa depanmu seperti ayahmu yang seenaknya menjual istri pada lelaki bejat seperti Yono. Utamakan kebahagiaan keluargamu bukan kekayaanmu. Bunda sudah telat untuk bertobat, maka dari itu bunda hanya bisa mengharapkan kamu."
Alvan menghapus air mata bundanya yang terus mengalir. Merasa tak tega ketika melihat bundanya yang terus menyebut dirinya hina.
"Nggak, bunda. Kata Abah imam, nggak ada kata telat untuk orang yang mau bertobat. Ingat bunda, Allah itu maha pengampun. Jika bunda merasa teraniaya, ingatlah Allah. Allah selalu mendengar doa bunda." Balas Alvan kembali memeluk erat bundanya.
"Bunda bangga punya kamu. Kalaupun kamu nanti nikah sama nak Ulya, bunda udah tentu restuin hubungan kamu. Bunda akan senang jika kamu menikah dengan nak Ulya."
Alvan tersenyum getir menatap bundanya. Melihat bundanya senyum setulus ini, membuat Alvan tak tega jika harus mengatakan bahwa Alvan tak menyukai Ulya. Lebih tepatnya suka atau bahkan sudah jatuh cinta pada Ana di pandangan pertama.
"Maaf bunda, tetapi Alvan lebih suka pada Ana putrinya pak Ahmad." Balas Alvan memilih jujur.
Herlin terlihat sedikit kecewa tetapi tetap tersenyum. "Iya kah? Kamu menyukai anak kecil?"
Alvan tertawa mendengarnya. "Bukan Arsyila, bun. Namanya Ana, Alvan saja baru kenal kemarin. Karena katanya sepuluh tahun Ana di pesantren dan baru kali ini pulang ke rumah."
"Bunda percaya sama kamu. Siapapun pilihan kamu, bunda percaya bahwa pilihan kamu tidaklah salah."
"Masalahnya, suara Ana itu mahal banget, Ana juga nggak pernah lihat ketampanan Alvan. Harus ada perjuangan supaya bisa mengobrol meskipun cuma semenit." Keluhnya, Herlin merespon dengan senyum.
"Bahkan itu yang lebih berkualitas, perempuan pilihanmu itu sedang menjaga pandangannya. Itu artinya, perempuan bernama Ana itu tidak pernah tatap pandang pada lelaki yang ecek-ecek. Dia yang lebih memprioritaskan agamanya daripada seorang lelaki. Maksimalkan perjuanganmu, karena perempuan seperti dia susah untuk didapatkan."
Berjuang maksimal?!
🍃🍃🍃
Suasana pagi yang cerah memang enaknya beraktivitas di taman. Ana memilih untuk menyiram tanaman yang sudah lama sekali tak Ana siram. Adapun yang menyiramnya pasti Abah atau kalau tidak ibunya. Namun kali ini, Ana mau menanam bibit bunga baru setelah itu baru menyiramnya.
"Assalamualaikum, Ana cantik."
"Waalaikumsalam." Balas Ana yang masih fokus pada tanah dan potnya
Alvan masuk ke dalam pekarangan rumah Ana. Turun dari motor dan langsung berjalan menghampiri Ana yang masih sibuk menanam. Mengobrol dari luar itu tidak enak makanya Alvan masuk ke dalam.
"Lo pernah sama yang namanya pacaran nggak?" Tanya Alvan karena rasa keponya sudah melanda.
"Tidak."
"Hm, Karena lo nggak pernah pacaran, gimana kalau lo jadi pacar gue?" Tanya Alvan penuh harap kalau Ana bakal menerimanya.
"Tidak bisa."
"Kenapa?"
Abah Ahmad yang dari tadi mendengar obrolan Alvan dengan putrinya merasa tidak sabar akan jawaban putrinya. Sudah dipastikan kalau Ahmad akan mendukung jawaban putrinya.
"Tahu kan hukumnya pacaran itu apa?" Tanya Ana tanpa menatap, setelahnya Ana langsung melenggang pergi untuk mencuci tangannya.
Abah Ahmad tersenyum, dihampirinya Alvan yang kini masih diam mematung. "Haram nak Alvan." Ujarnya dengan menepuk pundak Alvan
"Pak Ahmad izinkan saya memiliki putri pak Ahmad." Ujar Alvan meminta izin
"Jawabannya ada pada sholat sepertiga malammu. Sholatlah istikharah, minta petunjuk. Jika benar putri saya ada dalam mimpimu, datanglah kemari dengan orang tuamu." Balas Ahmad yang setelah itu kembali masuk ke dalam rumah
Sepertiga malam? Sholat istikharah? Jangankan sepertiga malam, sholat Subuh saja kadang Alvan lakukan jam enam pagi.
Berbeda dengan Ana yang kini akan menyiram hasil tanamannya. Mendengar kata istikharah, membuat Ana tersenyum. "Istikharah? Apa bisa mengharap Gus Abizar ya?" Gumamnya yang samar-samar didengar Alvan.
Lantas Alvan langsung mendekat. "Lo bilang apa tadi, na?"tanyanya nampak ingin tahu yang diucapkan Ana tadi.
"Tidak ada."
"Hm, gimana kalau kita pacarannya untuk saling menyemangati dan saling mendukung? Biar gue nanti makin semangat perjuangin lo." Ujar Alvan nampak sangat ingin berpacaran.
Ana membalikan tubuh menghadap Alvan. Tetapi, pandangan Ana hanya pada bahu Alvan. "Imam Syafi'i pernah berkata, segala sesuatu yang halal dan haram jika dicampur menjadi satu, hasilnya akan tetap menjadi haram." Ujarnya
"Maksudnya?" Tanya Alvan kebingungan
"Menjadi penyemangat untuk orang lain itu boleh, karena sebagai sesama manusia harus saling semangat menyemangati, dukung mendukung dan saling tolong menolong. Tapi, pacaran itulah yang menjadi haram." Jawab Ana menjelaskan
Alvan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal bersama dengan cengengesannya. Merasa sangat malu karena tidak tahu dalil-dalil seperti itu.
"Yaudah, langsung gas nikah yuk?!"
🍃🍃🍃
Ulya merasa sangat berlebihan pada Ana. Selama satu hari Ana tidak datang ke rumahnya untuk mengaji. Akhirnya Ulya memilih untuk rumah Ana, ia akan langsung meminta maaf pada Ana. Ini juga karena dirinya yang terlalu kekanak-kanakan dalam hal kecil yang mampu diperbaiki.
Namun, rasanya ulya ingin pulang lagi setelah melihat alvan dan Ana yang mengobrol berdua di taman saling berhadapan, tetapi hatinya ingin menghampiri Ana.
"Oke, Ulya. Hilangin rasa kekanak-kanakannya." Ujar Ulya pada diri sendiri
Berjalan menghampiri Ana, Ana langsung mundur beberapa langkah seolah membuat jarak antaranya dengan Alvan. Sedangkan Ulya langsung berdiri di tengah.
"Ana semalam nggak ngaji, ya?" Tanya Ulya
"Maaf, ya. Semalam Ana ketiduran." Balas Ana tak enak hati
Ana segera membereskan selang dan juga alat-alat lainnya, setelahnya mempersilahkan Ulya untuk masuk ke dalam rumah.
Ana langsung ajak Ulya untuk masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Alvan berada di ruang tamu bersama Abah Ahmad. Di dalam kamar, Ana langsung duduk berhadapan dengan ulya.
"Maaf yang kemarin, ya. Bukan berarti kalau aku larang-larang kamu untuk mengagumi siapapun. Tetapi, aku nggak mau sahabat satu-satunya ini terjerumus zina karena persoalan cinta." Ujar Ana
"Makasih atas perhatiannya, na. Aku bersyukur punya sahabat yang sedewasa kamu." Balas Ulya dengan senyum manisnya. "Btw, tadi kamu ngomongin apa sama Alvan?" Tanyanya
Ana bingung untuk membalas, ia tidak ingin menceritakan yang sebenarnya apalagi dengan Ulya yang sepertinya sangat menyukai Alvan, Ana tidak mau membuat Ulya sakit hati.
"Alvan tanya tentang hukumnya pacaran itu apa. Tetapi setelah aku kasih tahu kalau pacar itu haram, dia langsung punya niat untuk langsung menikah." Balas Ana menjelaskan
Tercetak dengan jelas jika Ulya terlihat kecewa dan cemburu. Namun, berusaha ditahannya. Tetapi Ana dapat dengan mudah menyimpulkan ekspresi ulya.
"Alvan mau nikahi kamu ya, na?" Tanya Ulya
"Nggak. Aku kira dia nanya gitu karena mau seriusin kamu." Jawab Ana membuat ulya tersenyum
"Tap-"
"Kayaknya jalan-jalan keluar lebih seru deh. Tunggu apalagi, gass yuk."
"Gass lah!"
🍃🍃🍃
"Saya sudah berusaha untuk bangun pagi, tapi paginya jam lima." Ujar Alvan
"Usahakan lagi sampai kamu bisa bangun di sepertiga malam. Setelah kamu benar-benar mantap dan yakin, datanglah ke sini bersama kedua orang tuamu."
"Jadi, saya bakal diterima jadi menantu pak Ahmad setelah saya datang ke sini bersama orang tua saya?" Tanya Alvan terlihat semangat.
"Saya bisa menerima tetapi, putri saya juga berhak menolak."
Alvan diam. Memikirkan sesuatu tentang orang yang tua yang akan ikut melamar Ana. Namun, semuanya tidaklah mungkin untuk Alvan membawa kedua orang tuanya. Secara, ayahnya sudah pergi entah ke mana. Sedangkan bundanya seperti orang pingitan yang tidak diperbolehkan keluar dari rumah.
"Kenapa nak Alvan?" Tanya Ahmad ketika melihat Alvan yang bengong
"Pak Ahmad tahu sendiri kan orang tua saya sekarang keadaannya gimana?" Tanya Alvan balik
Ahmad mengangguk, paham akan apa yang dipertanyakan Alvan. "Setidak-" ucapnya terpotong karena Ana memanggilnya
"Bah, Ana pamit mau keluar, ya." Ujar anak dengan mencium punggung tangan Abah Ahmad. Disusul juga Ulya yang ikut mencium punggung tangan Abah Ahmad.
"Mau kemana?" Tanya Abah Ahmad
"Mau temenin Ulya nonton."
"Hati-hati, pulangnya jangan kesorean."
Biasanya orang tua kasih izin jangan pulang larut malam tetapi, Abah Ahmad memberi batas sampai sore. Masya Allah calon istrinya Alvan. Batin Alvan terkikik.
Melihat Ana dan Ulya sudah keluar dari rumah, Alvan bergegas pamit karena mau mengikuti ke mana perginya Ana.
Alvan segera menaiki motornya dan mengikuti mobil taksi di depannya. Tanpa disadari jika ada seseorang yang memperhatikan gerak-gerik Alvan.
"Oh, jadi sekarang dia lagi suka sama cewek alim. Sepertinya cewek itu cantik, secara semua mantan-mantan Alvan sangatlah cantik-cantik." Ujar seseorang itu dari balik helm full face nya
🍃🍃🍃
Seluruh anak Blaster diperintah Alvan untuk datang ke bioskop, lebih mengejutkannya lagi karena Alvan mau ajak seluruh anggotanya nonton film horor sesuai yang akan dilihat Ana dan Ulya.
"Kerasukan apa lo ajak kita semua nonton?" Tanya Kenzie merasa tak menyangka melihat ketuanya ajak semua anggotanya nonton, secara Alvan sendiri tidak suka nonton film.
"Berisik lo semua!"
Alvan berjalan mendahului untuk masuk dan duduk di kursi sesuai nomor tiketnya. Jaraknya dengan Ana tak lumayan jauh, hanya berjarak dua barisan dari Alvan dan teman-teman.
Film pun diputar. melihat tayangan awal saja Alvan bergedik ngeri apalagi nonton sampai habis. Sedangkan Alvan melihat Ana nampak biasa dan menikmati alurnya.
Baru beberapa menit nonton satu bioskop menjerit. Demi menjaga image-nya, Alvan memilih untuk tidak berteriak seperti yang lain. Namun, diam-diam Alvan mengamati Ana yang tidak mengeluarkan suara sama sekali. Ana terlihat tenang dan tidak takut.
"Eh, lu nggak takut apa, na?" Tanya Ulya yang suaranya dapat didengar Alvan. Akhirnya Alvan mendengar obrolan Ana dan Ulya.
"Takut kenapa?" Tanya Ana balik.
"Hantunya kan seram, na."
"Itu hanya pemain yang di make up ditambah suara lagu seram. Kalau asli hantu itu lebih seram dari itu." Jawab Ana menjelaskan.
"Lebih seram?" Ana mengangguk.
"Emang kamu pernah lihat hantu?" Tanyanya
"Sering. Lebih seram dan lumuran-"
DOR!!
DOR!!